Chapter 14

926 119 7
                                    

Sudah tiga hari sejak Sean memutuskan untuk pergi dari asrama dan memilih tinggal bersama Bill dan Steven. Sean meminta Mew untuk tinggal bersama Gulf saat ia tidak ada. Dan Mew akan dengan senang hati melakukannya. Tinggal bersama Gulf adalah impian Mew. Dia bisa memiliki waktu lebih banyak bersama orang yang dia- entahlah? Sukai mungkin? Mew juga tidak tau perasaan apa yang ia rasakan saat bersama Gulf. Namun yang Mew tau, hatinya merasa hangat saat melihat wajah Gulf.

"Apa yang kau senyumkan, Mew?" tanya seseorang yang bernama Steven saat ia melihat Mew tersenyum terus sejak tadi.

"Ah, tidak ada," jawab Mew seadanya.

Kau tau kan, apa yang membuat Mew tersenyum seperti ini? Mew sedang memikirkan tentang dirinya yang satu kamar dengan Gulf. Walau tidak melakukan apa-apa, tapi hanya dengan begitu saja sudah membuat Mew merasa bahagia. Dia seperti orang yang baru saja menikah.

Sementara di sisi lain, Gulf terus menundukkan kepalanya ketika Sir Cecil menjelaskan materi pelajaran. Gulf sedang tidak bersemangat belajar sekarang. Hatinya terus merasa gelisah. Ia bahkan menelungkupkan kepalanya di atas meja dan menguap beberapa kali. Entahlah, apa yang Gulf pikirkan hingga dia jadi seperti ini?

"Baiklah, belajarnya cukup sampai di sini saja. Oh, dan ya, minggu depan akan diadakan Pekan Olahraga Sekolah. Semua siswa harus mengikuti setidaknya salah satu dari lomba yang akan diadakan. Hanya karena kelas kalian adalah kelas yang pandai dalam hal akademik, bukan berarti kalian tidak memiliki bakat dalam bidang olahraga. Segera tentukan peserta dan jenis lomba yang akan kalian ikuti. Sisanya, biar ketua kelas yang menentukan. Semangat!" ucap Sir Cecil seraya keluar dari kelas.

"Terima kasih, Sir Cecil," jawab mereka kompak.

David, sang ketua OSIS yang juga merupakan seorang ketua kelas segera maju ke depan untuk mendiskusikan tentang Pekan Olahraga Sekolah.

"Baiklah, karena aku diberi tanggungjawab oleh Sir Cecil untuk mengatur jalannya perlombaan, maka aku akan memulai diskusi. Jadi, siapa yang akan mencalonkan diri?" ucap David panjang lebar.

"Aku ikut sepakbola"

"Aku juga ingin jadi peserta sepakbola."

"Kalau aku kayaknya ikut bola voli saja."

"Aku lari"

"Aku olahraga tenis."

"Lomba tidur ada gak?"

"Duh, merepotkan saja. Aku yang gampang-gampang saja."

"Basket kayaknya boleh juga, sih."

"Olahraga buat cewek memangnya ada?"

"Mampus, aku gak bisa lari."

"Pengennya, sih balap karung kayak waktu kecil dulu, tapi memangnya ada?"

"Aku terserah, deh, yang penting bisa dapet makan."

"Aku nurut ketuanya saja."

"Aku juga"

"Kalau aku jadi pemandu sorak saja."

"Gak ikut gak boleh?"

Seketika kelas menjadi ramai membicarakan tentang apa yang ingin mereka ikuti di Pekan Olahraga Sekolah. Semua orang boleh memilih salah satu dari banyaknya lomba yang akan diadakan.

"Jadi, tidak ada yang bersedia mengikuti pertandingan gulat di sini?" tanya David ketika tidak ada satupun yang ingin ikut pertandingan gulat.

Semua orang saling melirik satu sama lain lalu menggelengkan kepala mereka secara bersamaan. Karena yang mereka tau, mengikuti gulat bukanlah ide yang bagus. Mereka tau akan berurusan dengan siapa jika mereka mengikuti gulat.

"Tidak. Aku tidak berbakat dalam hal begituan."

"Iya, aku juga."

"Aku apalagi"

"Kenapa gak Gulfi saja? Dia kan memang suka berkelahi. Dia pasti jago."

"Oh, iya. Kau ada benarnya juga."

Salah satu dari mereka mengacungkan tangan untuk memberi saran.

"Gimana kalau Gulfi saja, ketua? Dia, kan pandai berkelahi. Dia juga tidak takut pada siapapun. Guru saja dilawan apalagi "dia"?" ucap seorang laki-laki berkacamata.

David mengangguk tanda setuju. Yang dikatakannya ada benarnya juga. Gulfi selalu menang kalau soal berantem, apalagi kalau cuma sekedar lomba seperti ini, pasti Gulf yang akan menang.

"Iya juga, sih, ya. Baiklah, maka dari itu aku menunjuk Gulfi untuk ikut Pertandingan Gulat," ucap David memutuskan.

Sementara orang yang disebut namanya hanya tertidur dengan menelungkupkan kepalanya di atas meja.

"Hey, Gulfi. Kau dengar aku?"

Gulf yang merasa namanya dipanggil berulang kali akhirnya membangkitkan tubuhnya sambil menguap beberapa kali.

"Apaan, sih?" jawab Gulf kesal.

"Aku bilang, kau ditunjuk untuk ikut pertandingan gulat mewakili kelas kita," ucap David menjelaskan.

"Terus?"

"Kau harus bersiap-siap menghadapi lomba itu, kau tau kan, akan melawan siapa?"

"Iya, terserahlah."

"Ap—?"

"Yaudah lanjutkan ngomongnya. Aku mau lanjut tidur lagi," jelas Gulf santai menanggapi ucapan David.

David geram melihat tingkah Gulf yang mengacuhkan dirinya. Dia bahkan merendahkan David sebagai ketua kelas secara tidak langsung dan hal itu membuat David marah. Tapi sebisa mungkin, ia tahan. Ia tidak mau kehilangan emosi hanya karena satu orang saja.

"Baiklah kalau begitu. Gulat kita sudah ada pesertanya, sekarang siapa yang akan ikut lomba lari?" tanya David pada seisi kelas.

Sontak seisi kelas banyak yang mencalonkan dirinya untuk ikut lomba lari. David bahkan sampai bingung harus memilih yang mana sangking banyaknya.

Tiba-tiba...

BRUAKK

Gulf memukul meja dengan keras hingga suasana kelas yang semula ramai, kini menjadi senyap. Semua orang tersentak kaget dengan apa yang dilakukan Gulf barusan.

Oh astaga, kali ini apa lagi yang Gulf perbuat?

"Biar aku saja," ucap Gulf mencalonkan diri.

"Ap—?" tanya David meminta pengulangan.

"Jangan banyak tanya! Cepat tulis saja namaku dalam daftar!"

"Tapi kau tidak bisa ikut dua lomba sekaligus Gulf—"

"Aku akan ikut apapun keputusanmu, kau mengerti?"

"Kau tidak bisa seperti itu, Gulfi!"

"Aku bisa. Tulis saja namaku, apa susahnya, sih? Kau tidak bisa nulis, huh?"

"Aku tidak bisa. Itu melanggar aturan, Gulfi. Kumohon mengertilah!"

BRUAKKK

Dan sekali lagi, Gulf memukul meja miliknya dengan sangat keras. Dan lagi-lagi mereka dibuat kaget olehnya.

"Jangan buat aku marah!" titah Gulf dengan memasang ekspresi datar. Sorot matanya tertuju pada David di sana. Gulf terus melotot ke arah David tanpa berkedip sekalipun.

"B—baiklah. Akan aku tulis namamu dalam daftar," balas David setengah ketakutan. Tubuhnya bahkan sedikit gemetar hanya karena dibentak oleh Gulf.

"L—lalu, siapa yang akan ikut lomba karate?" tanya David lagi pada seisi kelas. Namun mereka hanya diam saja, tidak ada yang mencalonkan diri untuk ikut lomba tersebut.

Lagi-lagi, Gulf mengacungkan tangannya kembali untuk mencalonkan diri.

"Biar aku saja." kata Gulf dengan wajah datar.

"A—ah, baik. Akan kutulis namamu dalam daftar, tunggu sebentar." Dengan cepat, David mencatat nama Gulf dalam daftar. Tubuhnya yang agak gemetar, membuatnya kesulitan saat mencatat nama Gulf.

"Lalu siapa yang akan ikut lomba selanjutnya?"

GULFI - MEWGULFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang