🧤15🔥

790 147 14
                                    

*Shigaraki POV*

"Akhirnya"

Kenapa perempuan itu?

Sudah lama tidak terlihat malah telrihat makin lemah.

"[Y/n], hei"

Cih, Dabi sok mulai.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya, tiba-tiba dia pingsan dan sekarang mulai batuk-batuk"

"Cih, sial! Jangan ke Ujiko-sensei, aku ada obatnya di rumahnya biar aku ambilkan. Baringkan saja dia di kamar"

"Hei, di sini aku--"

"Bodoh amat Shigaraki"

Cih, anak buah durhaka.

Kenapa dia buru-buru begitu juga?

Memang perempuan itu sakit apa?

Si mukabstaples itu sampai panik.

"Eh, kenapa? Ada apa?"

"Dabi kok marah-marah?"

"Shigaraki, ini laporan dari [y/n]. Aku akan bawa dia ke kamar dulu, Toga Himiko bisa ikut aku sebentar"

"Ha'i~"

Sakit begitu masih bisa buat ini?

Aku membuka buku dan beberapa foro cetak yang dia dapat.

Masih sempat dia melakukannya.

Informasi anak-anak sekolah pahlawan.

Hm...jadi dia yang juara 1?

Berarti dia lebih kuat dari Midoriya Izuku?

Ck, aku tidak fokus!

Aku memutuskan untuk ke lantai atas melihat keadaannya.

Kurogiri turun, aku naik ke atas.

Tinggal dia dan gadis gila itu.

"Kau dari mana saja?"

Aku bisa dengar suara cewek gila itu dari depan pintu.

"Hah, aku cuma ada baju pikachu"

Siapa yang menyimpan baju konyol itu?

"Dah yah, aku nggak tertarik darahmu, oh"

Kami berpapasan.

Dia tidak banyak komentar kali ini dan turun ke bawah.

Tumben, biasanya mengeluh lebih lagi.

Aku masuk ke kamar yang cewek gila tinggal tadi.

Suara batuk dan nafas yang berat menyambutku.

Firasatku mengatakan...ini bukan flu.

"Hei, [y/n]"

Matanya sayu menatapku.

Haruskah aku membawanya ke Ujiko?

"Ku...rushi..."

Aku tidak tahu harus berkata apa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku tidak tahu harus berkata apa.

Aku bukan tipe yang dengan mudah menyemangati seseorang.

Sepanjang hidupku sendiri sudah dihina orang dan orang takut padaku.

Tapi dadaku sakit melihatnya kesakitan begini.

"Go...men..."

Kenapa kau minta maaf?

Untuk apa?

"Aku..."

"Berhenti bicara bodoh, kau nafas saja susah, apa perlu aku menjahit mulutmu itu?"

Silan bukan kalimat seperti itu!

Ah, payah!

Cih, kuso!

"Aku membawa obatmu [y/n]!", Dabi masuk tanpa mengetuk.

Tidak sopan sekali.

Mimik mukanya terlihat gelisah.

"Shigaraki geser sedikit"

"Hm, untuk ini saja kau boleh memerintahku"

"Terserah, pelan minumnya"

Aku melirik bungkusan obat yang dibawa muka staples ini.

Antibiotik? Sakit apa [y/n]?

"Dadamu sakit?"

Dia menggeleng menjawab pertanyaan Dabi.

"Istirahat saja kalau begitu, dibuat berbaring tidak sakit kan?"

"Iie..."

"Hah, jangan pikirkan apapun"

Sejak kapan mereka jadi lebih dekat?

Saat aku akan berdiri, tangannya yang hangat menahanku.

Reflek aku memegang jaket usang Dabi, aku kaget.

Aku kembali duduk di tempatku tadi.

Dabi ikut duduk tapi di pinggir kasur.

"Dia kenapa?", aku rasa kedua orang ini sudah saling mengenal sejak lama.

"Pneumonia"

"Apa? Bawa ke--"

"Tidak perlu, dengan obat itu sudah tidak apa...untuk sekarang"

"Kau ingin dia mati? Kau ingin kita semua tertular?"

"Shigaraki, jangan katakan itu di depannya"

Ck, apaan sih? Berlagak seolah kau pacarnya. "Sejak kapan?"

"Sehari sebelum kami berpisah...saat kami masih seorang bocah"

"Kalau sudah lama kenapa tidak..."

"Sudah dan itu tidak berhasil...hanya obatnya saja sebagai jaga-jaga kalau kumat seperti ini"

Merepotkan.

Lenyapkan saja.

Aku mungkin akan melakukannya sejak tadi, tapi aku tidak mau sekarang.

"Sejak kapan kau berhenti meminum obatmu, [y/n]? Aku sampai beli lagi karena semua obatmu kadaluwarsa"

"Cih, kau marah pada orang sakit. Situ sehat?"

"Diam kau muka tangan"

Aku menepis tangannya yang akan menyentuh [y/n].

Tanganku bergerak sendiri sialan.

Aku tidak ingin ada yang menyentuhnya.

Ah, tapi...waktu itu enak sih.

Kita melakukannya bertiga, ehem.

Tapi itu yang membuatnya tidak mau menemuiku maupun Dabi.

"Oh, kenapa Shigaraki? Aku hanya ingin mengelus kepala pacarku yang manis, tidak boleh?"

"Aku bunuh kalau kau menyentuhnya"

"Haha, lucu berlagak seolah peduli. Kau sendiri saja tidak peduli dia sama sekali"

"Lalu kau? Kau hanya menggunakannya sebagai pemuas nafsu"

"Oh, lalu kau? Waktu itu teelihat kau yang paling menikmati"

"Ehem! Ehem! Kalau bertengkar mending kalian keluar"

Cih, muka topeng sialan.

"Tidak"

"Orang sakit butuh lingkungan yang tenang, ya kan nona [y/n]? Ah, dia tidur ya?"

"Kau saja yang pergi muka tangan"

"Aku? Kau saja muka staples"

"Kalian saja bagaimana?"

Sialan kau Compress malah pakai quirk pada kami.

UntouchableWhere stories live. Discover now