Part 9

490 71 0
                                    

"Kemari, Idiot." Taeyong menarik tangan Jaehyun sambil berjalan mendekati teman-temannya. Ia menyuruh seseorang untuk membawakan garam dan juga jeruk nipis dan ketika semua sudah lengkap, ia mendorong Jaehyun untuk berbaring di meja, benda-benda di atasnya sudah disapu dengan tangannya, bergelinding dan berjatuhan di atas hamparan pasir.

Ia tidak hanya terkejut bukan main. Jaehyun ternganga memandangi kekasihnya yang kini menggulung pakaian yang lebih muda ke atas, menaburi dadanya dengan garam sebelum memasukkan sepotong jeruk nipis ke dalam mulut Jaehyun.

"Apa kau pernah melakukan body shot?" Taeyong bertanya, membuka tutup botol tequila. "Sebelum kau bertanya, aku melihat permainan ini berkali-kali di kasino. Kelihatannya seru jadi aku ingin mencobanya sekarang, padamu."

"O-oke," Ia berhasil menggumamkan jawaban walau ada jeruk nipis di antara bibirnya. Seluruh anggota yang hadir kini mengerubungi mereka, bahkan Fort tertarik dengan apa yang akan terjadi, menonton dari pinggir seraya meminum alkoholnya.

Tidak lama sebelum sang pelempar pisau menenggak minuman itu, lalu Jaehyun merasakan ada jilatan yang menggelitik di pusarnya, kemudian Taeyong berpindah untuk mengisap air dari jeruk nipisnya. Jantung Jaehyun berdebar di dalam rongga rusuknya, detaknya bergemuruh tanpa ampun ketika pria setengah Prancis itu menganiaya bibirnya. Ia lebih dari senang bahwa jeruk nipis itu berada di mulutnya karena ia bisa membayangkan apa yang akan ia lakukan jika orang lain mengambil posisinya, dan itu bukanlah pemandangan yang indah.

Taeyong mengulangi gerakannya lagi, lidah lembapnya melingkari puting kirinya hingga mengeras akibat godaan yang intens dan juga semilir angin malam, ia bahkan tidak sadar kekasihnya menaburinya dengan garam tapi apa ia punya hak untuk bertanya? Yang penting adalah bagaimana Ethan menjilati kulitnya di hadapan banyak sekali penonton, lehernya serasa terbakar, dan ketika Jaehyun menoleh ke kiri, ia melihat Kim Myungsoo dengan tatapan membunuh.

Sekarang ia tahu mengapa Taeyong ingin mengajak serangga itu di dekatnya. Mungkin pembunuhan adalah hobi mereka berdua.

"Pelan-pelan, Taeyong." Jaehyun tergelak setelah meludahkan jeruk nipisnya, mendorong tubuhnya untuk duduk. "Aku mengerti sekarang." Satu tangannya menarik tengkuk Taeyong mendekat sebelum mengundangnya dalam sebuah ciuman bergairah yang membakar paru-paru mereka namun tak membuat mereka gentar, menguji batas.

Saat ia merasakan tanda-tanda kehabisan udara, Jaehyun dengan enggan menghentikan ciuman tersebut, matanya terhubung dengan mata Taeyong. "Ambilkan aku JD (Jack Daniel's). Kalau aku tidak minum saat ini juga aku bisa menidurimu di sini."

"Tidak terdengar buruk bagiku."

Menerobos kerumunan itu, Taeyong mencari minuman keras yang diminta sebelum sebuah botol yang sudah terbuka ditempelkan di perutnya. Asistennya terlihat sebal.

"Cepatlah, Tuan." Gelar hormat itu tidak terdengar sopan ketika Myungsoo mengucapkannya. Malah, terdengar kebencian di dalamnya. "Sepertinya bos keduaku membutuhkannya."

Taeyong menggumamkan jawaban. Tanpa waktu untuk fokus pada ketertarikan asistennya dan juga fakta bahwa pria itu tidak punya hak untuk cemburu, ia berlari kecil menuju Jaehyun tepat saat This Is What You Came For mengalun, ia mengusir para penonton itu dengan ancaman yang tidak perlu.

"Playlist siapa ini?" Ia berteriak di sela-sela musik yang berisik, tidak melewatkan kepala Ten yang menoleh ke arahnya dengan tatapan bingung sebelum kembali menjadi jail. "Aku akan mengebirimu, Kurcaci! Tidak ada yang suka musik remaja Amerika di sini!"

Minuman keras itu mengaliri lehernya sebelum rasa hangat menyelimutinya bagaikan ia duduk di sebelah api unggun. Jaehyun minum langsung dari botolnya, tidak peduli pada sakit kepala yang akan menghampirinya esok pagi. Akan sangat menyebalkan mengingat besok mereka sudah harus kembali ke realita. "Klien lokal memberi respon yang positif. Sepertinya kita harus mengubah harga."

Musik tiba-tiba berganti, suatu lagu yang Taeyong tidak tahu judulnya namun lagu Korea. Mungkin lagu yang sedang terkenal di kalangan orang lokal. "Mengambil keuntungan dari permintaan mereka? Layanan jenis apa?"

Jaehyun meringis setelah satu tegukan. "Wanita-wanita. Banyak petinggi yang ingin berpartisipasi."

"Maka itu berarti kita akan menjadi semakin aman dan dilindungi." Kingpin kedua bersandar di tepi meja dengan lengan tersilang di dada. "Polisi dan politikus?"

"Polisi dan politikus. Supaya aman, uang mereka disimpan di rekening luar negeri. Kita harus mengurus itu saat kembali nanti. Kontrak dan segala macamnya."

"Sekarang kau sudah ahli dalam hal itu. Narkoba yang kita kirimkan dari Prancis mengalami gangguan. Dua kali keterlambatan."

"Hah? Ada apa?"

Taeyong mengerucutkan bibirnya, taringnya mengunyah bibir. "Waktu itu, akulah yang memilah paketnya dan aku high (mabuk melayang karena narkoba)—"

Jaehyun bergidik, menatapnya tajam. "Aku tidak akan memarahimu karena sudah memakai narkoba karena itu adalah barang yang kita jual namun kau harus konsentrasi penuh ketika menyentuh barang-barang itu."

Mereka beradu tatap di tengah-tengah megahnya pesta. Jaehyun menggosok wajahnya dengan tangan dan mendesah. "Hanya keterlambatan. Kenapa bisa terjadi keterlambatan? Apa kau melakukan kesalahan dan menukar barangnya?"

"Tidak tahu. Sudah kubilang aku high. Mungkin dilaporkan padaku tapi aku tidak terlalu mendengarkan asistenku. Ia mengurus semuanya sendiri kalau dia tidak bisa menghubungiku. Aku mengecek sistem kalau aku sedang ingin."

"Dan seberapa sering hal itu terjadi?"

Taeyong melirik yang lebih muda sambil menggigiti kukunya. "Aku tidak tahu."

"Astaga, Ethan." Nama yang dibencinya itu meluncur dari lidah Jaehyun yang tidak berhati-hati. Taeyong membiarkannya. "Kita memang bisa selalu mendapatkan klien lainnya kalau mereka pergi tapi sebisa mungkin, kita tidak boleh membiarkan itu terjadi. Aku menghabiskan banyak malam-malam tanpa tidur merencanakan masa depan organisasi kita dan tetap menjaga kejayaannya saat Red Phoenix hancur, jadi tolong, bekerja samalah denganku."

Ia mulai merasa terusik. "Kenapa kau tidak mengeceknya sendiri?"

"Itu tugas markas besarmu. Ingat? Bisnis dengan Garnet ada di sistem kita di Prancis. Klien akan diarahkan padamu kalau paketnya berasal dari kau. Yang kami urus di sini adalah bisnis lokal. Dan perusahaan legalnya. Dan itu saja sudah sangat berat bagiku." Kingpin yang lebih muda menjalankan tangannya di rambut hitamnya dengan gusar. "Berarti masalah itu sudah selesai?"

Taeyong menghembuskan napas sebal, ia melihat Jaehyun sudah hampir menghabiskan setengah dari isi botolnya. "Sistem kita terhubung. Periksa saja."

"Kenapa tidak kau saja."

Tidak ada jawaban darinya. Pikiran Taeyong sangat kacau ketika Jaehyun kembali memandanginya. "Apa—"

"Kau berbuat banyak untuk Invictus, ya." Taeyong terdengar sangat jauh, tidak terjangkau. Seperti ada jarak di antara mereka. Tapi Jaehyun tidak terlalu memikirkannya. Separuh akibat sifatnya, separuh akibat efek dari minuman itu pada kepalanya. "Ada hal lain yang harus diurus."

"Apa itu?"

Sekali lagi, Taeyong diam. Untuk sementara. Karena jika ia tetap diam lebih lama dari 10 detik, yang dihitungnya dengan saksama di otaknya, Jaehyun bisa melihat maksud sesungguhnya. "Tidak ada."

Yang lebih muda mengangguk. Ia hendak mengisi tubuhnya dengan alkohol lagi ketika perutnya terasa mual, dan ia pergi dari meja itu, berlari sambil menggumamkan 'aku ingin muntah!'

Taeyong membiarkannya pergi. Jaehyun sudah cukup tua untuk mengurus dirinya sendiri.

[4] What Lies Ahead: Fated (JaeYong)Where stories live. Discover now