EPILOG

885 86 7
                                    

Mereka menyaksikan gelanggang itu dari balkon gudang besar yang sudah direnovasi. Wajah Jaehyun mengeras saat sang pembawa acara mengumumkan mulainya satu ronde baru. Taeyong bermandikan keringat, kaus hitamnya melekat pada tubuhnya seperti kulit kedua. Tangannya, dibalut perban yang bernodakan darah digelungkan menjadi sebuah kepalan seraya memperlebar kuda-kudanya ketika lawan barunya muncul. Ini ronde kedua; Taeyong baru saja membunuh lawan pertama yang menantangnya dalam sebuah duel — hanya dengan tangan dan kaki, tanpa senjata.

Klub tarung itu baru saja dibuka sekitar sebulan lalu. Orang-orang yang bertarung dengan sukarela akan dinyatakan menang jika lawannya mati. Siapa pun yang bertahan hidup di akhir akan mendapatkan uang yang dilemparkan oleh para petaruh yang punya harta berlebih.

Invictuslah yang memiliki klub ini. Dibuka tidak lama setelah mereka berdua pulang dari bulan madu. Adalah sumber uang di pinggiran kota dan juga hiburan terbaru di Bordeaux. Tentu saja, Taeyong tidak melewatkan kesempatan ini, terutama ketika ia bisa melakukan penyamaran, tidak membiarkan orang lain mengetahui identitas aslinya dan bertarung semaunya, ia tahu ia akan selalu menjadi pemenangnya.

Jaehyun sempat menyuarakan kekhawatirannya. Taeyong dengan cepat menepis keluhannya itu, berkata ia tidak akan membiarkan dirinya dibunuh oleh orang asing yang bukan siapa-siapa. Jaehyun percaya padanya. Taeyong terkadang turun untuk bertanding. Malam ini adalah salah satu contohnya.

Ia biasanya tidak datang untuk menyaksikan pertandingan, namun jika iya, Jaehyun akan memastikan dirinya ikut menonton. Seperti Taeyong, tidak ada penonton yang merupakan orang-orang awam itu yang tahu identitas mereka, mengira pria itu hanyalah pebisnis biasa. Hanya pekerja di gudang itulah yang tahu bahwa pasangan itu adalah pemimpin utama dari klub tarung ini.

Sungjong bersandar di pembatas, menarik-narik sarung tangan kulitnya. "Apa Bos akan mengambil uang yang didapatkannya di sini?"

"Ya, tapi dia akan menyimpannya di rekening terpisah. Aku tidak tahu apa gunanya. Dia tidak mau bilang." Jaehyun memusatkan pandangannya pada Taeyong, memicingkan matanya ketika sang musuh berhasil meninju wajah suaminya.

"Mungkin bukan hal serius. Dia tidak memilih lawan yang terkuat; lawannya sekarang tidak bernilai semahal itu."

"Itu karena aku memintanya untuk memilih lawan-lawan seperti itu. Aku yakin dia bisa membunuh mereka yang ada di daftar peserta, tapi aku tidak mau mengambil risiko."

"Waktu dia bilang akan ada perubahan di Kamar Hitam, rupanya dia tidak bercanda, ya?" Penyiksa berambut pirang itu melirik ke sisinya. "Bisa kulihat kalian punya kendali yang sepadan."

Perhatiannya masih di Taeyong, Jaehyun mengangkat bahunya dan menjentikkan jarinya untuk memanggil seseorang, berbisik sebentar lalu mengusir pria itu. "Apa kau ingin bertanya sesuatu padaku, Sungjong?"

"Hm, memang benar adanya ungkapan yang berkata kau akan berubah menjadi seperti orang yang kau cintai," Tersenyum miring, Sungjong mengalihkan pandangannya dari ring untuk menatap Kingpin Invictus itu. "Myungsoo sudah tidak kuat lagi. Sejak Ethan menyuruhku untuk menyiksanya semauku, aku berharap kau memberi opini lain kalau aku minta kejelasan tentang tugasku. Hei, Jaehyun, kalau aku ingin membawa L bersamaku, di luar Kamar Hitam, apa kau akan mengizinkanku?"

Jaehyun mengulang pertanyaan itu di otaknya beberapa kali, lalu berhenti ketika pembawa acara mengumumkan ronde telah usai, melemparkan segenggam uang ke arah Taeyong. Pelempar pisau itu mengambil lembaran-lembaran yang ada di lantai, cincin perak di jarinya berkilau di bawah pantulan cahaya terang.

"Taeyong!"

Mendengar namanya dipanggil, Taeyong melihat ke balkon. Ada goresan di atas alisnya dan campuran keringat serta darah mengaliri matanya, membuatnya merasa perih.

[4] What Lies Ahead: Fated (JaeYong)Where stories live. Discover now