5. Suara Hati si Dingin

1.5K 127 8
                                    

♥♥♥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♥♥♥

"Gue tau, Lo pasti bisa bahagia dengan cara yang sederhana" -NAYA

---------------------------------------------------------

"Maaf Bu, saya belum siap" jawab Altezza duduk didalam ruangan buk May dan sedang membahas suatu persoalan antara mereka berdua.

"Lho tapi kenapa?"

Hening. Altezza diam saat di mintai penjelasan oleh buk May.

"Gelar ketua OSIS itu cocok untuk kamu. Kemarin ibu ada bagiin selembar bagi yang mau mencalonkan dirinya sebagai OSIS, bisa langsung di isi kemudian di serahkan keruangan ibu, ibu ga liat ada kertas kamu disini. Apa kamu ga berniat? Tapi kemarin ibu liat saat MOS, kalo selalu bersikap dewasa dan menjawab pertanyaan kakak-kakak kelas pun, ibu lihat, kamu dewasa. Kamu punya wajah yang oke, pintar? Kemarin ibu liat nama kamu ada di posisi ke 2 dari semua yang masuk ke SMA ini. Itu artinya kamu pintar. Dan sepertinya kamu juga layak mendapat gelar Putra Sekolah di SMA Garuda. Apa salahnya mencoba?" Celetuk buk May dengan tanya di akhir kalimatnya.

"Saya juga yakin, orang tua kamu pasti bangga punya anak kayak kamu" tambah buk May.

Mendengar kata itu dari buk May, membaut Altezza langsung lesu dengan tatapan kosong.

Bangga? Dihidup gue ga pernah ada kata itu dari mereka"

batin Al dalam hati kemudian membuatnya tersenyum simpul, melihat lagi ke buk May.

Kemudian Altezza menambah lagi.

"Iya Bu, nanti saya pikirkan lagi" ucap Al dibalas anggukan buk May.

Setelah beberapa detik, Al pun berbicara lagi.

"Maaf Bu, kalo ga ada yang mau di omongin lagi, saya boleh keluar?"

"Boleh, silahkan. Terima kasih waktunya" ucap buk May mempersilahkan Altezza untuk keluar dari ruangannya.

Altezza berdiri dari tempat duduknya lalu tersenyum samar pada buk May, lalu keluar dari ruang guru dan berjalan ke arah lokernya. Sesaat itu juga, saru lintasan pikiran datang ke otaknya.

"Sedangkan kamu?"

Altezza mengingat suara berat ayahnya tadi pagi, yang langsung mampu membuatnya bersandar di pintu loker dengan tatapan penuh luka.

"Ga becus"

Kata-kata itu kembali merasuki pikiran Altezza. Al menutup matanya dengan pupus harapan. Setetes air mata jatuh ke pipinya. Ia menggigit bibir bawahnya. Altezza rasanya ingin berteriak dalam hatinya.

"Kenapa orang selalu bisa bahagia, sementara gue enggak!?!!" Teriaknya dalam hati penuh luka.

****

RATEZZA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang