16. Sepertinya Cinta Bersemi di Bandung (Jaenna POV)

223 18 6
                                    

**
come on let's go to bed
we gonna rock the night away
who did that to you, babe
if you're not in the right mood to sleep now then
come on, let's drink and have very unmanageable day
Square, Baek Yerin.

**

JAENNARENDRA POV

Delapan bulan lalu.

Senyuman di wajah gue mengembang begitu turun dari atas panggung. Sebuah pesan mendarat dengan sukses di ponsel gue. Tanpa menunggu lama, gue segera membalas pesan itu karena gue sudah lama mengharapkan kedatangannya. Dia sedikit slow respon akhir-akhir ini, katanya sibuk mengerjakan tugas Himpunan.

"Baru turun panggung udah pegang hp aja, Pak," goda Jeraldine yang mendudukan dirinya di kursi plastik sebelah gue. Dia menyandarkan punggungnya dan melirik ke arah layar ponsel gue, lalu, "Buset! Mbak Anna?"

Gue nyengir. "Iya."

"Udah sampai mana progresnya?"

"Ya, gitu-gitu aja."

Jeraldine mencibir, "Jangan kelamaan, ah! Takutnya dicuri orang."

"Siapa?" Gue mendelik. Sejauh ini, gue belum mendengar ada kabar kalau ada lelaki lain ingin mendekati Annalisa. Ya, meskipun gue enggak munafik kalau pasti banyak lelaki yang menyukai dia diam-diam. Tapi, pengecut bukan lawan gue. Yang diam-diam akan kalah sama yang tiap hari berjuang walaupun gue masih takut sama kakak pertamanya.

Jeraldine hanya menaik-turunkan alisnya, sengaja ingin menggoda gue. Dengan keras, gue memukul lengan atasnya sampai dia meng-aduh. Lalu, gue langsung memasukkan ponsel ke dalam saku celana dan mendekati Deka yang tengah berbincang dengan Mahesa di depan pintu tenda.

The Hopeless Romantic malam ini diundang ke sebuah festival musik yang dilaksanakan di salah satu SMA di Bandung. Band amatir ini memang lebih sering diundang ke Bandung daripada Jakarta. Kota bersuhu dingin yang mulai macet ini sudah seperti rumah kedua buat gue. Jalanan dan bangunannya mulai terasa familiar dan hangat. Lain kali, gue harap gue bisa membawa Annalisa ke sini.

Gadis itu pernah bercerita, bahwa dia dulunya tinggal di Bandung. Dia menjalani masa sekolahnya di sini, sehingga dia lebih mengerti Bandung dibanding gue. Sejak gue mendengar ceritanya itu, Bandung enggak lagi sama di mata gue. Memang istimewa, tapi jadi lebih istimewa lagi. Karena setiap kali gue melihat sudut-sudut kota ini, gue justru terbayang wajah cantik Annalisa. Bayangan tentang dia yang memakai seragam putih abu-abu, meskipun pada saat itu dia dimiliki lelaki lain.

Jinandera.

Nama lelaki yang lolos dari bibir Annalisa malam itu, ketika gue diam-diam menemuinya di indekos temannya--Riona. Gue memang biasanya menemui Annalisa di sana, karena dia pun enggak yakin akan diberi izin oleh Pak Rasi kalau bertemu di rumah. Padahal gue enggak masalah bertemu di rumah, meskipun gue harus mencari tukang martabak paling enak se-Jakarta untuk menaklukkannya.

Begini nasib naksir sama adik dosen sendiri, ditambah dosennya bukan dosen biasa. Pak Rasi itu terkenal killer. Kata Hazen (adiknya Annalisa), Pak Rasi itu sangat protektif dalam memastikan keamanan gadis itu. Enggak salah sih, gue kalau jadi dia juga akan sangat melindungi apalagi punya adik yang terlalu sempurna seperti Annalisa.

"Ka," panggil gue untuk menarik atensi Deka. Ketika dia menoleh ke arah gue dengan kening berkerut, gue menambahkan, "Ada orang lain yang naksir Nana selain gue, ya?"

"Naksir si Ambis?"

Gue manggut-manggut, sedikit takut. "Siapa?"

"Gue," jawab Deka dengan ekspresi datar. Dia tampak serius, jelas membuat jantung gue melorot sampai rasanya pantas diinjak-injak. Sorot wajah gue berubah menjadi sendu, tapi Deka justru tertawa renyah bersama Mahesa tak lama kemudian. Dia menepuk bahu gue beberapa kali dan, "Bercanda, Kambing! Muka lo kayak orang mau dicerai. Lo suka banget sama Nana, ya? Gue enggak pernah lihat lo begini."

JAENNA: HERO OF THE YEARWhere stories live. Discover now