[36] Vean atau Valerie?

253 22 12
                                    

Satu jam lebih Vean merenungi rasa sakit di hatinya, sampai alarm dari jam tangan yang dikenakan oleh cewek itu berbunyi, menandakan bahwa Vean harus segera meminum obat-obatan milknya.

Vean yang tadinya menduduk itu lantas mengangkat kepalanya dan melihat jam di tangannya.

Pukul empat lewat empat puluh lima menit.

Astaga! Hari sudah mulai gelap. Ia harus segera kembali ke tenda dan meminum obatnya.

Cewek itu mematikan alarmnya dan berdiri dari duduknya. Rasa pusing langsung menderanya membuat Vean menyanggahkan tangannya pada batang pohon di belakangnya. Sial. Karena terlalu lama menangis, kepalanya langsung terasa sakit seperti ini.

Begitu rasa pusingnya berhasil ia atasi, Vean langsung melihat sekitarnya. Keningnya berkerut dengan mata menjelajah ke sisi kanan dan kiri hutan.

"Aduh, tadi gue lewat mana, ya?" Gumamnya kebingungan. Tanpa sadar, Vean menggigit jari-jarinya.

Ia bingung, arah mana yang harus ia lewati. Karena tadi, Vean berjalan tak tentu arah. Hanya mengikuti kemana kakinya melangkah.

Vean merogoh saku jeansnya, mengeluarkan ponselnya yang dilapisi case berwarna hijau tosca.

"What? No signal?!" Vean berdecak kesal karena jaringan di ponselnya tidak tersedia.

Ia bingung harus bagaimana. Ingin mengandalkan ponselnya, tidak bisa. Ingin mencari jalan keluar, tapi ia tak tau kemana arah yang harus ia pilih. Diam berdiri saja? Tidak mungkin. Hari sudah mulai gelap. Lagipula, jika dirinya hanya berdiam diri, mau sampai kapan ia berada di dalam hutan ini?

Vean merasa bodoh karena telah ceroboh berlari memasuki hutan tanpa mengetahui jalan kembali ke basecamp. Ia menggerutu sendiri. Mengapa ia harus berlari ke dalam hutan, tadi.

"God! How could i'm being so stupid?!"

Disisi lain, para anggota OSIS dan guru berunding untuk mencari jalan keluar mengenai Vean yang hilang.  Kepala sekolah meminta para guru dan beberapa anggota OSIS untuk menjaga murid-murid yang berada di basecamp dan memastikan bahwa mereka semua tidak ada yang keluar dari area perkemahan. Sedangkan sisa anggota OSIS dan beberapa guru lainnya ditugaskan untuk mencari Vean ke dalam hutan yang dibantu oleh penjaga area perkemahan.

Mereka dibagi menjadi tiga tim. Tim pertama dipimpin oleh Pak Triyas, yang diikuti oleh Revan, Metta, dan Delon. Tim kedua dipimpin oleh Stevan, diikuti oleh Valerie, Sean, dan Zero. Tim ketiga dipimpin oleh Pak Santo selaku penjaga area perkemahan, diikuti oleh Rio, Tirta, dan Pak Agus.

Tim Stevan mulai menelusuri arah timur hutan bermodalkan kompas, lampu senter, pisau lipat, dan tali untuk berjaga-jaga. Dalam timnya, pak Joan sengaja tidak memasukkan guru atau penjaga karena Sean dan Stevan yang sudah sangat mahir dalam dunia perkemahan.

Keempat murid itu berjalan menelurusi hutan sembari meneriaki nama Vean. Karena hari sudah cukup gelap, mereka mulai menyalakan senter dan menyoroti jalanan yang mereka lewati.

"Hutan bentar lagi gelap gulita. Kalo Vean nggak bawa penerangan sama sekali, kasian juga." Ujar Zero.

"Semoga aja dia bawa hp. Paling nggak, dia bisa pake itu buat penerangan sampe kita nemuin dia." Sahut Sean.

"Tunggu." Ujar Valerie membuat mereka menghentikan langkahnya.

"Kenapa, Va?" Tanya Stevan.

Valerie mengeluarkan tali pita berwarna kuning neon dan satu pasak dari dalam tas yang ia bawa.

Cassiopeia [Slow Update]Onde histórias criam vida. Descubra agora