Part 19

436 71 5
                                    

Kagum dengan kegigihan pria itu untuk mempertahankan sandiwara payahnya, pemimpin Markas Besar Bordeaux itu mengambil alih pengakuannya. "Maka aku akan memberitahunya dan mengingatkanmu, karena dari detik pertama aku melihat Jaehyun pingsan di 304, aku langsung tahu itu semua adalah tipuan semata, Myungsoo."

Jaehyun mengerutkan dahinya. Myungsoo melangkah mundur.

Ia menganggap bungkamnya sebagai jawaban, ia melanjutkan, bertekad menghabisi semua niat Kim Myungsoo yang tidak pada tempatnya. "Kau tahu," Taeyong mengambil permen karetnya yang sudah tidak berasa dari giginya dan menjentiknya sembarang. "Jaehyun selalu tidur dengan satu tangan di bawah bantal apa pun keadaannya. Sadar atau mabuk, segar atau lelah. Kalau tidak, dia akan memeluk satu bantal. Malam itu dia kaku sekali, tentu saja dia dipaksa untuk berbaring di sana. Seseorang pasti mengaturnya sedemikian rupa agar wanita malang itu bisa memanjat naik dan duduk di atasnya dan melakukan apa pun yang kau perintahkan sesuai bayarannya."

"Kau tidak berbohong soal wanita itu?" Jaehyun bertanya. Ia benar-benar mabuk malam itu. Jika dipikirkan ulang, ia bisa minum minuman keras dengan baik, namun anehnya ia pingsan di koridor bahkan setelah memuntahkan isi perutnya. Seperti ada sesuatu di dalam botol JD itu.

Pertanyaannya dijawab dengan bentakan. "Diam, Jaehyun. Aku masih bicara, 'kan? Kedua," Taeyong kembali menghadap lelaki yang masih berdiam diri. "Jaehyun bilang seseorang membaringkannya di kamar itu dan orang itu berbau persis. sama. sepertiku." Tiga kata terakhir itu ditekankan dengan tatapannya yang semakin intens detik demi detik. "Apa kau tahu apa yang menarik tentang itu? Tanya aku."

Mereka tidak melewatkan mantan anggota Venandi yang menelan ludah dengan gugup. "Apa?"

Senyum yang sangat lembut yang nyaris menipu mereka muncul di wajah Taeyong. Ia melonggarkan tali di tudungnya. "Yang menarik adalah kita semua waktu itu berbau seperti air laut dan pasir dan aku hanya menggunakan satu parfum, dan tidak ada aroma serupa di seluruh belahan bumi ini, L. Kau tidak tahu itu, 'kan? Jadi bagaimana bisa seseorang berbau sama persis sepertiku? Jaehyun akan langsung mengenalinya karena dialah yang membuatkan parfum itu untukku. Baunya adalah bau yang ingin dihirupnya dariku. Jadi kenapa isi dari botol itu berkurang tepat setelah aku memintamu untuk mengambilkannya di kantor?"

Di titik ini, roda di kepala Jaehyun sudah berhenti berlari karena sudah menemukan jawabannya.

"Jadi kenapa kau mengganti pakaianmu malam itu? Kau keluar dari hotel saat aku baru saja hendak masuk. Kenapa?" Taeyong memiringkan kepalanya, mata birunya menusuk mata hitam Myungsoo. "Karena kau mengambil sedikit parfumku, menyemprotkannya di bajumu agar Jaehyun tidak sadar kalau itu orang lain. Siapa yang akan repot-repot menaruh Jaehyun di kamar yang dekat dengan kamar kami berdua, padahal seluruh lantai itu eksklusif hanya untukku dan dia? Bagaimana orang luar bisa masuk ke dalam hotel tanpa bantuan orang dalam? Kim Myungsoo," Mata birunya bergerak sedikit ke selatan, berisikan pikiran yang menari-nari di kepalanya. "Kau adalah satu-satunya orang yang memiliki niat semacam itu. Sudah kubilang padamu untuk tidak melihatku seperti itu karena bagiku selamanya hanya ada satu laki-laki saja, ingat?"

"Jadi kenapa," Tidak ada yang menduga Taeyong akan melempar tubuh Myungsoo ke dinding, lengannya menekan leher pria itu, "Apa kau ingin mengujiku?" Suaranya rendah, dilumuri racun dan nafsu membunuh.

"Wow," Tidak seperti sebelumnya, Jaehyun hanya berdiri di tempatnya, tidak ingin menghentikan yang lebih tua. "Kau rupanya benar-benar ingin merebut hatinya?" Ia menonton adegan itu dengan raut menghina.

Taeyong mengangkat bahunya santai, menekan lebih keras saat Myungsoo memberontak mencari udara. Ia akan selalu menang, selalu, apalagi ketika pria malang yang sedang menjadi pelampiasan amarahnya tidak pernah dilatih untuk bertarung. "Sepertinya begitu. Aku berencana mengirim si bangsat ini ke Prancis setelah pesta itu, tapi, ya, ada perubahan rencana karena dia berulah. Kenapa aku membiarkanmu pergi setelah mengacaukan bosmu sendiri?"

Myungsoo membuka mulut, mencengkeram tangan Taeyong. "K-kau harus menger—"

"Aku mencintai Jaehyun! Aku hanya mencintai Jaehyun! Apa yang tidak kau mengerti?!"

Ledakan amarah itu, pengakuan yang sudah dinanti-nanti begitu lama membisukan keduanya, terutama Jaehyun yang terguncang, teraduk emosinya sendiri dari relung jiwanya, kewalahan dengan beragam perasaan yang membanjirinya.

Taeyong benar-benar, dengan percaya diri, dengan yakin mencintai Jaehyun, Jaehyun yang tidak pantas mendapatkannya. Dengan caranya sendiri. Dibandingkan dengan pertama kali ia mengatakannya, ketika ia masih tidak yakin, kali ini ia sudah menyadarinya.

Penolakan berputar-putar di mata asistennya. "Kau adalah sampah tidak berguna. Tidak ada alasan bagimu untuk tergila-gila padaku. Hal-hal yang kau lihat di diriku, tidak sebanding dengan hal-hal yang kutunjukkan padanya." Giginya beradu, Taeyong menarik dirinya dan membiarkan pria itu meraba lehernya yang terasa perih, terengah-engah. "Aku ingin kau lenyap dari pandanganku."

"... Apa kau akan membunuhku?"

Bagaikan ia tidak baru saja membentak dengan emosi meluap-luap beberapa saat lalu, Taeyong tersenyum. "Jangan begitu. Aku tidak mau lagi mencuci tanganku dengan darah, kau tahu." Tidak secepat ini, aku baru saja bermandikan darah Soobin. "Jadi aku akan membawamu ke Sungjong, oke?"

Nama anggota Kamar Hitam yang disebutkan itu membuat Myungsoo merinding. "T-tidak, Taeyong—"

"Ya, Taeyong! Aku sudah memberitahunya untuk menyambut kedatanganmu." Dengan tatapan paling mematikan, Taeyong mencondongkan tubuhnya, napas mereka beradu akibat jarak yang begitu dekat. "Dia akan menyayatmu, merusakmu semaunya tapi dia tidak akan membunuhmu. Kau akan berdarah-darah tapi dia tidak akan membiarkanmu mati, mengerti? Dia akan membalut lukamu lagi dan menyiksamu setelahnya. Siksa, obati, siksa, obati — seperti kepingan puzzle, sampai kau akhirnya menyerah dan memohon padanya untuk memotong-motong tubuhmu dan mencincang isi tubuhmu saja. Kau dengar aku?" Sang pelempar pisau lalu melangkah mundur selebar satu kaki. "Johnny?"

Sedetik kemudian pemilik nama tersebut muncul, terlihat begitu bersemangat untuk melayaninya. "Ya?"

"Bawa bedebah ini dan buang dia di Bordeaux. Kalian tahu apa yang harus dilakukan."

Baru saja kembali ke kenyataan setelah terkejut akan pengakuan cinta Taeyong yang tidak diduga-duga, Jaehyun mencicitkan sebuah pertanyaan, matanya melebar. "Kau sudah tahu semua ini, ya?"

"Oh, seluruh anggota squad sudah tahu tapi percayalah aku masih terkaget-kaget tentang pengkhianatan ini. Aku bahkan tidak menyadarinya! Omong-omong, kemari kau—" Johnny menarik Myungsoo dan memukul telak tengkuknya hingga pria itu langsung jatuh lemas, ia dengan cepat menggendong tubuh itu. "Jadi sampai jumpa dua minggu lagi? Sepertinya ada satu acara lagi setelah ini." Dengan kedipan mata menggoda ke arah Jaehyun, Johnny pergi dengan Myungsoo yang tak sadarkan diri untuk dibawa ke Markas Besar.

[4] What Lies Ahead: Fated (JaeYong)Where stories live. Discover now