27. Antara Bandung Dan Jakarta

4.1K 465 70
                                    

“Bukan dia yang bisa aku luluhkan, tapi akulah yang terjatuh,” —Abel

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Bukan dia yang bisa aku luluhkan, tapi akulah yang terjatuh,” —Abel

🏍️🏍️🏍️

“Kak Atlas jangan mati di sini dulu,” ucap Abel dengan air mata yang berlinang. Dia langsung luruh ke tanah dengan tubuh Atlantas di pelukannya.

Abel menggigit bibir bawahnya. Menepuk-nepuk pelan pipi Atlantas yng terasa dingin.

“Kak Atlas, bangun.”

Atlantas mendengarkannya. Dia tidak pingsan ataupun mati seperti ucapan Abel. Dia hanya butuh istirahat sebentar yang sialnya dia benar-benar ingin pingsan tadi.

“Kak Atlas, jangan mati di sini dulu hiks, nanti siapa yang anterin Abel pulang hiks.”

“Gue nggak mati, bodoh!” ucap Atlantas parau. Dia membiarkan Abel yang masih menahan sebagian tubuhnya.

“Se—seriusan?” Abel merundukkan wajahnya. “Tapi mata Kak Atlas masih merem, huwaaa.”

Atlantas berdecak pelan. Membuka kedua matanya yang terasa berat. “Lo kenapa nangis, sih, hah?!”

Bukannya diam, tangisan Abel makin keras. Dia takut kalau Atlantas benar-benar mati atau mengalami luka berat setelah berkelahi dengan lima orang sekaligus.

“Jangan tinggalin Abel.”

Atlantas menjauh dari tubuh Abel. Duduk di depan cewek tersebut yang masih menangis. Dia menghela napas berat.

“Diam, Bel.” Atlantas bahkan tidak tau caranya mendiamkan seseorang yang tengah menangis.

“Nggak bisa. Air matanya turun sendiri, huwaaa.”

Atlantas memijit pangkal hidungnya. “Diam atau gue jahit bibir lo!”

Abel yang sudah sesegukan jadi terdiam sambil memandangi Atlantas dengan kedua mata yang masih berair.

“Udah? Nggak mau nangis lagi?”

Abel tidak bisa menahan bendungan air matanya. Lagi dan lagi dia menangis walaupun kini tanpa suara sama sekali. Dia menahan isakannya.

“Lo nangisin apaan, sih?!” Atlantas kesal. Dia menarik wajah Abel untuk mendekat, menyapu air mata yang masih tertinggal di pipi mulus cewek tersebut. “Gue paling nggak suka sama cewek cengeng.” Dia merapihkan rambut Abel. “Jadi, bisa lo diam?”

Abel menarik hidungnya. Jangan sampai dia meler di depan cowok seperti Atlantas.

“Ma—maaf. Abel cuman nggak tega lihat Kak Atlas yang dipukulin kayak tadi,” ungkap Abel dengan sangat pelan. Dia menunduk. Tidak sanggup melawan tatapan Atlantas yang malah membuatnya deg-degan saat ini. Kedua matanya kembali berair. “Abel nggak bisa bantu pas lihat Kak Atlas dikeroyok kayak tadi. Walaupun Kak Atlas bisa kalahin mereka, tapi Abel khawatir. Abel nggak mau Kak Atlas kenapa-kenapa ....”

ATLANTAS || ENDWhere stories live. Discover now