Part 21

532 71 1
                                    

Segala rencana sudah diselesaikan di Korea dan sisa dari pekerjaannya sudah ditangani bawahannya, Taeyong berselonjor di kursinya, di depan laptop di kantor Red Phoenix. Ia harus mengawasi apa pun yang terjadi di dalam kasino dan juga di bisnis pencucian uangnya, sesuatu yang dihindarinya untuk beberapa lama, lagi-lagi tuntutan pekerjaan yang mengganggu membebani pundaknya. Meski setidaknya, Jaehyun akan mengambil alih urusan dengan Garnet begitu juga dengan deal bisnis mereka di Eropa. Sebuah beban besar terangkat darinya, akhirnya.

Karena ia tahu ia tidak bisa menangani semuanya secara bersamaan, karena kini ia punya suatu hal yang jauh lebih penting — proses legal dari pernikahan mereka.

Tidak akan memakan waktu lama. Menjadi seseorang yang memiliki koneksi dan sumbangan dana yang cukup besar untuk Bordeaux, lebih mudah baginya meminta surat-surat yang diperlukan untuk dikeluarkan. Proses yang biasanya memakan waktu 4 minggu bisa dipercepat menjadi 3 minggu, maksimal. Jaehyun adalah orang asing, dan ada lebih banyak syarat baginya dibanding Taeyong.

Mereka sudah menjalani interviu kemarin di mairie (balai kota) untuk pendaftaran pernikahan. Semua urusan legal sudah dijelaskan, dan segera setelah persyaratan mereka lengkap, mereka boleh langsung menetapkan tanggal upacaranya. Hanya beberapa orang yang akan hadir — ibunya, squad, dan Fort. Ayah Jaehyun sudah tidak ada dalam daftar. Pria tua itu tidak terlalu menerima keputusan dan pilihan putranya, menolak untuk mendatangi acara yang mungkin akan menjadi hari yang paling penting dalam hidup Jaehyun. Kingpin yang lebih muda tidak terlalu mengambil pusing, ia sudah menduga itu akan terjadi.

Dan sembari menunggu proses legal mereka rampung, Jaehyun sedang bersama Fort untuk menyelesaikan beberapa hal dengan klien-klien mereka, sedangkan Taeyong, well, ia ada di dalam kantornya sambil memutar otak untuk memutuskan apa yang akan dilakukannya di malam pernikahan.

Sebenarnya, ia sedang berdebat dengan dirinya sendiri. Ia tidak perlu sesuatu yang spesial; itu bukan gayanya. Taeyong tidak peduli pada acara apa pun, bahkan hari ulang tahun dilewati hanya dengan apa pun yang bisa dilakukannya di atas ranjang bersama sang tunangan. Jadi apa yang membuat pernikahan ini berbeda hingga ia dilanda stres, laptopnya yang malang menjadi pelampiasan dari keputusasaannya ketika ia memencet-mencet keyboard dengan agresif? Jika satu keping dari papan itu loncat dan terbang, ia tidak akan terkejut.

"Sialan," dahinya mendarat di atas keyboard dan sederet kata-kata tidak jelas terketik di layar. "Apa yang harus kulakukan?"

"Mungkin kau harus bangun dari laptop itu dan kerjakan apa yang harus dikerjakan oleh seorang bos? Dengan benar."

Mata Taeyong diputar sebelum ia menoleh ke samping, kepalanya masih menempel di atas laptop. "Sudah kubilang ketuk dulu."

Perempuan berbalutkan gaun pas badan berwarna merah, berkelip-kelip dan tipis, mengangkat bahunya cuek seraya duduk di pinggiran meja, memutar-mutar rambut panjangnya yang dikepang. "Aku sudah mengetuk, Ethan. Dan jelas kau tidak dengar karena," ia berhenti, mengangkat alisnya melihat posisi bosnya yang aneh. "Kau sibuk mencoba membunuh dirimu sendiri sampai kau tidak memerhatikan sekitarmu."

Sindiran itu dijawab dengan hembusan napas kasar dari sang pelempar pisau yang akhirnya duduk dengan benar, satu kaki disilangkan di atas satu kaki lainnya dan tangannya dilipat di perut. Ada jejak berbentuk persegi di dahinya. "Kau tahu kau hanya boleh ke sini kalau ada sesuatu yang penting, 'kan?"

"Aku tahu, astaga," terdengar lelah, ia turun dari meja itu untuk melemparinya sebatang cokelat. Taeyong membuka pembungkusnya dan menggigit sepotong besar, mengunyah dengan berisik. "Sebenarnya, aku menguping dari anak-anak Kamar Hitam." Ia tersenyum miring, kepalanya dimiringkan sambil memandangi bosnya. "Katanya mereka membawa L?"

Rasa manis dari cokelat dan karamel yang mampu melubangi gigi itu melumuri mulut Taeyong, lidahnya dijalankan di sudut bibirnya. "Benar. Kenapa, apa kau ke sini untuk bergosip, Jennie? Aku membayarmu untuk menghibur para keparat di bar."

"Ini jam istirahatku! Lisa mengambil alih," Jennie terkekeh, satu tangan menutupi senyumnya. "Jadi siapa yang akan mengerjakan pekerjaanmu? Apakah itu alasanmu membanting kepala di atas keyboard? Tidak ada lagi orang yang akan mengerjakan tugas-tugasmu?"

"Kau cerewet sekali," Taeyong meremas bungkus kosong itu dan dengan akurat melemparnya ke dalam tempat sampah. "Jaehyun bersamaku. Dia akan tinggal di sini."

Seolah-olah kabar itu sangat mengejutkan baginya, Jennie bersandar dengan tangan yang ditumpukan di atas meja, tampak bersemangat dan matanya berkilat-kilat. "Apa kau serius? Dia benar-benar akan memimpin di sini bersamamu? Sungguh?"

"... Kenapa kau terdengar begitu tertarik?"

Pertanyaan itu membuatnya memutar mata. "Karena, aku bahagia untukmu. Kau bilang kau ingin menyeretnya ke sini dan ternyata kau benar-benar melakukannya."

"Ya," Taeyong merespon dengan suara kecil, teringat akan masalahnya sekali lagi. "Ada beberapa perubahan nantinya, seharusnya kecil, karena dia tentunya akan punya komentar tentang bagaimana aku menjalankan tempat ini."

"Tidak masalah. Pada akhirnya, semua orang di sini akan patuh padamu, dan bukan orang lain. kami tidak suka perintahnya, kami bisa mengadu padamu, 'kan?"

Fakta bahwa mereka tahu siapa yang harus diakui, dijunjung, dan diberikan kesetiaan meski memiliki satu orang pemimpin lagi mulai membuatnya sombong dan merasa superior. Akhirnya, Jaehyun akan tahu bagaimana rasanya disingkirkan dan dikucilkan.

"Tentu saja," Taeyong meyakinkannya dengan senyum kecil sebelum mengulurkan tangan untuk menarik ritsleting gaun gadis itu ke atas, menyembunyikan dadanya yang menyembul. "Dan aku tahu kau ke sini bukan hanya untuk bergosip saja."

Tertangkap basah, ia menepis tangan bosnya dan duduk di atas meja sekali lagi. "Aku akan mengucapkan selamat padamu karena kau tidak akan mati sendirian."

"...Terima kasih."

Masih terusik dengan pikirannya tadi, sesuatu terlintas di benaknya untuk menanyakan pendapat Jennie, mungkin ia bisa membantunya. Mungkin, ia tahu lebih banyak daripadanya tentang itu.

Dengan jantung yang berdegup lumayan kencang, ia membeberkan masalahnya. "Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk honeymoon."

Wajah Jennie terlihat menghakimi. "Aku akan bertaruh setengah kuku kakiku kalian akan bercinta saja, jadi kenapa kau begitu khawatir?"

Oh, bagus. Sangat membantu.

"Dengar, Jennie, kalau aku tahu apa yang harus kulakukan, aku tidak akan membiarkanmu ada di ruangan ini sekarang. Ya, kami akan bercinta. Tapi kami selalu bercinta. Dan akan terus bercinta sepanjang bulan madu. Masalahnya adalah aku harus melakukan sesuatu yang berbeda."

"Aku bukan orang yang tepat untuk memberimu saran tentang kehidupan rumah tangga."

"Aku tahu!" Taeyong berseru, kini menggigit kukunya. Gadis itu tidak terlihat peduli dengan seruannya. "Beberapa istri melakukan pertunjukan seksi, kau tahu."

Jennie mendengus. "Kau bukan istri."

"Kau tahu maksudku."

"Lalu apa," Jennie melihat sekitarnya, tidak percaya Ethan berbagi masalah besarnya. "Kau pikir aku bisa membantumu?"

"Sebenarnya, ya. Aku tidak tahu harus bertanya pada siapa lagi."

"Hah. Jadi dirimu sendiri saja? Kau punya banyak kink, gunakanlah keahlianmu itu. Kalau kau punya banyak kink, segalanya akan mungkin terjadi."

Taeyong menatapnya. "Aku sudah tahu itu."

Keduanya beradu pandang untuk beberapa detik sebelum wajah Jennie menjadi cerah ketika sesuatu muncul di otaknya, dan ia turun dari meja, lengannya melingkari leher bosnya dari belakang. "Kurasa aku tahu cara untuk membantumu."

Sebuah bunyi 'bip' datang dari laptopnya dan Taeyong mengklik sebuah surel masuk, mata birunya membaca isinya dengan cepat. "Singkirkan lenganmu itu atau aku akan melepaskannya dari tubuhmu dan menggantungnya di bar, Jennie."

"Ooh, aku takut," ia menggoda namun langsung melepaskan pelukannya. "Aku yakin dia akan meneteskan air liurnya kalau kau melakukan ini..."

Taeyong selesai membalas pesan itu sebelum memutar kursinya untuk melihat Jennie. "Katakan padaku."

[4] What Lies Ahead: Fated (JaeYong)Where stories live. Discover now