06. Sudah Sekian Lama - #Jaennarendra

897 125 14
                                    

**

mulai kembali kumelangkah

tapak demi tapak terarah

putar kembali

memori bias kita berdua

Lyon, Ego.

**

JAENNARENDRA POV

Gue menghentikan mobil di depan toko bunga langganan Nana—katanya, kemudian mematikan mesin dan melepas seatbelt. Gue mau ikut. Ini pertama kalinya gue mengantar Nana ke pemakaman dan mampir ke toko bunga ini, jadi gue mau melihat-lihat. Bermacam-macam bunga tampak cantik melalui etalase kaca. Pancarona, penuh warna.

"Eh, lo ikut?" Nana menatap gue heran.

Gue menganggukan kepala. "He'em. Penasaran di dalam ada apa aja."

"Ada bunga. Apa lagi? Tv plasma?"

Gue meringis lebar yang menunjukan deretan gigi depan gue. Lalu, "Gue lagi dalam mode curiosity, nih. Lo jangan menghalangi."

"Apaan, sih? Lo ngomong apa?" Annalisa berdecak, kemudian melangkah masuk ke dalam dan gue mengikuti di belakang.

Annalisa memesan bunga ke pemilik toko tanpa berkeliling dulu.

"Mbak Gracia."

Begitu panggil Annalisa ke pemilik toko yang sepertinya usianya enggak jauh beda dari kami berdua. Rambut panjangnya dicat merah menyala, kemudian dikepang dua. Lalu, gue menyadari kalau dia juga punya lesung pipit, tapi hanya satu di pipi kiri. Lesung pipitnya enggak sebesar punya gue yang mirip dua lubang tiap gue tersenyum atau tertawa. Menurut gue, lesung pipit adalah penghias sebuah perayaan karena munculnya hanya saat gue sedang bahagia.

Annalisa tampak akrab dengan Mbak Gracia, yah karena dia sudah sering ke sini. Gue membiarkan mereka mengobrol ngalor-ngidul, sembari melihat-lihat sebelum memutuskan untuk memesan bunga jenis apa. Sejujurnya gue enggak paham soal bunga. Bagi gue, semua bunga itu cantik, hanya beda warna dan bentuk. Namun, kalau sudah mekar, maka semuanya akan punya peminat sendiri.

Sama halnya manusia, bahwa setiap manusia punya waktu mekarnya tersendiri jadi enggak perlu ada perasaan dengki. Kata pepatah, manusia selayaknya bunga yang akan mekar pada waktunya. Gue percaya. Gue juga percaya kalau Annalisa akan mekar pada waktunya.

Kita semua enggak perlu balapan, karena kita punya waktu masing-masing.

Gue dan Annalisa punya waktu kami sendiri.

Semua kesedihannya akan tergantikan dengan kebahagiaan di waktu yang tepat. Dan, gue berharap kalau gue ada di sisinya untuk melihat dia bahagia. Gue menantikan saat itu.

"Lo mau beli apa, Jae?" Annalisa mendekat. Dia udah membawa seikat bunga mawar warna putih dan merah yang dicampur jadi satu. Lalu, dia menunjuk satu bunga yang terletak di dekat pintu. Warnanya putih. Dia menambahkan, "Lo tahu bunga itu, kan?"

Gue mengernyit sedikit. "Tulip bukan...?"

Annalisa mengangguk antusias. "Gue dulu suka banget sama bunga itu."

"Gue kira bunga tulip tuh cuma warna oranye."

Annalisa tersenyum tipis. "Lo bisa belajar macam-macam bunga, kalau lo mau."

Gue hanya mengangguk lemah, kemudian menatap bunga tulip putih itu. "Lo juga belajar macam-macam bunga, hm?"

"Sedikit, karena penasaran."

JAENNA: HERO OF THE YEARWhere stories live. Discover now