[27]

230 6 0
                                    

Jangan menyalahi hati yang melambung terlalu tinggi, tapi apa yang membuatnya hilang diri hingga lupa rasanya tersakiti setiap hari.

Happy reading!

***

"Melodi!"

"Assalamualaikum, Tante."

Tok Tok Tok

"Mel, denger nggak, kayak ada yang ketuk pintu," kata Aisyah menghentikan Melodi yang tengah membereskan meja makan.

Melodi memperhatikan dengan seksama. "Iya deh, Bu. Eum ... suaranya Iza! Bentar Mel ke depan dulu."

Setelahnya Melodi berjalan menuju pintu depan rumahnya.

Ceklek

"Hai Mel!" sapa orang itu. Melodi diam-diam menghela napas pelan. Melihat Iza pagi-pagi sudah di depan rumahnya, ditambah lagi dengan adanya Arthur yang pastinya bersama Iza ke rumahnya.

"Iza, ngapain pagi-pagi gini ke rumah gue?"

Iza merubah ekspresi cerianya menjadi murung. "Jadi gue nggak boleh nih ke sini lagi?" tanya Iza sambil mengerucutkan bibirnya.

"Bukan gitu, cuma ini masih jam enam lebih lima belas menit, dan lo udah ke sini tanpa ngasih tau gue lebih dulu, sama ... Kakak lo lagi." Melodi melirik sang empu saat menyebut namanya.

Arthur menaikkan alisnya tak percaya. Melodi tidak menyebut namanya, apa sekarang mereka sudah sejauh itu?

Lalu Arthur berdehem kecil sebelum berkata, "Gue tunggu di mobil."

Tanpa mendengar balasan dari Melodi dan Iza, Arthur langsung berjalan sesuai ucapannya. Namun ternyata ia tidak masuk ke mobil, melainkan duduk di depan mobil sambil melipat kedua lengannya di dada.

"Mel, berangkat bareng gue ya? Plis plis plis ...," pinta Iza dengan memohon.

"Siapa, Mel?" teriak seseorang dari dalam rumah Melodi.

"Eh Iza ternyata, pagi-pagi gini, udah mau berangkat sekolah?" Aisyah melihat jam dindingnya yang menunjukkan jam enam lebih, bahkan belum ada setengah sepuluh.

"Hehe iya nih, Tan. Soalnya 'kan ini biasanya macet, jadi ya kalo bisa berangkat pagi-pagi, kenapa enggak, iya nggak Tan, Mel."

Aisyah memandang anaknya yang juga sedang memandangnya. "Iya sih. Eh tapi kamu udah sarapan? Sarapan di sini ya."

"Eh nggak usah, Tan. Iza udah sarapan kok tadi. Kalo Melodi udah siap, mending langsung berangkat aja deh, Tan. Biar nggak kena macet aja." Iza melirik Melodi penuh arti.

Sebenarnya Melodi malas, ia tau apa yang di pikirkan oleh temannya itu. Tapi ya sudahlah, mau gimana lagi 'kan?

"Bentar, Za gue ambil tas dulu," ujar Melodi lalu masuk ke rumahnya.

Tak berselang lama, Melodi keluar dengan tas yang menggantung di kedua bahunya. Menandakan kalau ia sudah siap.

"Mel berangkat ya, Bu," pamit Melodi seraya mencium tangan kanan Aisyah.

Hal itu diikuti oleh Iza. "Pamit ya, Tan."

Tiba-tiba Arthur datang dan melakukan hal yang sama. "Berangkat dulu, Tante."

"Iya, hati-hati ya kalian."

"Arthur pelan-pelan nyetirnya, jangan ngebut, yang penting itu selamat sampai tujuan," sambung Aisyah memberi wejangan ke Arthur selaku orang yang akan mengemudikan mobil.

EffortDonde viven las historias. Descúbrelo ahora