Part 5

629 87 3
                                    

Restoran di lantai dasar dipenuhi dengan suara berbisik ketika kedua Kingpin Invictus turun untuk sarapan, dengan Jaehyun yang berjalan di depan dan diikuti Taeyong di belakangnya dengan postur tubuh yang buruk. Ada meja panjang di tengah-tengah ruangan, dua meja yang digabung menjadi satu agar anggota-anggota penting organisasi bisa duduk bersama, membentuk sebuah situasi kekeluargaan — yang mana, membuat Taeyong cemberut ketika melihat itu.

"Ide siapa ini?" Ia langsung bertanya, mengambil kursi di paling ujung. Setidaknya, Jaehyun duduk di sebelahnya. Di seberangnya adalah Yunho, dengan senyuman kecil di wajahnya.

Eh, apa kita berakting bagai keluarga sekarang?

Di sisi pemimpin Garnet itu adalah mantan dokter Red Phoenix, Kim Jaejoong. Sesuatu berputar di otak sang pelempar pisau, sekelebat pikiran yang seharusnya tidak ia pedulikan, namun ia tahu sesuatu pasti terjadi di antara sang bos mafia dan dokter yang pendiam itu.

Imajinasinya berjalan liar. Jaejoong melirik ke arahnya sebelum berdeham dan sedikit menjauh, memberi jarak antara dirinya dan bos organisasi barunya.

Lee Taeyong selalu tahu apa yang terjadi.

Cemberut di wajahnya menghilang saat ia menyadari bahwa informasi yang terkesan tak berguna itu, bisa, dan ia yakin bisa menjadi bahan pemerasan. Mungkin jika ia menginginkan sesuatu yang tidak bisa diizinkan dengan mudah oleh Yunho. Ia bisa menyebutkan nama dokter itu.

Jaehyun mengisyaratkan pelayan untuk menyajikan makanan — segala olahan laut tersedia dan ia menggelar serbetnya. Sebuah kilatan tertangkap oleh sudut matanya dan sebelum Taeyong bisa menyentuhnya, ia berhasil merebut pisau itu darinya, menyembunyikannya di bawah piringnya sendiri. "Kau tahu aturannya."

"Berengsek," Taeyong mendesis, nadanya kesal namun tidak ada ekspresi apa-apa di wajahnya. Seperti orang gila yang seharusnya. "Bagaimana caranya aku memotong roti bakar ini seperti manusia normal?"

"Kenapa kau mendapat roti bakar?" Pertanyaan Jaehyun membuat yang lebih tua semakin kesal dan tidak peduli lagi pada etika, ia mengangkat kakinya naik di atas kursi, lututnya menempel di dada. "Aneh sekali." Ia melihat French toast di atas piring Taeyong sembari mengabaikan tatapannya yang tajam. "Gunakan tanganmu."

Hening di seisi ruangan, seakan setiap orang yang ada di sana, kecuali para staf hotel, sedang menanti apa yang akan dilakukan oleh pembuat onar Red Phoenix itu.

Kemalangan Edogawa berputar kembali di kepala Jaehyun, memperingatkannya bahwa ia mungkin akan mengalami hal yang sama. Matanya melihat ke arah tangan Taeyong. Masih bergeming.

"Kau bedebah," Taeyong menjawabnya setengah menit kemudian, detik demi detik dihitungnya dengan hati-hati dalam hati. Ia mengambil roti itu dengan satu tangan, dengan cuek menyobek dan mengoyaknya dengan gigi. Ia tidak lagi melihat Jaehyun namun ke sembarang arah, di atas bahu Yunho. "Memperlakukanku seperti sampah."

Apa itu penting? Tentu tidak. Percayakan pada Lee Taeyong yang mengaku ia kesal diperlakukan tidak adil walau kenyataannya sangat susah untuk membuatnya mengerti akan hal-hal dasar. Jaehyun tahu betul ia tidak boleh memasukkan sindirannya ke dalam hati.

Sedikit malu-malu, Jaehyun mendesah, melambaikan tangan agar yang lainnya kembali melanjutkan sarapan. "Aku hanya berjaga-jaga, Taeyong. Kau tahu aku melakukan semua ini untukmu."

Kata-kata itu berdering di telinganya seakan mengejeknya. Sebelum akhirnya menghilang. Taeyong mengabaikan Jaehyun agar ia bisa menghabiskan roti bakarnya sebelum mengambil seekor lobster dari piring di hadapan Jaejoong, tidak memedulikan panasnya dan menjatuhkan makanan itu di atas piringnya.

Bedebah tak berotak. Apa yang dia pikirkan tentangku? Aku sudah sukarela mengikuti terapi tak berguna itu supaya aku sembuh seperti yang dia inginkan. Dia tidak pernah percaya padaku, selalu berpikir aku akan kambuh kembali seperti dulu, ia meneriakkan kata-kata itu di dalam kepalanya. Itulah satu-satunya hal yang bisa ia lakukan untuk saat ini sejak ia berjanji pada Jaehyun bahwa ia akan mencoba untuk berubah. Ia harus menekan amarahnya dalam-dalam sebisa mungkin untuk menghindari kambuhnya sifat agresif itu.

[4] What Lies Ahead: Fated (JaeYong)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora