16. Bimbang

4.6K 447 31
                                    

Abel berdiri di balkon. Seusai memasak sop untuk makan malam, ia memilih untuk kembali ke kamar. Menyelesaikan tugas dan menonton film lewat neflix.

Jam sudah menunjukkan pukul delapan. Tidak terlalu malam. Tapi, langit sangat sepi tanpa bintang di atas sana.

Angin berhembus pelan. Menerbangkan beberapa helai-helai rambutnya ke belakang. Kaos tipis yang Abel gunakan membuat tubuhnya seketika merinding.

"Sampai kapan Abel harus di sini?"

"Abel mau pulang."

"Di sini nggak enak. Kangen Bang Banu juga. Ditambah sikap Kak Atlas yang makin nggak beres."

"Meresahkan."

"Bilang she is mine, kayak bilang apa aja. Malu-maluin."

"Aneh banget, kan? Labil."

Tok tok tok

Abel menoleh ke arah pintu. Siapa yang berketuk pintu di jam segini? Di sini hanya ia dan Atlantas, kan?

"Masa iya Kak Atlas yang ketuk?"

Tok tok tok

"Gue tau lo belum tidur, buruan buka!"

"Lah, beneran Kak Atlas! Iya-iya, tunggu bentar."

Abel menutup pintu balkon dan bergegas membuka pintu kamar. Yang pertama kali ia lihat adalah sosok Atlantas yang menjulang tinggi menggunakan pakaian serba hitam.

"Mau ngelayat, Kak?"

Atlantas mengernyitkan dahinya. "Enggak."

"Terus kenapa pakaian serba hitam gitu?"

"Bukan urusan lo."

"Iya-iya, tau. Tapi, kenapa tadi Kak Atlas ketuk pintu kamar Abel?"

"Ikut gue."

"Ke mana?"

"Nggak usah banyak tanya! Gue tungguin lo lima belas menit buat siap-siap. Buruan!"

Abel meneliti wajah Atlantas. "Kak Atlas nggak sakit, kan?" tanya sedikit khawatir sekaligus heran.

"Nggak."

"Kok, aneh?"

"Apanya yang aneh?" sengit Atlantas tidak terima.

"Eh-eh, enggak. Yaudah bentar Abel ganti pakaian dulu."

"Hm."

Abel menggigit bibir bawahnya. Menatap ragu-ragu ke arah Atlantas yang masih berdiri di depan pintu kamarnya.

"Kak Atlas mau sampai kapan berdiri di situ?"

Atlantas tersentak. Mengatur ekspresinya agar tetap keliatan cool.

"Nggak usah pakai baju terbuka,” peringatnya tajam.

“Iya.”

Atlantas memutar tubuhnya. Berjalan menuju ruang tengah. Abel menatap punggung lebar itu dengan kernyitan dahi yang sangat jelas.

"Kan, aneh."

Abel menutup pintu dan bergegas mengganti pakaiannya agar Atlantas tidak marah karena terlalu lama menunggu.

Setelah selesai mengobrak-abrik pakaiannya yang sedikit di dalam lemari dan memoleskan riasan make-up yang tipis ke wajahnya, Abel mengambil tas selempang berserta ponselnya.

Berjalan menuju ruang tengah dengan sedikit gugup. Bagaimana pun juga ia belum tau ke mana Atlantas akan membawanya malam ini.

"Nggak mungkin, kan, Abel mau diculik?"

ATLANTAS || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang