15. Satu Pelukan dan Cukup (Annalisa POV)

152 24 18
                                    

**

ANNALISA POV

Hazen terkejut ketika dia mendapati ada banyak orang berada di dalam kamarku. Dia melangkah masuk sembari membawa nampan yang diatasnya berisi lima gelas minuman dan dua toples kue kering yang baru dibeli oleh Kak Tara sepulang rekaman film baru dari daerah Bogor.

"Mau jenguk apa tawuran, nih?" godanya, kemudian meletakan nampan itu di atas nakas dekat ranjang tidurku. Sebelum keluar, dia sempat merapikan tumpukan bantal yang menjadi tempatku menyandarkan punggung. Lalu, "Kalau ada apa-apa langsung teriak aja, ya? Aku di lantai satu sama Kak Tara."

Kebetulan Kak Rasi memiliki pekerjaan yang tidak bisa ditinggal jadi dia tidak ada di rumah sekarang. Dia tadi sempat menyambut kedatangan teman-temanku, tapi segera buru-buru melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumah. Karena itu, hanya ada Hazen dan Kak Tara yang menemaniku. Oh, ada teman-teman nongkrong Hazen juga. Mungkin mereka sedang asyik main PES di lantai bawah bersama Kak Tara yang sebenarnya belum cukup tidur karena baru sampai rumah sekitar jam tujuh pagi tadi.

"Gue kira dulu si Jaenna naksir sama Riona," ucap Kak Jeha setelah tadi aku menceritakan perihal amnesia yang kuderita.

Dokter Deva juga sempat mampir sebelum pergi mengajar ke kampus. Katanya, amnesia yang kuderita disebut sebagai amnesia disosiatif. Jenis amnesia di mana aku sengaja mengubur ingatanku sendiri karena trauma hebat. Ingatan yang buruk, yang membuatku kesakitan. Meksipun aku belum mengerti, mengapa ingatan tentang Jaennarendra juga ikut terkubur seolah dia dulu pernah menyakitiku.

Apa yang terjadi pada kami setahun lalu?

Riona yang duduk di dekat kakiku mendelik. "Kenapa bisa gue, Kak? Kita aja enggak terlalu akrab. Dia malah akrabnya sama Joy, deh!"

Jolanda terkekeh kecil. "Lo ingat enggak sama kejadian di Jogja? Waktu itu gue sama Kak Jeha lihat lo tukeran hp sama Jaenna jadi kita kira kalian tukeran nomor gitu. Nana juga mikir gitu kok, meskipun pada akhirnya kita lihat Nana pelukan sama dia."

Aku hanya mendengarkan sebab ingatan itu masih samar-samar dari kepalaku. Ingatan yang ada di dalam kepalaku sedikit berbeda dengan apa yang mereka ceritakan, jadi aku perlu merangkainya dengan benar. Aku perlu membuang halusinasi, kemudian hanya mengangkat yang 'nyata' ke permukaan.

Rasanya benar-benar seperti tenggelam di laut dalam, aku berusaha keras berenang ke permukaan meskipun menyesakan.

Kak Jeha kembali menyahut dengan tampang siap julid. "Sumpah, gue awalnya enggak suka banget sama Jaenna. I mean, gue kenal sama Jaenna duluan karena dikenalin Deka. Pas maba, gue sering dibawa Deka ikut manggung. Nah, jujur, gue kira dia itu bajingan."

"Mukanya cocok banget, ya?" Aku tertawa kecil, lantas meraih segelas sirop melon buatan Hazen yang ada di atas nampan dan meneguknya perlahan-lahan.

Kak Jeha manggut-manggut, setuju. "Awalnya gitu sih, apa lagi pas gue dengar rumor kalau Jaenna itu patriarki. Wah, otak gue panas! Gue hampir mukul kepalanya pakai helm pas gue lihat dia berantem sama ceweknya di backstage."

"Siapa ceweknya?" tanya Riona, ingin tahu.

"Namanya April Yerinita kalau enggak salah," jawab Kak Jeha, meskipun dia tampak sedikit ragu dan masih dalam proses berpikir. Tak lama kemudian, dia melanjutkan, "Kayaknya beneran April Yerinita, sih. Pas dia belum jadi selebgram."

Mataku membulat sempurna. "Ceweknya selebgram?!"

Selama ini Jaennarendra jarang membicarakan perihal mantan. Ya, dia memang terbuka soal hubungan masa lalunya tapi dia tak pernah menyebutkan namanya secara jelas. Satu-satunya nama perempuan yang pernah lolos dari bibirnya hanya Nameera Adjana.

JAENNA: HERO OF THE YEARWhere stories live. Discover now