32. Beban baru

745 118 19
                                    

Happy Reading

.

.

.

Nyonya Kim telah kembali dari perusahaan miliknya. Wanita cantik itu memasuki rumah megahnya dengan berjalan anggun dengan ekpresi wajah yang tidak seperti biasanya. Sebelumnya Nyonya Kim selalu menampakkan ekspresi wajah yang sangat tidak bersahabat sama sekali, seolah seseorang telah membuatnya kesal. Namun, tidak untuk sekarang. Pelayan disana menatap majikan mereka dengan tatapan penuh tanda tanya.

Bagaimana tidak, Nyonya Kim sedari masuk ke dalam rumah terlihat begitu bahagia. Senyuman yang biasanya tidak ia tampakkan, sekarang terlukis dengan jelas di wajah cantiknya. Tidak bisa dibohongi jika Nyonya Kim memang memiliki paras yang sangat cantik diusianya yang sudah menginjak kepala empat ini. Para pelayan disana tak hentinya menatap majikan mereka seolah terkesima oleh parasnya yang cantik. Namun setelah sadar dari apa yang dilihatnya, mereka kembali merasa terpukul atas kenyataan hidup seorang majikannya.

Wonwoo---tuan muda mereka yang pergi dan tak lagi kembali harus menanggung segala beban hidupnya seorang diri. Seandainya Nyonya Kim bersikap hangat, mudah tersenyum dan tidak menyalurkan segala kekesalannya kepada sang anak, mungkin hidup Nyonya Kim dan Wonwoo akan sangat sempurna. Meskipun mereka tidak terlalu memikirkan bagaimana sosok suami dan ayah untuk sang tuan muda. Bukankah seorang ibu akan sangat senang jika ia hanya tinggal berdua bersama sang anak ?

Tentunya mereka tak lupa selalu mendoakan Nyonya Kim untuk dapat menerima Wonwoo dengan baik. Dan membuat Wonwoo dapat menghargai hidupnya juga merasakan kasih sayang dari seorang ibu. Tidak ada seorang anak yang menginginkan hidup yang penuh akan kebencian dari ibu kandungnya, terlebih yang telah melahirkannya kedunia. Setiap anak selalu menginginkan kasih sayang dari ibu, ayah , bahkan keluarganya yang lain.

Meskipun semua pelayan menatap kearahnya, tetap saja sikapnya ini masih angkuh dan tidak peduli dengan yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerja dirumahnya ini. Nyonya Kim hanya terus melangkahkan kedua kaki jenjangnya menuju kamar miliknya yang berada dilantai atas. Langkah kakinya tak terlalu terburu ketika menginjakkan kedua kakinya melewati tangga satu persatu. Sesampainya dilantai atas, langkah kakinya terhenti ketika dirinya tepat didepan salah satu kamar yang tak berpenghuni. Kamar itu adalah kamar yang ditempat oleh Wonwoo.

Selama tinggal dan hidup bersama sang anak, Nyonya Kim hanya sesekali masuk kedalam kamar sang anak. Masih ingat dibenaknya, jika ia masuk kedalam kamar itu hanya untuk memberi pelajaran dan melampiaskan segala amarahnya kepada Wonwoo. Tidak seperti kebanyakan ibu. Tanpa sadar Nyonya Kim masuk perlahan kedalam kamar yang nampak begitu rapi, tentunya karena beberapa pelayan yang selalu merawatnya. Kedua matanya menelisik seluruh penjuru kamar dan tidak ada yang spesial. Sepertinya Wonwoo tidak pernah membeli barang yang diinginkannya. Lihatlah bahkan kamar yang cukup besar ini terlihat begitu lenggang.

"Eomma... Seandainya aku kembali ke rumah dan tinggal bersamamu lagi, akankah eomma akan tetap membenciku dan menjadikan aku pelampiasan kemarahanmu ?"

"Mengapa kau harus menanyakan hal yang sudah jelas ? Ingat ! Sampai kapanpun aku tidak akan bisa memperlakukanmu sebagai anak, kau memang pantas mendapatkannya."

"Jadi alasan eomma melahirkanku hanya ini ? Hanya sebagai pelampiasan kemarahanmu semata ? Tidak adakah yang lain, eomma ? Aku tidak mau seperti itu lagi. Aku hanya ingin hidup normal."

"Hidup normal ? Apa maksudmu ?"

"Aku ingin eomma menyayangiku dan menganggapku sebagai anak yang telah kau lahirkan. Bisakah eomma melakukannya meski hanya sekali ? Tolong jangan buat aku kembali menyerah untuk sekian kalinya."

[S1] The Beginning Of Our Destiny [DIBUKUKAN]Where stories live. Discover now