Bab 35

608 62 2
                                    

Malam terjadinya tragedi

Duk! Duk! Duk!

Entah sudah berapa kali Riani memukul-mukul pintu kamar. Saat kedua tangannya sudah memar dan sakit, ia melakukannya menggunakan kaki. Riani kedinginan juga takut, ada yang aneh pada tubuhnya. Terkadang dingin lalu secara mendadak mejadi panas. Keringat terus saja mengalir di pelipisnya. Entah apa yang sudah masuk ke dalam perutnya hingga tubuhnya bereaksi seperti ini. Lemah bahkan kepalanya pusing sekali.

Dan kejamnya Nathan karena meninggalkannya di sebuah kamar yang entah ada di mana. Dada Riani naik turun sembari merangkak menuju sisi kasur kemudian meringkuk sendirian. Ia menangis, takut luar biasa membuatnya menoleh kanan-kiri lalu menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan. Kuat-kuat ia menangis tatkala menerka-nerka mungkin hidupnya sedang berada di ambang batas, apakah mungkin kematiannya sudah menunggu di depan mata?

Tiba-tiba suara derit pintu terbuka membuat Riani segera mendengak. Dua sudut bibir merahnya terangkat saat mendapati seseorang menghampiri, bak malaikat Riani menggambarkannya. Ia membutuhkan pertolongan segera saat ini, entah apa tetapi Riani sudah tidak bisa menahan gejolaknya sendiri.

"Tolong ... tolong saya. Saya mohon." Dengan gemetar ia meraih tangan besar itu. Hangat, Riani membutuhkannya.

Meniup napas berat orang itu pun duduk di sisi kasur sedangkan Riani masih meringkuk di lantai. "Susah payah aku merencanakan ini, tapi manusia bodoh itu menghancurkannya."

Samar-samar menahan pusing, Riani mencoba menelaah maksud orang itu. "A ... apa maksudnya?" Kembali ia menggenggam tangan orang itu erat-erat. "Saya kenapa? Kenapa saya bisa seperti ini? Dan ke mana Nathan, kenapa dia pergi?" tanyanya menuntut, air matanya semakin deras berjatuhan.

"Riani, kamu harus tahu ini. Nama yang baru aja kamu sebut tadi, lelaki yang kamu cintai. Dia sudah menikah dengan perempuan lain." Ia tepis tangan Riani lalu berdiri. Mengeluarkan satu lembar foto di dalam saku lalu menjatuhkannya tepat di depan Riani.

"Lakukan, dan adukan apa yang terjadi dengan seharusnya. Ini perintah, Riani."

🍀🍀🍀

Ting! Pintu lift terbuka.

Suara derap langkah pemilik sepatu hak tinggi itu menggema di sepanjang koridor lantai sepuluh. Setelah pulang dari rumah sakit, Riani memilih tidak langsung kembali ke rumah sebab ia masih harus menemui seseorang dan menuntut penjelasannya. Perusahaan Rahardja yang juga berada dalam ruang lingkup kerja sama dengannya pun sudah tidak asing ketika hampir setiap tiga kali dalam se-minggu ia datang kemari.

Netra hitam legamnya menatap tajam dua pintu sebuah ruangan yang tertutup--pemilik dari Rahardja Group. Tidak lama setelahnya seorang staf keluar ruangan lalu mempersilakan Riani masuk.

"Apa benar Nathan sudah menikah?" tanya Riani to the point, bahkan tidak peduli meski koleganya itu sudah berumur paruh baya. Ia lempar foto pemberian orang asing itu tadi malam ke atas meja. Foto yang menampilkan dua mempelai pengantin di pernikahan tersebut.

Wanita yang kerap disapa Nyonya Ainun, calon nenek mertuanya itu tersenyum. "Waalaikumsalam, Riani, silakan duduk dulu dan kita akan membicarakannya dengan kepala dingin."

"Nggak Oma, ini menyangkut Gian dan aku nggak bisa tenang. Ini keterlaluan kalau memang Gian benar sudah menikah!" Wajah Riani sudah memerah, matanya bahkan berkaca-kaca. "Itu artinya aku sudah dipermainkan keluarga Oma!"

Ainun yang tidak lain adalah oma dari seorang Gian Nathan Pranata, membawa Riani dalam pelukannya. "Seorang lelaki dibolehkan menikahi lebih dari satu perempuan, maka itu artinya kamu pun masih mempunyai kesempatan untuk menikah dengan Gian."

Jodoh Yang Dinanti √Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu