28.

240 43 16
                                    


Keadaan yang tak pernah diharapkan dan bahkan tak sanggup baginya untuk merelakan. Hari ini menjadi hari terakhir baginya untuk bercanda tawa dengan sang Nenek setelah banyak waktu mereka lewati.

Hana, gadis itu masih saja mengurung diri dalam kesunyiannya dengan suasana kamar yang gelap. Tak terlihat sedikitpun pergerakan dari tepat tidur miliknya. Karena kelelahan dan merasa kehabisan tenaga, kini dirinya merasa sesak nafas dan kepalanya terasa sangat pusing.

Hal ini sudah biasa baginya saat dirinya belum ada di Korea. Dirinya kembali mengingat bagaimana keadaannya dulu saat di Indonesia. Dunia seakan membencinya, bahkan hampir tak ada yang peduli padanya.

Ia sangat ingat saat dirinya menemukan benjolan aneh dibagian lehernya saat pulang sekolah, dirinya menganggap hal itu sebagai hal biasa. Namun, kelamaan benjolan itu semakin besar, ia sering merasakan pusing dan sesak nafas hampir setiap harinya. Tubuhnya juga semakin kecil setiap harinya, saat dirinya benar-benar terbaring tak berdaya barulah orangtuanya bertindak untuk membawanya pada Dokter Keluarga. Hana sangat ingat bagaimana Orangtuanya sangat marah padanya karena mereka harus membayar obat Hana dan mengurus Hana yang hampir 2 minggu tak bisa melakukan apapun, hanya terbaring lemah diatas kasur.

Hingga banyak yang menyarankan agar Hana dibawa kerumah sakit menggunakan Kartu Jaminan Sosial. Hana melakukan Oprasi pertama pada Akhir tahun, tepatnya tahun lalu, tetapi tak sampai disitu saja, benjolan yang sudah hilang itu kembali muncul dan Dokter menyarankan untuk melakukan Oprasi lagi.

Selain pahitnya kehidupan ia juga harus menelan hingga 12 biji Obat untuk penyakitnya. Namun, ia berhenti meminum obatnya dan berhenti untuk Cek Up ke Dokter, karena Hana menerima efek yang menyakitkan. Ia hampir setiap hari tertidur dikelas, dicap sebagai siswa pemalas, wajahnya mulai rusak, rambutnya terus berjatuhan setiap dirinya menyisirnya.

Beberapa kali dirinya memakai cara herbal dengan sayur maupun obat herbal China yang diberikan oleh teman Ayahnya, namun semuanya terlihat sama saja.

Hingga kini benjolan tersebut tak kembali muncul dan semua yanga da pada dirinya telah ia rawat dengan baik, ia sungguh tak ingin meminum obat apapun. Yang lebih menyakitkan saat dirinya divonis Kanker Getah Bening Stadium dua, saat sakit disekolah beberapa waktu lalu.

"Sa-sakit, siapa yang dapat menolongku ? Hiks." rintihnya pelan sebari memegang bagian dadanya. Ia merasa tak bisa bernafas kali ini.

"Eomma...Appa...hiks. Ini sangat sakit...." rintih Hana dengan air mata yang turun membasahi wajahnya. Hal yang paling ia benci saat dirinya menjadi lemah dan membuang air matanya. Kini ia berniat untuk berjalan menuju Balkon, mungkin dirinya akan mendapatkan udara segar, begitulah fikirnya. Ia sangat ingin dapat melakukan semuanya dengan tubuh yang sehat, bahkan harapan hidup baginya terasa sangat tak mungkin untuk digapai.

"Tuhan untuk apa aku hidup kalau hanya rasa sakit saja yang aku terima. Aku lelah Tuhan...bi-bila saja bunuh diri tidak Dosa, aku pasti sudah melakukannya sejak lama...Tuhan bagaimana aku mengakhiri semua ini ? Hiks...." sesalnya terdengar sangat pilu, bahkan kedua tangannya mencengkram kuat pagar pembatas di Balkon. Hana mengingat semuanya terasa percuma untuk diperjuangkan, harapan hidupnya tak ada lagi.

Entah kenapa ia merasa sakitnya tak kunjung mereda, bibirnya terasa pucat karena dinginnya angin malam. Hanya dengan piyama saja yang kini melapisi tubuhnya.

Tiba-tiba terdengarlah suara yang masuk kedalam gendang telinganya.

"Gelap sekali disini. Hana, Eonnie sudah bilang jangan ke Balkon saat malam hari, kau bisa sakit nantinya." ujar Yuju dengan sebal, ia sangat paham akam keadaan Hana yang mudah sakit karena penyakit yang diderita.

Silent Girl/ HALLSTATT  [SEGERA TERBIT CETAK] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang