11. Sesuatu di Kuba - #Annalisa

243 55 4
                                    


**

ANNALISA POV

Setelah puas berkeliling Old Havana, aku benar-benar membawa Jaennarendra ke tempat cantik di mana kita bisa berdansa. Wah, Havana terasa seperti rumah bagiku. Sehari saja, rasanya sudah cukup menyenangkan. Aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu di sini. Interior gedung-gedungnya, mobil kuno, serta kebiasaan dansa membuatku benar-benar ingin pindah ke sini. Ya, tidak sepenuhnya. Mungkin, satu vila sudah cukup jadi setiap libur kuliah bisa melarikan diri ke sini. Kira-kira, Kak Rasi setuju atau tidak, ya? Aku mau minta uang padanya untuk beli vila. Atau, kalau tidak berhasil, aku bisa merampok Kak Tara.

Enaknya punya dua kakak lelaki yang banyak duit.

Omong-omong, jam di pergelangan tangan Jaennarendra sudah menunjukan pukul delapan malam. Tadi kami sempat mampir ke Pantai El Malecớn yang katanya warna-warna matahari terbenamnya selalu berbeda setiap hari. Aku tidak tahu apakah kami beruntung, tapi tadi kami mendapatkan warna oranye menyala seperti api terbakar di angkasa. Kata Greyson, itu warna yang cantik. Greyson juga bercerita kalau terkadang warnanya merah muda, atau biru keunguan. Wah, sungguh! Aku harus datang ke sana setiap hari untuk menguji apakah warna-warna matahari terbenamnya benar-benar berubah.

"Kamu tahu, aku enggak jago dansa," bisikku, sembari meletakan tangan kananku di bahu kanan Jae. Lelaki itu tertawa kecil, lalu menggeleng. "Beneran, lho! Tarianku kayaknya bakal jadi yang paling aneh di sini."

Kami ikut berdansa bersama para penari jalanan, dan ini sangat menyenangkan. Aku dan Jae kan sama-sama menyukai hal-hal baru, jadi kami begitu menikmatinya. Aku berusaha untuk berdansa dengan baik, walaupun ini pengalaman pertamaku. Sebelumnya, aku hanya menari-nari sesukaku di kamar sambil mendengarkan lagunya OH MY GIRL, atau NCT. Kali ini aku ditantang oleh Greyson untuk berdansa dengan kekasihku. Sementara itu, Greyson sudah berdansa dengan salah satu penari jalanan. Mereka terlihat punya kemistri.

"Jangan mau kalah sama Grey," ucap Jae, kemudian menyatukan keningnya dengan keningku. Dia memejamkan mata sejenak, tampak menikmati alunan musik Latin yang jadi pengiring. Lalu, ketika dia membuka mata dan kami bertatapan, dia menambahkan, "I love you to the moon and back."

Aku lantas tersenyum senang, kemudian mengecup bibirnya sekilas.

"I love you to the moon and never back."

Dia ikut tersenyum senang, lalu kami kembali berdansa.

Dansa kami mungkin tidak sempurna, tapi apa yang kami rasakan menyempurnakan semuanya.

Semua... yang ada di sini.

Kalau kalian berencana berlibur ke Havana, kurasa tempat ini pantas dapat penilaian sempurna. Ingat, namanya adalah Paseo del Prado. Menurut penjelasan Greyson, tempat ini dibangun sejak tahun 1772 dan merupakan jalanan aspal pertama di Kuba. Di sekitarnya ada beberapa hotel, bioskop, teater, dan rumah-rumah elit. Cantik juga untuk diabadikan kamera.

Ponsel Jaennarendra yang berdering nyaring membuat dansa kami berhenti. Ah, sial! Siapa yang berani menginterupsi waktu intim kami? Padahal dansaku sudah cukup bagus lho, tapi justru dipaksa berhenti.

Kening Jae berkerut ketika melihat layar ponselnya yang menyala, hal itu membuatku waspada. Takutnya ada berita buruk yang menghadang kenyamanan kami di sini. Lalu, Jae menarik lenganku untuk melipir ke pinggir. Kami duduk di di tepi jalan. Jae sibuk dengan teleponnya, sedangkan aku meluruskan kaki yang baru terasa pegal. Jalan-jalan ternyata juga bisa menguras energi, ya? Padahal aku bahagia, sampai rasanya mau terjatuh di atas awan.

JAENNA: HERO OF THE YEARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang