29. Membunuhku dengan perlahan

928 124 32
                                    

Happy Reading

.

.

.

"Jika eommanim tidak percaya, kau bisa memberikan dia hidangan seafood. Bukankah Wonwoo alergi terhadap seafood ?"

Dalam diamnya sembari melahap hidangan yang dipesannya, terlihat Nyonya Kim tersenyum penuh kemenangan. Tidak salah lagi jika Kim Wonwoo yang diperkenalkannya adalah Jeon wonwoo, anak yang tengah menghindari dirinya. Betapa senangnya ia saat ini dan tentunya tak perlu lagi mencari kesana kesini. Belum lagi ia tidak akan terus mendengar pertanyaan-pertanyaan dari maid kesayangannya. Maid kesayangannya itu terus saja menanyakan kabar Wonwoo, padahal kenyataannya ia tidak menemukannya.

Sudah sepuluh menit berlalu, namun Wonwoo tak kunjung kembali. Tuan Kim dan Seungcheol terlihat masih menikmati hidangan yang tertata rapi diatas meja. Mereka seolah tidak ada pikiran yang tengah dipikirkannya, berbeda sekalo dengan Nyonya Kim yang sibuk dengan pikirannya dan sesekali wanita cantik itu saling memberikan tatapan kepada keduanya. Nampaknya keduanya tidak menyadari jika kepergian Wonwoo telah menghabiskan waktu yang cukup lama.

Ketika Nyonya Kim tengah merasa senang akan keberhasilan menemukan Wonwoo. Berbanding terbalik dengan Wonwoo di toilet. Wonwoo masuk kedalam salah satu bilik toilet dan menguncinya. Ia sengaja melakukan itu agar tidak ada satu orangpun melihat dirinya yang tengah kesakitan seperti sekarang ini. Kondisinya saat ini benar-benar memprihatinkan. Tubuhnya tak henti dibanjiri oleh keringan dingin yang sejak sepuluh menit tadi semakin menjadi. Begitupula wajahnya yang memucat layaknya mayat hidup. Sungguh siapapun yang melihatnya akan sangat ketakutan.

Wonwoo jatuh terduduk dengan mulut yang terbuka tak hentinya mencoba memuntahkan isi perutnya ke closet duduk. Wonwoo begitu putus asa karena yang dimuntahkannya hanya air dan bukan makanan yang dimakannya. Dadanya semakin bertambah sakit bersamaan dengan perutnya yang memelit. Penderitaannya tak sampai disitu saja, Wonwoo merasa malaikat maut tengah menjemputnya yang membuatnya tak dapat menahan air matanya. Ya. Wonwoo hanya bisa menangisi rasa sakitnya.

Dulu Wonwoo memang mengharapkan dirinya mati dan bahkan beberapa kali mencoba untuk bunuh diri. Tapi usahanya selalu saja gagal seolah Tuhan tidak mengijinkan dirinya untuk mati dengan cepat. Dan sekarang akankah waktunya ia mati ? Mengapa harus mati dengan cara seperti ini ? Bukan ini yang Wonwoo inginkan. Ia tidak ingin mati dengan cara konyol hanya karena makanan. Wonwoo hanya ingin mati dengan usahanya sendiri bukan oleh orang lain. Dalam menahan rasa sakitnya, Wonwoo merasa ibunya benar-benar keterlaluan. Ibunya bahkan tidak tahu bahwa dirinya alergi terhadap seafood, ibu macam apa wanita itu !

"Jihoon-ah tolong aku hiks..." tangisnya dengan tangan yang tak hentinya memukul dadanya berharap jika ia dapat meraup oksigen. Tetap saja usahanya sia-sia ia bahkan tak merasakan jika oksigen masuk kedalam pernapasannya, membuat dadanya semakin sakit dan ia merasa benar-benar tak dapat mempertahankan kesadarannya. Tubuhnya semakin lemas. Wonwoo berharap penderitaan ini segera berakhir.

Seungcheol menatap jam tangan yang melingkar dilengan kirinya. Sudah dua puluh menit berlalu semenjak Wonwoo ijin ke toilet. Nampaknya sang adik tak kunjung kembali dan membuat Seungcheol mulai resah. Tadi ketika Wonwoo meminta ijin, Seungcheol lihat Wonwoo seperti menahan sakit. Tidak biasanya Wonwoo ketika berada dimeja makan akan pamit ke toilet, biasanya anak itu akan pamit ketika makan telah selesai. Pertanda apa ini ? Wonwoo baik-baik saja kan ?

"Aku alergi terhadap seafood, eomma. Jadi maaf jika aku tidak bisa memakan masakanmu yang ini."

Deg.

[S1] The Beginning Of Our Destiny [DIBUKUKAN]Where stories live. Discover now