12. Set Me Free - #Jaennarendra

383 56 19
                                    

**

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

**

JAENNARENDRA POV

Bisa dibilang kalau suasana di antara kami memang kurang baik. Namun, ini bukan hasil dari perdebatan kami sebelumnya mengenai Serinna. Gue tahu, gadis itu pasti akan baik-baik saja karena Mahesa bilang kalau ada misi penyelamatan khusus yang... katanya... dipimpin oleh seorang kapten bernama Jinandera. Gue enggak mau tahu sebenarnya, entah itu Jinandera yang kita tahu atau Jinandera lainnya, gue enggak mau peduli lagi.

Gue berharap kalau Annalisa juga seperti itu, enggak perlu terlalu peduli tentang apa pun kabar dari lelaki itu. Namun, gue juga tahu, itu bukan hal yang mudah untuk dia. Lelaki yang selama ini dia tangisi bertahun-tahun sejak lulus SMA ternyata masih hidup di dunia. Kalau gue jadi Annalisa, gue pasti akan kebingungan.

Rasanya seperti tersesat sendirian di sebuah jalanan panjang yang tak berujung.

Dan, gue ingin menjadi penerangnya. Saat dia tersesat di jalanan panjang itu, gue mau menjadi penerangnya supaya dia enggak semakin tersesat. Supaya ada secercah cahaya yang akan membantu dia menemukan jalan pulang.

"Na?" panggil gue, setelah menemukan waktu yang tepat untuk membuka mulut. Dia enggak melirik gue sama sekali, justru sibuk mengaduk-aduk jus alpukat di hadapannya. Jadi gue mengulurkan tangan untuk menyentuh puncak kepalanya. "Annalisa?"

Dia baru mendongak untuk menatap mata gue. "Ya?"

"Enggak apa," kata gue, mantap. Gue mau dia tahu, kalau semuanya akan baik-baik saja. Kami baru saja pergi dari kantor yang mencetak buku sampul kuning tersebut, dan Nana enggak bisa menerima jawaban yang kami terima. Karena itu, dia menjadi seperti ini. Sorot netranya tampak kosong, melayang-layang di udara. "Kita bisa tanya itu ke Ayah lo, Na. Kita masih punya waktu dua hari, jadi... Let's having fun together."

"Kamu bisa senang-senang saat jawaban yang kita dapat bahkan enggak masuk akal?" Annalisa memberiku tatapan sendu itu, dan gue sangat enggak menyukainya. Ya, memang ada lelaki yang suka melihat perempuan yang dicintainya diliputi kesedihan? Lalu, perlahan-lahan dia meloloskan helaan napas berat. "Orang yang pesan buku sampul kuning itu adalah Ayah, Jae. Avecena Hakiim itu nama ayahku. Kamu enggak merasa ada yang aneh? Kenapa ayahku pesan buku berisi prediksi kayak gitu? Anehnya, kenapa bisa Ayah pesan buku itu dan menyatukan namamu sama namaku. Ayahku aja enggak kenal kamu, kan? Kalian juga belum pernah ketemu."

Kebingungan di wajah Annalisa sangat bisa gue pahami. Itu wajar. Kami berdua jauh-jauh pergi ke Kuba untuk menemukan jawaban, kemudian jawaban yang kami terima juga sangat jauh dari ekspektasi.

Annalisa benar, ayahnya yang memesan buku sampul kuning itu.

Buku tersebut ternyata bisa dipesan melalui laman internet dan menerima pengiriman ke seluruh penjuru negeri. Ada banyak divisi khusus di kantor penerbitan tersebut. Divisi dibagi-bagi sesuai nama negara. Untuk buku sampul kuning yang gue dan Annalisa terima, divisi yang melayani adalah Divisi Khusus Indonesia. Orang-orang di dalamnya bisa bahasa Indonesia, jadi kami tidak kesulitan tadi.

JAENNA: HERO OF THE YEARWhere stories live. Discover now