Bagian 13

4.9K 261 14
                                    

"Mas, aku udah siapin makan malam buat kamu." Kudekati Mas Alvin yang masih bersandar di ranjang kamarnya.

Dia membuka mata, menyisir surai sehitam jelaga miliknya ke belakang. Lalu tatapannya tertancap padaku yang berdiri menunggunya di pintu kamar. Ekspresi wajahnya datar seperti biasa, sementara bibir lelaki itu berkedut samar.

"Aku udah kenyang." Sebaris kalimat yang dilontarkannya tak perlu bagiku banyak bertanya-tanya.

Aku lekas menutup kembali pintu kamar lelaki itu. Berjalan menjauh, meninggalkan tempat di mana Mas Alvin masih berteman dengan seluruh dendam di hatinya.

Selama mungkin aku akan bertahan di sisinya, walaupun harus menelan ribuan bara sekaligus duri yang pelan-pelan bisa saja membunuhku.

Napasku tersengal-sengal saat menatap hamparan meja makan yang dipenuhi berbagai macam hidangan. Aku pikir, lelaki itu bisa perlahan melunak, dan mau membuka lembaran hatinya untuk kujelajah, tapi ternyata dia masih seperti sarang laba-laba.

Mendadak nyeri dadaku berdenyut kembali, perih. Cucuran airmata menderas tatkala kesunyian kembali mengisi hati. Pikiranku terus berenang pada percakapan kami tadi siang. Semua rahasia yang selama ini disimpan, dan digenggamnya rapat-rapat perlahan terkelupas.

Akankah semuanya seperti yang selama ini aku harapkan? Sebuah penyelesaian, dan berakhir kebahagiaan dalam mahligai rumah tangga kami berdua.

Aku menelungkupkan wajah di antara kedua tangan tertekuk di atas meja. Perasaan sesal, dan sakit seakan merajamku hingga mati. Sayatan luka yang masih segar, seolah kembali berdarah dengan semua pengakuan sekaligus kedinginan sikapnya padaku.

Kata-kata yang melintasi ingatanku seakan menikam bagai belati. Mendebarkan jantungku dua kali lebih laju, mengetahui dia tak pernah menitipkan rasa untukku. Sebaris kalimat teruntuk wanitanya merobek sisi diriku yang lain.

Aku terhempas, tak sanggup memuntahkan sederet kalimat untuk membalas semua ucapannya. Walaupun aku sempat berpikir bahwa dia memiliki rasa yang tersimpan rapi di labirin hati. Tapi ternyata itu hanyalah ilusi.

Aku mungkin terlalu tinggi berharap, hanya karena godaan memabukkan yang sempat diberikannya. Berharap bisa mendulang asmara dengan lelaki yang begitu kupuja.

Sambil memejamkan mata, alam bawah sadar membuatku mengusap lembut bibir yang beberapa waktu lalu disapu gelora.

"Kenapa kamu nggak makan?" Sebuah suara berat, dan pelukan hangat merambat dari belakang.

Tubuhku menegang beberapa detik, terlebih saat panas napasnya mengembus tengkukku. Aroma tubuhnya masih sama, selalu sanggup menciptakan hawa tak biasa dalam diriku.

Aku menoleh untuk menemukan dirinya sedang menatapku, dengan seutas senyum yang sanggup membuatku kehilangan kata-kata untuk menjawab.

Bibir itu yang sempat menyapukan geloranya. Menciptakan sensasi manis yang tak mungkin enyah dari pikiran.

Aku merasakan tenggorokanku memanas. Lelaki itu membangkitkan hasratku secepat kilat yang melintas di langit. Daya pikatnya terlampau berlebihan.

Debaran jantungku berderap bak kuda perang. Sementara sesuatu dalam diriku menjerit diserbu denyutan yang mendamba.

Pancaran energi yang berkelabat bersama aromanya yang menggiurkan, bagaikan ramuan paling mutakhir untuk membiusku.

Saraf-saraf di tubuhku menegang, dan membuatku merasa canggung akan gairah membara yang menerpa. Sesaat membuatku kehilangan arah, dengan wajah yang terasa terbakar.

Terlebih ketika bayangan itu melintasi ingatan, dan mengusikku. Sementara jemarinya yang panjang telah merambat di sekujur punggungku, hingga rasanya nyaris membuatku lumpuh.

Rahasia Suamiku √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang