Bagian 27 END

4.6K 180 12
                                    

Rumah ini masih sama, tidak ada yang berubah dari segala sisinya. Tempat yang menjejalkan beragam kenangan meski sebagian lainnya ingin aku enyahkan.

Lelaki itu bersandar di pintu dengan sebelah kakinya bertumpu pada kaki yang lain. Sementara sepasang matanya memindaiku, dengan sudut bibir tertarik penuh kesenangan.

Dia kemudian berjalan mendekat, melepaskan jas yang dikenakan lalu mengambil koperku dengan ketenangan bak air laut.

"Ayo naik. Apa kamu mau tidur di sofa?" Lelaki itu mengangkat sebelah alis, dengan tangan kiri terbenam dalam saku celana.

"Kamu menjebakku lagi?" Aku berdecih dengan kedua tangan mengepal.

"Semua untuk cinta, Arin."

Masih dengan ekspresi datarnya, Mas Alvin bahkan mempertahankan keangkuhan yang seakan meluap dari seluruh pori-pori di tubuhnya.

Gigiku gemeletuk menahan gelombang emosi yang mulai menghempas aliran darahku, bersiap meledakkannya dalam hitungan detik.

"Nggak usah alasan kamu, Mas. Aku benci kamu!"

"Aku tahu karena aku mencintaimu."

Lelaki itu menuruni anak tangga, berjalan menuju ke tempat di mana kakiku berpijak. Jelas ekspresi yang terpasang di wajahku menyiratkan keterkejutan.

Apa yang dia katakan itu sungguh-sungguh atau hanya memanfaatkan keadaan?

"Kamu mungkin membenciku sekarang, dan itu pantas aku dapatkan karena menyakitimu. Maafkan aku, Arin ... karena masalah ini kamu sudah banyak menderita."

Tangan yang dulu begitu hangat menggengam sekarang terasa begitu dingin di hatiku. Mungkin sebagian hatiku masih ada padanya, tapi sebagian lain mulai membatu karena rasa sakit itu.

Tapi ternyata, pelukan lelaki itu memiliki kekuatan yang lebih besar untuk menghancurkan kebekuan itu. Kehangatan tak biasa melebur dalam rimbun jiwa yang nyaris gugur.

Kakiku melemas seiring sapuan lembut di punggungku, dan kami terdiam untuk waktu yang sangat lama. Saling menyerap kehangatan masing-masing. Seakan berbagi kekuatan, dan meyakinkan bahwa rintangan akan selalu datang menghadang.

Tapi sebuah rahasia itu pada akhirnya terbuka dengan sendirinya. Semuanya saling berkaitan antara satu orang, dan beberapa orang yang muncul tanpa diduga.

Kekecewaan mengalir dalam diriku, tapi perasaan yang baru justru mulai tumbuh di hati. Ternyata dia masih seperti satu tahun lalu, suamiku yang namanya masih bertahta dalam jiwa.

                                  ***

"Saya sudah menyelidikinya, Pak. Ini beberapa data, dan bukti keterlibatan Amira Othman dengan Jovan William. Mereka membentuk kelompok, dan memantau Bapak serta Ibu Arinda." File serta data di dalam tas diberikan lelaki itu.

Aku hanya mendengarkan, sibuk menghubungi anak buah Max yang saat ini sedang berusaha mencari keberadaan Amira. Karena semenjak Jovan ditahan, wanita itu menghilang entah ke mana.

"Bagaimana sisanya?"

"Sudah saya bereskan, Bu. Mr, Max sudah mengutus beberapa orang untuk menutup kasusnya, agar tidak sampai diketahui siapapun."

"Bagaimana dengan, Max? Apa dia ada ngomong sesuatu?"

"Sayang, kamu ngapain sih nanya-nanya dia? Ingat, kamu itu masih istriku." Mas Alvin mendengkus sembari menatapku tajam.

"Mas apaan sih? Aku cuma nanya kali."

"Ehem ... Mr. Max cuma berpesan agar Ibu Arinda bertanggung jawab atas janji kepadanya." Lelaki itu melirik Mas Alvin yang langsung memasang wajah tak bersahabat.

Rahasia Suamiku √Donde viven las historias. Descúbrelo ahora