Part 6

577 90 0
                                    

"Aku tidak suka cuaca panas ini, Jaehyun. Aku akan terbakar. Aku tahu aku akan terbakar di neraka, bukan di sini. Sangat antiklimaks."

Jaehyun memicing ke arah matahari, segera menyesal ketika sebuah titik menghalangi matanya bahkan setelah ia berkedip berkali-kali, titik hitam itu tidak mau hilang. Semua orang memutuskan untuk bermain di air, semua anggota Invictus yang datang bersama mereka, anggota squadnya pun sudah tersesat di dalam kenikmatan liburan sesaat yang dianugerahkan Kingpin mereka ini.

Semuanya ada di sana kecuali Fort yang nampaknya menyibukkan diri dengan pekerjaannya di Paris lewat telepon. Bahkan Max, sang asisten yang misterius itu pun sedang berbaur dengan yang lainnya.

"Ambil saja payung?"

Seseorang berteriak tangkap! dari kejauhan. Adalah Doyoung yang sedang ternganga melihat bola voli yang terbang di udara, ia mengenakan celana renang biru gelap dan kacamata hitam. Tapi Yuta sedang terdistraksi oleh Winwin yang tidak memakai atasan yang sedang mengubur Ten di dalam pasir bersama Johnny yang juga tidak mengenakan pakaian atas, hingga ia tidak mendengarkan seruan Doyoung, dan sebelum ia menyadarinya, bola itu menabrak wajahnya, membuatnya terhuyung bagai orang bodoh dan menjerit kesakitan, meremas pipinya.

"Dia layak mendapatkan itu," Taeyong berkomentar sambil mendengus sebelum melepaskan sandalnya, jarinya melengkung menyuruh Jaehyun mendekat. "Tidak ada yang berjalan di pinggir pantai dengan payung, Jaehyun. Biarkan aku mengeluh tentang cuaca panas ini. Kalau kulitku tidak menggelap maka liburan ini sia-sia."

Ia tidak akan pernah menang dari Lee Taeyong. Tidak pernah. Entah apa pun topiknya. Maka, Jaehyun hanya mengikutinya, berjalan di sisi yang lebih tua seraya memandangi lautan yang tenang. Airnya surut, para penjaga pantai memperingatkan mereka. Jika mereka ingin berselancar di ombak yang lebih liar, maka mereka harus menunggu hingga tengah hari. Bukannya si penembak jitu ingin — berselancar hanyalah satu hal yang belum pernah ia pelajari meski sewaktu kecil ia sering pergi ke pantai.

Tidak ada yang bicara seiring mereka menapaki pasir yang hangat dan air yang menjilati kaki mereka. Pria yang lebih tinggi berdiri di belakangnya agar ia bisa memandangi punggung Taeyong tanpa harus mencari alasan atas tatapannya yang sentimental dan penuh apresiasi.

Rambutnya sendiri menari dengan angin. Kini sudah kembali hitam. Squadnya yang memberi saran , berkata bahwa ia terlihat lebih cocok dan lebih muda dengan rambut aslinya. Mungkin karena itu warna rambut alaminya. Bahkan Taeyong pun mengatakan hal serupa. Rambut pirangnya memang menawan, namun hitam lebih sempurna bersanding dengan wajahnya.

Tidak jauh dari mereka adalah deretan toko-toko kecil, menjual makanan dan cendera mata kecil dan murah yang bisa mereka bawa pulang. Kenang-kenangan sederhana sebagai pengingat akan liburan yang mereka lewati.

Jaehyun terpaku dengan penampakan lengan Taeyong yang terbuka, otaknya menyuruhnya untuk menjangkau dan menyentuhnya, mungkin melakukan hal yang lain juga, hingga ia tidak menyadari bahwa pria itu sudah berhenti berjalan. Ia menabrak punggung lebar itu, sedikit kehilangan keseimbangan. Warna merah secara otomatis menjalari pipinya, menggantikan warna pucat kulitnya.

Mungkin karena matahari yang terik.

Mata sehitam arang itu mengikuti Taeyong yang menunjuk pada sesuatu di tengah laut. "Lihat itu," ia berkata, suaranya lembut, yang mana tidak seperti biasanya. "Apa itu ikan hiu?"

"Tidak ada hiu di sini, Taeyong. Aku tahu kau tahu itu."

"Perusak suasana. Aku hanya ingin mengobrol soal pantai denganmu. Omong-omong," Mengangkat bahunya, ia berjalan lagi, matanya tidak pernah lepas dari titik yang ditunjuknya tadi. "Kurasa itu benar-benar ikan hiu. Coba bayangkan itu adalah hiu putih supaya lebih seram, dan dia berenang mendekatiku. Apa kau akan menyelam dan menyelamatkanku, menjadi ksatria yang hanya berbalut celana renang dengan tonjolan penis yang menantang?"

Bayangan di kepalanya membuatnya menyembur, liurnya dengan menjijikkan mendarat di ubun-ubun kepala Taeyong. Tentunya ia tidak memberitahu Taeyong. Ia masih sayang nyawanya. "Kenapa harus, sudah ada penjaga pantai yang tugasnya memang untuk menyelamatkanmu." Jarinya mengelap liur yang menetesi sudut bibirnya. "Tugasku adalah mendoakan yang terbaik."

"Yesus!" Taeyong berseru, tergelak. "Itu pintar sekali. Oh, Jaehyun, kau sangat manis. Setidaknya, biarkan aku melihat tonjolan itu sebelum aku mati karena aku yakin penjaga pantai dan aku tidak akan bisa selamat dari ikan monster itu—"

"Salah."

Mereka kompak menoleh ke arah siapa pun itu. Kim Myungsoo menaikkan alisnya ke arah Jaehyun dan mengambil sebuah batu, melemparnya ke laut. "Pantai tidak akan terbuka untuk umum kalau ada hiu di sekitar sini. Jadi kau tidak akan berada di sini, karena aku ragu motel akan dibangun di area berbahaya. Tidak lupa juga testimoni para pengunjung jika mereka tahu ada hewan predator di dalam laut."

"Di samping kemungkinan besar kau benar — well, aku tidak tahu apa pun tentang kehidupan laut, kau juga tidak sedang dibutuhkan saat ini, L," Pemimpin Markas Besar Bordeaux memiringkan kepalanya, menyadari keberadaan asistennya dengan tampang kesal. "Berhentilah menjadi jamur, oke. Kau selalu muncul di saat-saat yang tidak diperlukan."

Jaehyun berputar, menyamarkan senyumannya dengan terbatuk.

Myungsoo tidak memedulikannya. "Tapi aku tidak kenal siapa pun di sini selain teman-temannya." Ia menekankan kata terakhir, merujuk pada Jaehyun. "Kita tidak berteman."

"Apa kau ingin aku mengasuhmu hanya karena aku membawamu pulang kampung setelah, aku tidak tahu berapa tahun lamanya dan tiba-tiba kau tidak tahu caranya menjadi orang Korea lagi?"

Mata biru itu menajam dan melepaskan pandangannya dari mantan Venandi itu, kini sangat menyadari senyuman licik Jaehyun. Dia sedang menikmati ini, ya. "Kau sudah berumur 20 sekian, Myungsoo. Tolong maklumi kurangnya pengetahuanku tentang umurmu karena aku tidak peduli. Kau bisa bergaul dengan anak-anak lain sendiri, bukan." Taeyong kemudian mendekati asistennya dan menepuk bahunya — meski tidak ada kotoran di sana; ia hanya ingin melihat mata pria itu melebar dan mengonfirmasi perasaan yang sudah ia suruh untuk lupakan sejak hari pertama mereka bekerja sama. "Biarkan bosmu ini melakukan reuni yang sudah ditunggu-tunggu dengan bosmu satu lagi, oke?"

Jarak yang begitu dekat itu membuat napas Myungsoo tercekat. Ia mengumpat dalam hati bagaimana mudahnya bagi Lee Taeyong, secara mendadak, memengaruhinya seperti ini. Ia dulu hanyalah pelanggan Venandi. Sekarang ia adalah sebuah tantangan bagi Myungsoo, untuk mendekati seorang Kingpin dari organisasi kelas satu. Ini semua karena pesonanya.

Takdir yang sangat lucu. Bukan salahnya kalau bosnya itu terlalu tampan.

"Oke, aku akan bicara denganmu nanti." Ia akhirnya mengalah, dengan enggan meninggalkan mereka berdua di sana. Ia sebenarnya ingin mengajak Taeyong berjalan-jalan ke toko-toko itu, untuk melihat-lihat, mencoba peruntungannya untuk merebut perhatian bosnya. Lagi pula, masih ada banyak kesempatan. Ia hanya perlu bertindak lebih cepat dari Jung Jaehyun.

Parasit itu terlihat semakin mengecil seiring ia berjalan menjauh, aman dari amukan amarah yang mengancam akan keluar dari tubuh Jaehyun. "Satu gangguan lagi dan penjaga pantai akan punya pekerjaan hari ini."

"Kejam sekali," Suara gelak Taeyong membuatnya melunak dalam sekejap, sudah lupa akan kejadian barusan. Mereka meninggalkan tepi pantai, sekarang berjalan menuju deretan toko. "Biarkan saja. Masih ada hal-hal yang perlu kita perhatikan."

"Apa itu?"

Mereka memasuki salah satu toko yang menjual berbagai barang dari kayu. Kebanyakan adalah peralatan dapur.

"Ini," Yang lebih tua mengambil sendok sup dan memukul kepala Jaehyun dengan benda itu. "Kelihatannya keren. Aku tidak tahu apa yang diinginkan Léonie untuk dapurnya. Dia akan menyukai apa pun yang aku berikan. Hei?" Ia memanggil pemilik toko, menyerahkan sendok itu. "Berikan aku semua jenis peralatan dapur yang kau punya dan masukkan ke dalam plastik daur ulang. Kita peduli pada makhluk laut, bukan?"

Jaehyun merengut. "Kau peduli?"

"99% yang keluar dari mulutku adalah omong kosong, menurut penelitian."

[4] What Lies Ahead: Fated (JaeYong)Where stories live. Discover now