Unspoken : : 18

3.1K 435 46
                                    

Sembilu menyeruak di langit gelap bertemankan beberapa awan yang saling berarak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sembilu menyeruak di langit gelap bertemankan beberapa awan yang saling berarak. Wajah rembulan malam terpaku sendu melihat seorang pemuda yang tengah duduk menyendiri di pembatas balkon kamarnya. Kedua kaki ia peluk, mengandalkan keseimbangan agar tidak terjatuh dari pembatas balkon tersebut.

Ditatapnya wajah rembulan yang bersinar dengan cahayanya yang menenangkan. Begitu damai, sama seperti biasanya. Sebentar lagi rembulan tersebut pasti akan menghilang dan terganti oleh sang surya yang memancarkan cahaya jauh lebih terang. Tapi tidak setenang dan sedamai cahaya bulan.

Entah bagaimana, setiap Bhanu berulang tahun, bulan selalu hadir menemaninya. Seolah bulan tahu bahwa raga lelah itu tengah kesepian.

Mungkin sudah menjadi rutinitas bagi Bhanu untuk bangun sebelum matahari terbit di hari ulang tahunnya. Sengaja ingin melihat rembulan. Dulu, setiap kali Bhanu berulang tahun, dia selalu menyaksikan indahnya bulan bersama Asmita. Kemudian ibunya itu akan menjelaskan banyak hal. Tentang bulan dan alam semesta. Lalu Bhanu akan terkagum, lantas setelahnya ia akan tertidur lelap di pangkuan sang ibu sembari mendengar cerita yang diceritakan Asmita bak lagu pengantar tidur.

Damai.

Paha ibunya adalah tempat ternyaman untuk Bhanu tidur. Elusan tangan ibunya adalah penghangat hati dan jiwa Bhanu yang lembut.

Semua memori itu bersemi di kepala Bhanu. Mau tidak mau Bhanu harus membandingkan masa-masa dulu dengan sekarang. Sekarang semua sudah jauh berbeda. Bhanu kesepian.

Kesepian dan hampa.

Bhanu memejamkan mata, menikmati sensasi ngilu di dada. Perih sekali rasanya. Dulu sewaktu kecil Bhanu berpikir bahwa dunia dewasa itu menyenangkan. Tapi ... mengapa sekeras ini? Terhantam berbagai cobaan, terkurung lingkaran luka.

Lari pun bukan jawaban untuk semuanya.

Bhanu sudah tidak bisa menghindar lagi. Sudah tidak bisa bersembunyi lagi. Inilah takdir yang harus ia jalani.

Meski sangat berat untuk dihadapi.

"Nak Bhanu?"

Suara itu membuat Bhanu menoleh pelan. Oh, Bibi ternyata.

Selamat ulang tahun.
Selamat ulang tahun.
Selamat ulang tahun Nak Bhanu.
Selamat ulang tahun.

"Yeeeaayy, tiup lilin dulu dong," pinta Bi Ratna.

Bhanu semakin memeluk kedua kakinya erat. "Pergi, Bi..."

"Kok Bibi disuruh pergi? Kan lilinnya belum ditiup."

Bhanu terdiam menatap bulan.

Bi Ratna menyentuh pundak Bhanu, "Nak..."

"Pergi, Bi... Bhanu pengen sendiri."

"Tiup lilinnya bentar. Kan lagi ulang tahun, nanti lilinnya meleleh loh," ucap Bi Ratna.

Bhanu menarik napas dalam. Cowok itu menurut, dia langsung meniup lilin berangka tujuh belas itu hingga cahayanya padam. Padam seperti cahaya di hidupnya.

UNSPOKEN [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang