18. Kebohongan

865 110 33
                                    

Happy Reading

.

.

.

"Beraninya kau mengatakan hal itu padaku, Jeon Wonwoo !" marah Soonyoung sembari ia mendorong tubuh Wonwoo dan membuat pegangan pada lengannya terlepas begitu saja.

Wonwoo tersenyum puas melihat betapa marahnya Soonyoung atas perkataannya. Bukankah memang ia harus melawan dan mengatakan hal yang sensitif kepada mantan temannya ini ? Lagipula ia yang meminta dirinya harus melawan dan tak terus diam. Tetapi mengapa ? Mengapa Soonyoung seolah tidak terima dengan perkataannya ? Padahal ia sudah sebisa mungkin memikirkannya.

"___kau ingin membalas dendam padaku bukan ?" lagi Soonyoung berujar.

Balas dendam ? Apa tindakannya ini dapat disebut sebagai balas dendam ? Ah mungkin memang iya. Bagaimana bisa Soonyoung berpikiran seperti itu ? Ia menyetujui saran Soonyoung hanya untuk membuat mereka berhenti merisaknya bukan untuk membalas dendam. Jika Soonyoung berpikiran seperti itu, haruskah ia menjawab jujur dan mengatakan jika ia ingin melihatnya sama seperti dirinya. Bukankah sangat kejam ?

Alih-alih membalas dendam, ia justru ingin Soonyoung sadar akan kesalahannya dimasa itu. Dimana hidupnya tidak serumit sekarang. Seandainya Soonyoung tak mengatakan jika dirinya yang membunuh Jihoon, maka ia tidak akan seperti sekarang ini. Tidak bisa dipungkiri ia merindukan saat-saat bersama Soonyoung dan saling bertukar cerita ataupun menghabiskan waktu bersama. Seandainya Jihoon masih ada, mungkin ia akan menghabiskan waktu bertiga dan berjuang untuk mendapatkan kasih sayang orang tua.

Jihoon, aku merindukanmu.

"Aku tak sehina yang kau pikirkan, Soonyoung-ssi. Sampai kapanpun aku tidak akan melakukan sesuatu yang dapat merugikanku, terlebih orang lain. Tidak sepertimu, licik." ujar Wonwoo sembari menatap Soonyoung tajam.

Perkataan Wonwoo barusan membuat hati Soonyoung tak nyaman. Anak itu seolah kehilangan banyak kata untuk diucapkan atau sekedar membalas perkataan dari mantan temannya yang mungkin telah berganti status menjadi musuhnya. Musuh ? Memang apa yang dipermasalahkannya sampai harus menjadi musuh ? Mungkin, jika masalah itu tidak berkepanjangan ia masih menjalin pertemanan dengan baik. Semua itu berawal dari kesalahannya sendiri, bodohnya egonya yang telah mengambil alih pikiran juga hatinya.

Sadar akan kehadiran seseorang, Soonyoung menatap kearah Mingyu yang diam mematung tak jauh dari tempatnya berpijak. Pikirannya bercabang, apakah Mingyu menyaksikan pertengkaran dirinya dan Wonwoo ? Ah mengapa harus Mingyu yang menyaksikannya dan tidak orang lain ? Bahkan Soonyoung sadar jika Wonwoo dan Mingyu sangatlah dekat, terlebih Wonwoo telah menjadi bagian dari keluarganya.

Tanpa sadar Soonyoung mengepalkan erat kedua tangannya dan mengubur dalam emosinya untuk tidak meledak. Ia tidak ingin Mingyu melihat dirinya yang memukul Wonwoo dan berakhir dengan dirinya harus berurusan dengan pihak sekolah, itu sangat merepotkan. Lebih parahnya lagi jika sampai membawa orang tuanya, sudah yakin ia akan menjadi anak yang mempermalukan nama baik keluarganya.

Jalan satu-satunya untuk menjauh dari kedua Kim bersaudara itu adalah pergi. Pergi kembali ke kelas dan bergaul bersama dua temannya yang lebih dulu pergi, "Kau pikir aku takut padamu, hem ? Aku bahkan sering bertemu dengan ibumu, ah haruskah aku katakan padanya tentang keberadaanmu ?" bisiknya membuat Wonwoo membelalakkan kedua matanya lebar.

Tubuhnya menegang, keringat dingin mulai bercucuran dan lebih parahnya lagi adalah berbagai kenangan penuh menyakitkan kembali hadir mengambil alih pikirannya. Kenangan dimana saat dirinya dipukul, ditampar dan dijambak oleh sang ibu. Tak hanya itu saja bahkan napasnya menjadi tak teratur. Ia seperti seseorang yang tengah ketakutan. Sedangkan Soonyoung ? Anak itu seolah tak ada puasnya atas sikapnya. Ia melenggang pergi meninggalkan Wonwoo dengan santai sembari tersenyum penuh kemenangan.

[S1] The Beginning Of Our Destiny [DIBUKUKAN]Where stories live. Discover now