20. Tempat Ternyaman

824 77 0
                                    

"Tempat ternyaman bagiku, adalah bersamaMu"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Tempat ternyaman bagiku, adalah bersamaMu"

Malam ini cuaca sangat dingin. Hujan turun sangat deras dan Guntur bergemuruh dari langit. Altezza terbaring lemas dikasurnya. Selimut tebal menutupi seluruh tubuhnya. Ia menggigil kedinginan. Bibirnya bergetar. Ia sedang demam tinggi dan tidak ada siapapun disana. Terakhir yang datang ke kamarnya hanyalah Genandra yang menyiapkan minum dan obat untuknya lalu Altezza menyuruhnya tidur. "Pah... Di-ngin.." lirihnya.

Tubuh Altezza seakan mati tak dapat bergerak. Ia benar-benar lemas tak bertenaga. Dulu saat Altezza masih kecil, tak ada siapapun dirumahnya saat ia demam. Sang ayah belum pulang kerja. Ibu Altezza juga sedang sakit saat itu. Altezza harus kuat menahan rasa pusing dan lemas agar sang ibu tak bertambah sakit. Altezza anak yang tidak mau terlihat lemah di depan orang lain. Cukup sekali ia benar-benar sakit dan harus dibawa kerumah sakit. Itu saja sangat merepotkan baginya.

"Mah... Al-- sa-kit" lirihnya kembali. Hembusan nafas Altezza terasa panas. Ia manatap langit-langit kamarnya, pencahayaan dari matanya meminim dan gelap. Altezza mencoba bangun dari kasurnya. Mengambil jaket jeans nya dan perlahan pergi dari rumah. Altezza melajukan motor besarnya dengan kecepatan penuh. Sungguh, ia tidak tau apa sebabnya ia harus keluar dari rumahnya. Bukankah keluar rumah saat hujan bisa membuat sakit? Apalagi kini ia sedang demam. Apa yang di pikirkan Altezza?

Disisi lain... Naya sedang duduk dilantai kamarnya. Ia memeluk lututnya yang bertekuk dan menyandarkan kepalanya disana. Naya menatapi cermin besar yang ada dihadapannya. Ayahnya sedang bekerja di luar kota dan tak tau sampai kapan kembali, sementara ibunya harus pulang larut malam karena banyaknya tugas dikantor. Dan kakaknya Ergo, sedang pergi keluar karena urusan. Naya sendirian di kamarnya. Sesekali ia terkejut dan ketakutan saat suara Guntur yang hebat bergemuruh kuat. "Mah.. pa... Naya ta-kut"

Ayolah,, Naya bukan anak kecil yang sedang merengek. Ini sudah malam dan hampir menunjukkan pukul 12 malam. Hujan sedang turun sangat deras. petir, Guntur sedang bergemuruh. Apakah tidak wajar bila Naya sedikit ketakutan?

TOK! TOK!

Naya sontak terkejut saat mendengar suara ketukan pintu dari lantai bawah. Ia pikir sang ibu atau kakaknya sudah pulang. Naya segera berlari ke lantai bawah dan membuka pintu. "Ma--" ucapan Naya tergantung. Ia pikir itu adalah ibunya. "Altezza?"

Ia melihat Altezza sedang berdiri didepan pintunya Dengan keadaan basah kuyup. Wajahnya pucat dan nafasnya bergerak tak karuan. "Al, kamu kenapa!?" Naya memegang dahi Altezza. Ia Merasakan panas yang menyengat dari kening Altezza. " Yaampun! Al, kamu demam!" Naya panik sendiri. Tiba-tiba saja Altezza kehilangan kesadaran dan jatuh ke dekapan Naya. Seketika Naya tak berkedip dan lupa cara bernafas.

"Tubuhnya sedingin es" batin Naya.

"Pe-luk.." lirih Altezza. Naya terkejut mendengarnya. "Di-ngin..." Suara Altezza bergetar. Detik kemudian ia benar-benar tak sadarkan diri.

RATEZZA [TERBIT]Where stories live. Discover now