Part 3

782 103 2
                                    

Kain terakhir meninggalkan jejak di belakang Taeyong. Ia telanjang bulat, bagaikan baru saja lahir ke dunia. Ketika ia akhirnya menutup jarak di antara tubuh mereka yang panas, jantung Jaehyun sudah berdebar kencang, berdenyut seperti mengikuti maraton. Dan mungkin memang itu yang terjadi.

Seperti sebelumnya, tiap kali mereka berhubungan intim, Jaehyun tidak punya pilihan selain mengalah, karena tak peduli apa yang pikiran logisnya katakan, Taeyong akan selalu menang, menggodanya dan tak bisa diabaikan.

Ia ingin bertanya lagi. Apa Taeyong serius? Kingpin berambut karamel itu sudah menyebutkan kata terlarang yang menurut pengakuannya adalah sesuatu yang menjadi alerginya — cinta. Apa ia akan mengatakannya seakan ia memang sadar akan perasaannya, dibanding mengira ia merasakannya?

Ha. Tentu saja bukan malam ini, tidak di situasi seperti ini.

Persetan, Jaehyun meyakinkan dirinya seraya menarik yang lebih tua mendekat, kulit telanjang di atas kulit yang masih terbalut pakaian. Tanpa menunggu lampu hijau, bibirnya bertemu dengan bibir Taeyong, dalam-dalam dan begitu bergairah dan lapar. Sepasang lengan melingkar di bahunya, dan bibir pasangannya juga tidak mau kalah, sudah lama sekali, terlalu lama sejak terakhir kali mereka melakukannya.

Tidak, ia tidak akan membiarkan kurangnya privasi dan kemungkinan adanya penonton menghalanginya dari niatnya untuk membuat kekasihnya merasakan semua yang ia tahan selama ini.

Jari Jaehyun meremas pinggang Taeyong dengan geraman, darahnya berlari ke selatan dan membuat miliknya mengeras di bawah sana. Menekan milik Taeyong, yang mana belum sekeras miliknya, dan itu mengganggunya, membuatnya merasa bahwa ciumannya tidak semenggairahkan itu.

Terpompa dengan adrenalin dan keinginan untuk membuat lelakinya runtuh, Jaehyun memutus ciuman mereka untuk membuka kardigannya dan menggelarnya di atas pasir, menggenggam lengan Taeyong dan membaringkan tubuhnya di sana.

Tindakan itu membuat Taeyong tertawa heran namun ia menyesuaikan posisinya, kakinya terbuka lebar tanpa malu-malu. Mata sehitam arang secara otomatis terpusat pada hadiah yang menantinya di antara paha itu, yang selalu membuatnya haus, dan ia tidak membuang waktu lagi, berlutut di tempat seharusnya, dengan terburu-buru membuka celananya.

"Sial," ia menghembuskan napas, penisnya terasa keras di tangannya. Angin yang dingin menggigiti tubuhnya namun tidak ada pengaruhnya karena jilatan api yang menjalarinya dari atas hingga bawah. Rasanya dingin tapi juga panas, dan pemandangan di depannya hanya menambah kegilaan di pikirannya dan mengacaukannya. "Jarang-jarang kau rela berada di bawahku."

"Diamlah." Taeyong berkata, matanya melebar. Helai cokelat rambutnya menghiasi kardigan Jaehyun yang menjadi alas tubuhnya. Jemari panjang nan kurus terasa gatal ingin menyentuh dan meremas dan mencakar jadi itulah yang ia lakukan, menggapai lengan yang lebih muda hingga tubuhnya menutupi tubuhnya sendiri, menghalanginya dari rembulan di atas sana. "Jangan pikirkan tentang lube, aku sudah mengurusnya di pesawat tadi."

Rasa bingung membuat Jaehyun berhenti sejenak sebelum matanya melebar, tersadar dan penuh nafsu, kuat dan intens, mengisi pembuluh darah di sekujur isi tubuhnya. "Taeyong, kau memainkan lubangmu dengan jari?" Bibirnya kembali bertemu dengan pasangannya, bibir yang lembut dan tipis dan manis, sebelum lidahnya menyelam ke dalamnya. Benang saliva menghubungkan lidah mereka ketika ciuman itu terhenti, sebuah momen untuk mengisi paru-paru mereka dengan oksigen. "Apa kau sudah merencanakan semua ini? Apa ini alasannya kau memaksa datang di malam hari? Agar aku bisa menidurimu di tempat terbuka seperti ini? Hm?"

Sembari ia berbicara kotor, yang mana jarang sekali ia lakukan, ia menusukkan dua jari ke dalam lubang sensitif Taeyong. Dan sialan, sudah cukup longgar dan basah dan panas, siap untuk diisi penuh oleh kejantanannya.

[4] What Lies Ahead: Fated (JaeYong)Where stories live. Discover now