[4] What Lies Ahead: Fated (JaeYong)

Part 24

Sudah diputuskan bahwa mereka akan berbulan madu dengan berlayar. Setelah mengemas barang dan melakukan pemeriksaan akhir di Markas Besar, keduanya langsung menuju di mana kapal Crystal Serenity berada. Koper di tangan, mereka menaiki kapal tepat waktu, kemudian menempati Crystal Penthouse yang sudah mereka sewa.

Suite itu memiliki ruang tamu yang luas dan juga chandelier atau lampu gantung bertaburkan kristal Swarovski. Ruang makannya menghadap ke samudra. Taeyong menyeret sepatunya di atas lantai serambi yang berbatu, menjatuhkan tasnya di atas ranjang berukuran queen sebelum akhirnya mengistirahatkan kakinya. Sembari duduk di atas kasurnya sambil memeriksa pesan-pesan yang masuk di ponselnya, Jaehyun memutuskan untuk melihat-lihat ke sekeliling kamar yang sempurna itu.

Ada dua lemari walk-in (lemari pakaian yang bisa dimasuki penggunanya). Di kamar mandinya adalah bak mandi air panas atau jacuzzi yang tentu akan dicobanya besok. Juga ada jendela di dalamnya yang memungkinkan mereka untuk melihat riak air laut biru di luar sana. Lebih lagi, ia tidak akan bosan membasuh dirinya karena ada televisi yang ditempel di dinding.

Tapi hal terbaik dari suite ini bukanlah kemewahan yang ditonjolkan, namun bar yang dibangun spesial yang memuat minuman-minuman favoritnya. Ia tidak sabar untuk menenggak semuanya dengan Taeyong, dengan berbagai macam cara.

"Taeyong, kau mau mandi sekarang?" Jaehyun menengok dari dalam kamar mandi. "Kita bisa berkeliling besok. Ini sudah malam."

"Ya, oke, tunggu sebentar."

Dengan bersemangat, Jaehyun melepaskan jasnya dan melemparnya sembarangan ke dalam keranjang. Ketika Taeyong belum juga datang, ia mengisi bak berendam itu dengan air sabun dan langsung masuk ke dalamnya saat sudah siap.

Pintu kamar mandi terbuka. Jaehyun menyisir rambutnya dengan jari, membasahi helainya sambil menonton suaminya melucuti pakaiannya satu per satu.

Ia merasakan kejantanannya mulai mengeras.

Tanpa kata-kata, tanpa melihat ke arah yang lebih muda, Taeyong bergabung dengannya di dalam bak itu. Air yang bergelombang itu tumpah ke tepian bak yang terbuat dari marmer ketika Taeyong sedikit merosotkan tubuhnya, kakinya menyentuh kaki Jaehyun.

Tidak ada yang bergerak selama semenit. Mata Taeyong terpejam merasakan air melemaskan otot-ototnya, dan Jaehyun memandanginya, satu tangannya sudah menggenggam miliknya yang keras.

Ia bahkan tidak tahu mengapa ia menanti. Ia tahu ia bisa saja memulai lebih dulu, namun ia seakan sadar bahwa Taeyong sedang tidak ingin melakukannya. Biasanya, yang lebih tua akan menjadi yang lebih dulu mendatanginya, selalu bernafsu dan menggodanya.

Apa mungkin dia sedang lelah? Kita tadi memang bangun terlalu pagi. Haruskah aku membiarkannya beristirahat? Tapi ini malam pernikahan kita...

Sedikit kecewa tapi juga ingin memahami Taeyong, Jaehyun membuang napasnya, memutuskan untuk menundanya hingga esok hari. Ia tahu ia akan merasa ngilu karena blue balls yang dirasakannya di malam pertama bersama suaminya.

Dua puluh menit kemudian, Jaehyun keluar dari kamar mandi dan berbaring di kasurnya dengan hanya mengenakan boxer. Taeyong bergerak begitu lambat, terlihat malas ketika ia keluar dari bak mandi dan mengeringkan tubuhnya. Satu hal terakhir yang dilihat Jaehyun dilakukannya adalah mengintip ke dalam tas jinjingnya yang berwarna opak sebelum yang lebih muda meninggalkannya.

Jaehyun masih sangat keras. Ia tidak bisa memainkan miliknya di dalam air jika Taeyong masih di sana. Dan kini, membayangkan tubuh telanjang suaminya, ia tahu ia sangat payah dalam usahanya menenangkan diri.

Hampir 10 menit berlalu sejak ia berbaring di tempat tidur. Kepala Jaehyun menoleh ke samping saat Taeyong berjalan dalam balutan jubah mandi berwarna putih yang sangat pas di tubuhnya dan — apakah itu celana panjang hitam? Tapi untuk apa? Rambutnya sedikit basah namun jelas sudah diseka dengan handuk agar airnya tidak menetes. Tanpa satu kata pun, Taeyong berdiri di kaki ranjang, menatap Jaehyun kosong.