[14]

427 23 0
                                    

Sampai di rumah, Melodi segera ke kamar setelah menyapa ibunya yang sedang memasak.

Melodi merebahkan tubuhnya di atas kasur, memejamkan mata. Tanpa sadar bibirnya melengkungkan senyum, ia senang, sangat-sangat senang. Mengingat kejadian tak terduga yang baru saja terjadi. Akhirnya ia berbaikan dengan mantannya tanpa harus ada permusuhan atau dendam lagi.

"Mel." Melodi tersentak saat merasakan hangatnya tangan yang menggenggamnya. Ia menoleh menatap dengan pandangan tanya.

"Maaf, gue tahu gue salah, kemarin-kemarin ... gue maksain kehendak gue, gue egois, gengsi, tapi sekarang gue nggak mau lagi! Gue nggak peduli lagi sama pemikiran itu, gue pengen kayak dulu Mel ... gue tau mungkin nggak secepet ini ... tapi kasih gue kesempatan untuk tetep deket sama lo, walaupun ... sebagai temen."

Melodi kaget mendengar penuturan dari Arthur, ia sangat tau kalo Arthur itu tipikal orang yang sangat gengsi, nggak mau kalah, tapi sekarang ... ia melunturkan ego dan merendahkan gengsinya untuk bisa berbicara seperti tadi, dan jujur saja ia merasa senang, terharu, dan banyak lagi rasa yang berkecamuk di hatinya, hatinya berdebar, jantungnya berdetak lebih kencang dari sebelumnya.

"Iya Kak, maaf juga karena gue memutuskan dengan sepihak, tapi lo tahu gue, kondisi gue sekarang, dan gue ... mau jadi temen lo." Melodi melepas genggaman yang ada dikedua tangannya.

Arthur lega mendengarnya lalu menyodorkan tangannya yang menunjukkan kelingking. "Baikan?" Dan langsung Melodi tanpa ragu melakukan hal yang sama. "Baikan!" balas Melodi. Mereka tertawa secara bersamaan. Merasa lucu dan ... konyol. Mereka itu sepasang manusia remaja menuju dewasa. Dan melakukan perjanjian seperti tadi, merasa seperti anak kecil.

Memang terkadang berdamai dengan masa lalu tidak sesulit itu, tergantung ego dan gengsi masing-masing.

Setelah adegan romance picisan itu, tiba-tiba Iza dan Siska muncul dari tempat persembunyiannya dengan wajah cengar-cengir. "Huh emang bener ya tuh bocah, gue udah ajak Siska juga, tetep aja kena!" batin Melodi. Tapi ia senang juga sih, hehe.

Memang kayaknya otak Iza sangat pintar untuk hal yang seperti ini, sampai di tempat duduk mereka, Iza dan Siska langsung berseru, "CIEE ... CIEEE ... YANG BAIKAN ... IHIRR!"

Rasanya, Melodi ingin menenggelamkan wajahnya ke dasar lautan yang dalam. Ia yakin, pasti mukanya sudah merah padam.

Melodi bangkit dari acara rebahannya, mengambil ponsel di atas nakas, membuka lock screen ponselnya, lalu memilih ikon galeri.

Tiba-tiba ia ingin melihat lihat kembali kenangan dengannya, tertawa lepas bersama seperti tidak ada beban yang menggantung, sebuah kebersamaan pasti menghasilkan suatu kenangan kan?

Ia rindu. Seandainya ia tak memiliki sifat ini, pasti ia masih merasakan yang namanya kehangatan hati. Tapi ya sudahlah.

***

Melihat Melodi di kantin yang tengah duduk sendirian, Iza berniat menghampirinya. "Cieee yang udah baikan ...." Iza sengaja menekankan kata 'baikan' untuk menggoda sahabatnya itu.

"Apasih Za! Masih aja deh." Melodi memutar bola mata malas.

"Haduhhh seneng deh gue! Tinggal nunggu kabar balikan! ihirrrr," godanya lagi dan lagi.

"Zaa udah dehh,  lo kenapa sendiri? Nggak sama temen-temen lo?" Melodi berusaha mengalihkan pembicaraan. Dan untung saja Iza tak menyadarinya. Melodi bersyukur.

"Enggak, gue sengaja misah, gue mau samperin lo, buat ngucapin selamat," kata Iza seraya menaik-naikkan alisnya. Haduhh masih aja ternyata, batin Melodi.

"Eh! Wahh gue di selimurin nih, ngalihin pembicaraan lo!" Iza menggeleng-gelengkan kepala. Lahh, sadar juga nih anak.

"Apasih!" Melodi mengalihkan pandangannya, menatap Siska yang masih saja mengantri.

"Yaudahlah gue pergi, nggak asik." Ketika Iza akan pergi, Melodi mencekal tangannya. "Oke! Sini duduk." Iza tersenyum lebar. "Gitu dong!"

Terpaksa Melodi menahan Iza. Karena sepertinya, Siska masih lama untuk mengantri. Dan daripada ia disini sendirian dan diam saja tak melakukan apapun, lebih baik ada Iza walaupun ia sudah muak dengan apa yang akan dibicarakan nanti.

"Lagian lo aneh banget, masa putus pake alesan aneh gitu, kalo lo nggak putus nih, nggak bakalan ada tuh si Cyndi-Cyndi itu, kita 'kan bisa jadi saudara nantinya, haha."

"Udah deh Za jangan bahas itu mulu, gue eneg tau nggak lo ngomongnya itu ... aja!"

Menghela napas Iza menjawab, "Hmm Iya!"

Mendengar nama Cyndi, Melodi teringat dengan kejadian waktu lalu. Yang ia lihat di taman sedang berduaan dengan seorang cowok.

***

"Emm Dan, kira-kira sampe kapan sih gue harus ngajarin lo?"

"Daniel tampak berpikir. "Enggak tau deh, kenapa? Lo bosen ya?" tanya Daniel. Yah wajar saja, ia merasa tidak enak harus membebankan Melodi untuk mengajarinya. Memang ayahnya itu sangat alay bin lebay. Ia kan orang kaya, bisa aja memakai les private, atau mengikuti bimbel misalnya. Lagian ia tak sebodoh itu.

Awalnya, Daniel enggan untuk belajar bersama atau apalah itu. Tapi ... sekarang ia merasa nyaman.

"Ya... gimana ya Dan, menurut gue lo udah pinter kok ngapain harus belajar sama gue, emang lo nggak bosen, nggak jenuh gitu?"

"Iya sih ... emang dari awal juga kan gue nggak mau di ajarin kayak gini, yaudah nanti gue ngomong sama bu Lita, biar kita udahan aja belajar barengnya." Melodi menganggukkan kepalanya. Ia tak munafik, kalau ia ingin cepat-cepat terbebas dari tanggung jawab ini.

Dengan senang Melodi berseru. "Beneran ya?"

"Iya." Melodi tersenyum senang yang tanpa di sadari ia tengah ditatap lekat oleh cowok di depannya itu.

"Okeedehh, makasih yaa."

"Ngapain makasih 'kan gue belum bilang."

"Ya nggak papa buat dp dulu hehe."

"Lawak juga lo ya, pake dp segala kayak lagi sewa," katanya sambil terkekeh dan reflek tangannya mengacak pelan rambut Melodi.

Melodi terdiam menerima perlakuan dari Daniel. "Eh apaan sih, rusak nih rambut gue!" Melodi melepas tangan Daniel dari kepalanya untuk menghilangkan perasaan anehnya.

Degg

Menatap ke arah lain agar tidak terpaku melihat ke arah Daniel, mata Melodi malah tak sengaja menatap keberadaan seorang cowok yang tak jauh dari tempatnya tengah memandang ke arahnya dengan tatapan yang tak bisa Melodi definisikan.

Seketika perasaannya tidak enak, entah karena apa.


To be continuous

Hoho gimana nih?? Aduhh kurang dapet feel nya ya? Komen dong😭

Jangan lupa vote sama saran juga, karena aku nggak tau apa cerita ini ngebosenin atau nggak, aku nggak tau karena nggak ada yang bilang😭

EffortWhere stories live. Discover now