Bab 13

499 75 39
                                    

Semilir angin mencumbu mengiringi lantunan selawat merdu. Lengkungan sabit di bibir perempuan yang memakai hijab lebar warna soft cream itu tidak pernah luntur di sepanjang ia berjalan di koridor kelas pesantren, tentu saja, selain itu ia juga di hadapkan oleh beberapa santriwati yang menyapa.

"Asalamualaikum, Ukhty Raya."

"Ukhty."

"Shobahul khair, Ukhty"

Seperti itulah hari-hari seorang Araya Maharani setiap kali berjalan pagi di sekitar pesantren, tidak pernah luput dari sebuah sapaan menyambut.

Sementara itu di waktu yang sama, gerbang pesantren terbuka seiring mobil putih memasuki pekarangan. Lalu seorang wanita yang memakai cadar segera turun dari mobil, menggendong sang anak yang tertidur di pangkuan.

Tak selang berapa lama, seorang lelaki menyambut kedatangannya. Sedikit keduanya berbincang, lalu sang lelaki membawa bayi laki-laki tersebut dari pangkuan wanita itu. Satu tangannya menahan tubuh mungil itu, sedang satu satangannya lagi menggengam jemari lentik milik wanita itu.

🍀🍀🍀

"Jadi sabab *pameget itu anti nolak perjodohan terus? Padahal yang mau dijodohin sama anti itu kalangan cowok-cowok sholeh fii sbailillah. Ih ari anti." Shila gemas sekali dengan sikap Araya, yang selalu menolak dijodohkan. Apalagi sekarang ia tahu alasan perempuan yang menjadi salah satu sahabat baiknya tersebut. Karena Araya menceritakan hal itu padanya.

Araya mendesah pelan, pandangannya tertuju pada dua gunung berdiri kokoh, kakinya terhampar persawahan padi. Benar-benar asri kota pesantren ini, tidak ada polusi yang mengganggu pernapasan, tidak bising kendaraan di sepanjang perjalanan. Tidak perlu berdesakan saat menaiki bus atau duduk di halte sendirian hanya karena dirundung asa tiada teman.

"Shila, main ke sawah, yuk." Araya tersenyum lebar, ia tidak lagi menanggapi kekesalan Shila. Dan hal itu berhasil membuat Shila memutar bola mata kesal.

Shila berdiri meninggalkan kursi rotan yang sedari tadi memberi kenyamanan saat ia duduk. "Kebiasaan anti, kalau diajak ngomong pasti bisa *wae ngalihkeun pembicaraan na teh, kesel da!" Shila mengentakkan kaki, sedangkan hal itu sukses membuat Araya tertawa.

"MasyaAllah saudara kembar beda rahim nuju naon di dieu? (lagi ngapain di sini?) Kayak gak ada kerjaan aja, padahal di bawah daun-daun udah berjatuhan, tuh," seru seseorang berhasil menginterupsi kegiatan Araya dan Shila.

Keduanya memutar tubuh, sedangkan mata mereka membulat seiring menangkap presensi seorang wanita bercadar, berdiri di hadapan seraya melipat tangan di dada.

Namun, sebelum Shila menghampiri tiba-tiba ia membalas, "Puntennya, lagi gak dapet hukuman jadi gak perlu mungutin daun yang berjatuhan!" sindirnya lalu diselangi tawa.

Lebih dulu Araya berhambur memeluk wanita itu. "Teh Fara kapan pulang, kok gak kasih kabar?" tanyanya basa-basi.

"Basa-basi kamu itu basi tahu, Ya, udah tahu dia bakal pulang hari ini masih aja ditanya." Shila mendelik tajam dengan kelakukan Araya.

"Ya, nggak apa-apa, seenggaknya ada sapaan gitu yang menyambut. Iya, gak, Teteh Fara?"

Faranisa, salah satu sahabat baik Araya di pesantren selain Ashila. Namun, hubungan Araya dan Fara lebih dari sahabat, karena Fara menikah dengan Adnan sehingga Fara juga merupakan kakak ipar Araya.

"Ulululuh, kakak ipar yang gemesin jangan tajem gitu, dong natapnya," ujar Araya dengan nada lebay, lalu mencubit kedua pipi Fara yang tertutup cadar.

Jodoh Yang Dinanti √Where stories live. Discover now