43. Mulut dapat berbohong, sedangkan hati...

1K 137 43
                                    

Happy Reading

.

.

.

Kondisi Wonwoo sudah mulai membaik setelah ia jatuh tak sadarkan diri dipelukan Seungcheol. Pada saat itu tidak ada yang tahu kondisi Wonwoo yang memang tak sesehat kelihatannya. Anak itu mengabaikan sakitnya. Dan setelah ia tak sadarkan diri, baru mereka tahu bahwa Wonwoo demam. Tentu saja demam tinggi. Mereka semua bahkan begitu khawatir dibuatnya, Wonwoo sangat bodoh hingga menyembunyikan sakitnya begitu baik.

Pagi ini Wonwoo terbangun dengan tubuh yang masih lemas. Tanpa Nyonya Kim sadari jika semalaman Wonwoo tak benar-benar tidur. Ya. Wonwoo tak bisa tertidur akibat demam dan tubuhnya yang sangat sakit. Baru subuh tadi Wonwoo baru bisa memejamkan kedua matanya sampai pukul sembilan ini. Saat bangun dari tidurnya, Wonwoo tak menemukan satu orangpun dikamarnya. Hanya ada dirinya seorang.

Netranya menelisik ke penjuru kamar yang sangat ia rindukan ini. Dalam hati ia sangat senang bisa kembali menempati kamarnya ini. Kamar yang penuh akan kenangan semasa hidupnya. Kamar yang menjadi saksi bisu perjuangannya demi bertahan bersama sang ibu. Mungkin hanya kamar ini tempat dimana ia menahan rasa sakit sekaligus kesedihannya seorang diri. Tidak ada yang lain.

Tapi tetap saja ia tidak merasa begitu senang. Hatinya dan hidupnya telah hancur berkeping. Mereka terlalu dalam memberikan luka padanya. Bahkan Wonwoo merasa jika bahagia kali ini tidak ada artinya lagi. Ia memang menginginkan hal yang seperti ini sejak dulu sebelum ia terjatuh semakin dalam, namun mengapa harus sekarang ? Setelah apa yang telah ia lewati seorang diri, mereka tiba-tiba bersikap seperti ini ? Bodohnya seperti tidak terjadi apapun.

"Kau sudah bangun ?" suara seseorang membuat Wonwoo terperanjat kaget. Sejak kapan ibunya sudah berada dikamarnya ini ? Bahkan ia tidak mendengar suara pintu yang terbuka.

Lucunya Wonwoo hanya mengerjapkan kedua matanya ketika sang ibu tanpa permisi menyentuh keningnya yang cukup berkeringat. Padahal cuaca cukup dingin. Tentunya karena tubuhnya masih dalam kondisi sakit, "Demammu sudah mulai turun. Nah apa yang sekarang kau rasakan ? Apa ada yang masih sakit ? Jika iya. Eomma akan memanggil dokter kemari."

Eomma ? Suatu panggilan yang sejak dulu ingin dengar dari mulut wanita cantik itu. Apa ia tidak salah dengar ? Mengapa secepat ini ibunya berubah dan menjadi sesosok ibu yang hangat juga peduli terhadapnya ? Bukankah kemarin ibunya ini tak hentinya melukainya dengan perkataannya ? Apakah setelah melihat ia jatuh sakit ibunya itu mau mengakuinya ? Kenapa harus seterlambat ini mengakuinya ?

Tanpa sadar Wonwoo menepis lengan sang ibu cukup keras dan membuat wanita cantik itu terkejut dibuatnya. Apa mungkin Wonwoo tidak ingin ia sentuh ? Mungkinkah Wonwoo sudah membencinya dan tidak membiarkan ia untuk memperbaiki semuanya ? Atau memberikan apa yang Wonwoo inginkan ? Tidakkah Wonwoo memberikan dirinya satu kesempatan untuk memperbaiki diri dan memperlakukan Wonwoo sebagai anak ?

Nyonya Kim masih menatap Wonwoo terkejut. Mereka berdua saling bertatapan, namun Wonwoo menatapnya dengan tatapan kosong. Ia tak bisa mengekpresikan dirinya dengan baik. Yang ada dipikirannya saat ini hanyalah rasa sakit akan masa lalu yang telah ia lewati seorang diri. Tak peduli dengan sikap sang ibu yang mulai luluh terhadapnya.

Tidak bisakah sang ibu melihat dirinya yang begitu lelah ini ? Lelah akan perjuangan yang tidak ada artinya. Namun setelah kesabarannya hilang, mengapa ibunya justru bersikap seperti ini ? Lihatlah ia seperti tengah dipermainkan, "Mengapa eomma melakukan ini padaku ? Aku tidak membutuhkan perhatianmu jika pada akhirnya aku akan kembali terluka." ucap Wonwoo dengan sorot mata yang begitu kosong seolah tidak ada kehidupan didalamnya. Sebegitu besarkah luka yang Wonwoo dapatkan ?

[S1] The Beginning Of Our Destiny [DIBUKUKAN]Where stories live. Discover now