Tak ada lagi diksi-diksi yang menjadi puisi.
Jiwa itu mati di kuasai nafsu birahinya sendiri.
Hancur lebur tak lagi berarti.
Menjadi serpihan penyesalan yang selalu ia tangisi.
Jiwa itu berusaha menggerakkan tubuhnya,
Tertatih-tatih merangkak ingin kembali seperti sedia kala.
Namun ingatlah!.
Selalu ada rintangan di jalan menuju kebaikan.
Untuk menjadikanmu tak hina bagaikan para hewan.
Sampai sajadah pun basah jadi tempat pengaduan.
Mengiba agar engkau di tolong Tuhan.
Tetapi manusia tetaplah manusia.
Yang sering gelap mata pada kesenangan semu dunia.
Mengaku menyesal namun kembali jatuh di lubang yang sama.
Menjadi manusia hina sehinanya,
Kecuali bertobat dengan sungguh-sungguhnya nasuha.
YOU ARE READING
Diksi Rapuh
PoetryDalam perjalanan literer ini, diksi rapuh terhampar di halaman-halaman buku, menari di antara reruntuhan makna dan harmoni. Seperti benang halus yang menghubungkan kata-kata, ia membangun citra keindahan yang rapuh di mata semesta. Kelembutan dan ke...