Bab 36

468 58 5
                                    

Kak Rani :
"Araya, Fahri sudah pulang. Sekarang kami mau pergi ke pemakaman mama. Kalau kamu mau menemui Fahri, kami tunggu kamu di sana, ya."

Seketika Araya memandang Nathan, lelaki itu pun melakukan hal sama. Senyum terpatri di bibir tipis sesaat sebelum lelaki itu berdiri. "Ayo kesana, saya juga mau bicara sama Fahri."

"Hah, serius?"

"Dua rius." Lelaki itu melipat jarinya membentuk V.

Tentu saja Araya senang, perempuan itu memasukkan ponselnya ke dalam tas, lalu mengekori Nathan keluar ruangan. Banyak pasang mata memandang keduanya penuh curiga, penasaran, juga terkejut saat mereka baru saja sampai di lobi. Nathan juga tidak peduli, lelaki itu semakin mengeratkan genggaman tangan Araya. Seakan-akan mengumumkan bahwa bidadari ini adalah kekasihnya. Benar seperti itu? Tentu saja, toh, Nathan memang sudah menyukai Araya.

Dari kejauhan di dalam mobil, Araya dapat melihat Rani dan seorang lelaki yang Araya tahu adalah calon suami Rani. Tepat saat mobil SUV hitam itu berhenti di samping, Rani dan Haris pun menoleh bersamaan. Perempuan di luar itu tersenyum saat menyadari kehadiran Araya.

Namun, Nathan tidak melakukan hal sama. Ia bergeming di tempat. Alis tebalnya menukik melihat lelaki parlente itu berdiri di samping seorang perempuan yang memeluk Araya.Tentu saja, Nathan tahu siapa lelaki tersebut. Bagaimana bisa? Bukankah Haris adalah kaki tangan Indra Bhamakerti, jangan bilang ....

"Kak, kok malah di sini, ayo keluar. Katanya mau ketemu sama Fahri."

"Araya, tiba-tiba saya ada urusan. Kamu sendiri, nggak apa-apa, 'kan?" Nathan tidak merespons, ia kembali menyalakan mesin mobil. Tidak, jangan dulu ia bertemu Haris, Nathan perlu memastikan sesuatu.

"Tapi Fahri gimana?"

Nathan tersenyum. "Nanti saya bertemu dia lagi, oh, iya, salam untuk mereka." Setelah mendapat persetujuan dari Araya, Nathan segera menancab gas melajukan mobil meninggalkan pekarangan pemakaman.

🍀🍀🍀

"Jadi, kamu juga mikir aku pelakunya, Ri?" tanya Rendi sarkas, lelaki itu memandang jengkel Riani sedang kedua tangannya melipat di dada.

"Bukannya nuduh, abis kan orang yang terakhir kasih minum ya kamu. Jadi wajar, dong, kalau aku curiga." Setelah mengingat apa yang terjadi, dan orang asing yang menghampirinya di kamar itu--entah siapa. Riani mulai berspekulasi jika mungkin pelakunya adalah Rendi, sebab jika dilihat-lihat postur tubuh Rendi juga lelaki asing itu tampak sama meskipun Riani melihatnya samar-samar.

"Astaghfirullah, aku benar-benar merasa terdzalimi. Pertama sama Nathan sekarang sama kamu. Sebenarnya aku di mata kalian itu apa sih, hah?" Itu, itu kebiasaan Rendi yang membuat orang lain tidak bisa lama-lama curiga terhadapnya. Bagaimana bisa cowok ceroboh bin menyebalkan ini bisa berbuat hal serendah itu. Baiklah, Rendi keluar dari list tersangka Riani.

"Yaudah, kalau gitu obati rasa curiga aku dengan menyelidiki kasus ini. Aku nggak mau hal ini kembali terulang apalagi menyangkut harga diriku," ujar Riani, wajahnya putus asa.

"SIAP TUAN PUTRI!" Tapi Rendi memang menyebalkan. "Asal jangan lupa aja nanti traktirannya." Tidak tahu malu. "Nggak ada yang gratis di dunia ini, loh." Rasanya Riani ingin menguburnya hidup-hidup.

Cowok kayak dia emang bisa diandelin? Pikir Riani dalam hati sambil menatap lurus Rendi. Kayaknya enggak, deh. Sumpah, percuma!

Namun pikiran atas keraguannya itu seketika sirna saat sorot tatapan polos Rendi berubah drastis. "Nathan nikah, tuh, gimana menurut kamu?"

"Maksudnya?" Riani mengerutkan kening dalam. Heran tentu saja, terlebih air muka lelaki itu seperti bukan Rendi biasanya. Dan nada suara itu ....

Beberapa langkah Rendi berjalan maju, ia menegakkan tubuh tingginya di hadapan Riani. Tersenyum tipis nyaris tak terlihat, sedang kedua bola matanya berubah tajam. Sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, Rendi berbisik di telinga perempuan itu. "Aku, 'kan, udah bilang. Manfaatkan apa yang terjadi, meskipun tidak benar-benar terjadi, Riani."

Jodoh Yang Dinanti √Where stories live. Discover now