Bab 47

383 54 9
                                    

Setelah mendapatkan pesan dari Rendi, Nathan bergegas menuju rumah sakit

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.


Setelah mendapatkan pesan dari Rendi, Nathan bergegas menuju rumah sakit. Langit tiba-tiba saja mendung, rintik turun di antara jalanan yang mulai macet. Sedangkan matahari sebentar lagi bersembunyi, memberikan kesempatan pada bulan untuk menggantikannya.

Bersama azan maghrib berkumandang, Nathan segera melangkah memasuki rumah sakit. Menuju lantai tiga di mana ruang operasi berada. Sepertinya keadaan sang papa semakin down, oleh sebab itu dokter mempercepat jadwal operasi. Operasi traspalantasi jantung, untuk mengganti detak jantung sang papa yang mengalami kegagalan karena kecelakaan. Yang mengakibatkan kondisi jantung papanya semakin parah, tetapi untung saja masih mempunyai peluang hidup meski rendah. Sehingga harus dilakukan transplantasi dari jantung seseorang yang tentu saja sudah meninggal.

"Ren—" Sebelum Nathan menyelesaikan seruannya pada Rendi yang sedang menunggu di kursi depan pintu ruang operasi. Tiba-tiba saja seseorang menghantam rahangnya hingga tubuh Nathan menubruk dinding. Seketika Nathan ambruk, pukulan itu begitu kuat sampai darah keluar dari sudut bibirnya.

"Apa ini maksudnya, Om?" Nathan menatap tajam si pelaku, yang tidak kalah menatapnya nyalang. "Kenapa pukul saya sembarangan? Apa alasannya?"

Bukannya menjawab, justru pria bertubuh besar dengan sedikit janggut di dagunya itu menarik kerah kemeja Nathan hingga berdiri. "Dasar kamu tidak tahu malu! Untuk apa sekolah tinggi-tinggi kalau kamu tidak punya moral sama sekali?!" kelakarnya tepat di wajah Nathan. "Demi Allah kamu tidak pantas menjadi seorang pemimpin kalau kamu sendiri tidak mau bertanggung jawab, malah kabur dan membiarkan keponakan saya menanggung malu sendirian! PENGECUT!"

Bruk! Lagi, pria itu menendang perut Nathan ke dinding. Sedang Nathan tidak melakukan perlawanan, laki-laki dengan kemeja putih itu sedang menahan dadanya yang berdenyut, punggungnya juga sakit, ia bahkan sampai susah berdiri. Membiarkan perutnya kosong berhari-hari ternyata memberikan efek buruk pada tubuhnya saat ini. Ditambah dengan khawatir terhadap sang papa tentu tidak membuatnya ingin terlibat pada masalah yang akan semakin mengacaukan garis hidupnya.

"Om, ada apa ini sebenarnya? Tolong jelaskan dan jangan main hakim sendiri!" Rendi menahan tangan pria itu di udara yang hendak memukul Nathan lagi.

Plak! Tiba-tiba saja dua lembar foto terlempar ke wajah Rendi, tentu saja pelakunya adalah pria tadi. Membuat wajah Rendi membeku, tubuhnya menegang seketika. Mata laki-laki itu memanas saat mengambil foto tersebut.

"Ini—" tangannya gemetar, napasnya tiba-tiba saja sesak. "Om ini sa—"

"Cuma laki-laki pengecut yang tidak mau bertanggung jawab atas ulahnya sendiri, foto itu tersebar di mana-mana. Nama baik keluarga saya juga Riani hancur. Dan yang lebih parah, nama baik perusahaan kami juga tercoreng! Dan itu semua gara-gara si bajingan ini!" kelakar pria itu lagi sembari menunjuk-nunjuk Nathan. Api amarah bahkan sudah berkobar dikedua matanya, seakan ingin melenyapkan seseorang saat itu juga.

"Om, kita bisa jelaskan ini baik-baik, yang ada dalam foto itu—" ucapan Nathan terhenti, pada dua wanita yang baru saja datang. Terkejut dengan ketegangan di antara Nathan, Rendi serta pria tadi.

Jodoh Yang Dinanti √Où les histoires vivent. Découvrez maintenant