[31] Sisi Darel

943 36 3
                                    

Pain means to guide you. Not destroy you.
-Darel Miliano Avegas-

Malam ini adalah malam yang sangat membosankan bagi Darel. Selain karena seluruh orang di rumahnya pergi menghadiri acara pernikahan saudaranya, dirinya juga tak mendapat jawaban pesan ataupun panggilan dari Valerie. Darel bingung harus melakukan apa. Ia sempat mengirim pesan pada Faisya agar keluarganya cepat kembali ke rumah dan membawakannya makanan. Namun Fisya malah menyalahkan dirinya karena tidak ikut dalam acara itu.

Sebenarnya, jika diadakan acara keluarga, Darel sangat antusias untuk menghadirinya, asalkan acara itu bukanlah sebuah acara pernikahan. Darel adalah orang yang paling malas jika harus menghadiri acara pernikahan. Bahkan saat pamannya menikah, Darel malah memilih untuk bermain skateboard dengan teman-temannya.

Darel sangat lelah. Setiap pergi ke acara pernikahan, dirinya selalu ditanyai mengenai siapa kekasihnya. Jika Darel menjawab tidak ada, maka dirinya akan diledeki habis-habisan. Katanya, tampang setampan dirinya sangat tidak etis jika menjomblo. Juga, Darel akan dikenalkan dengan beberapa tamu undangan perempuan seumurannya, yang terkadang membuat Darel malu sendiri.

Karena kebosanannya, Darel akhirnya memilih untuk bermain billiard di samping ruang keluarga. Baru saja menshoot beberapa ball, suara dentingan bell membuat Darel terpaksa menghentikan kegiatannya. Ia sempat berdecak. Karena pembantu rumah tangganya yang sedang cuti, Darel jadi harus membukakan pintu itu sendiri.

"Nggak bisa banget lihat gue seneng, gitu." Ujarnya sembari berjalan ke arah pintu.

Darel mengintip dari jendela di ruang tamu. Di sana, ia melihat sebuah mobil sedan putih terparkir di pekarangan rumahnya. Itu bukan mobil keluarganya. Lagipula, jika itu keluarganya, untuk apa mereka menekan bell? Darel sama sekali tidak mengunci pintunya.

Dengan kening berkerut, dirinya berpikir. Ia sama sekali tidak mengenali mobil tersebut. Apa harus Darel membukakannya pintu? Bagaimana jika itu teman papanya?

Akhirnya, Darel memilih untuk membukakan pintu meskipun malas. Jika itu memang teman papanya, Darel hanya tinggal mengatakan bahwa papanya itu sedang berada di luar. Mudah.

Tapi ternyata, dugaan Darel salah. Saat pintu terbuka, bukanlah wajah asing yang dirinya lihat. Melainkan wajah familiar seorang gadis cantik dengan wajah kebulean yang mengenakan rok hitam sepaha dan sweater rajut berwarna hijau. Gadis itu tersenyum dengan manisnya sementara Darel diam mematung menatap tak percaya gadis di hadapannya.

"Hai, El."

Darel tersadar. Ia membuka mulutnya ragu. Mulutnya ingin mengucapkan sesuatu, namun sebuah pasir seperti menyirami tenggorokannya hingga ia merasa kering yang teramat sangat menimpa tenggorokannya.

Gadis di hadapannya itu menghentikan senyumannya dan melangkah maju mendekati Darel. "How are you?" ujarnya seraya memeluk erat tubuh Darel yang menegang.

Darel kembali mematung pada posisinya. Seketika, cowok itu merasa udara di sekitarnya menipis. Mata Darel terasa panas. Mulutnya terasa kaku. Entah reaksi apa yang ia tunjukkan. Darel tak pernah seperti ini.

Cukup lama gadis itu memeluk tubuh tegang Darel hingga ia memutuskan untuk melepasnya. Gadis itu kembali tersenyum dan menatap Darel yang juga menatapnya.

"El, can I get in? It's cold, here."

Darel tersadar dan mengedipkan matanya beberapa kali. Cowok itu lalu mengangguk dan masuk terlebih dahulu ke dalam rumah, disusul oleh gadis itu. Setelah mempersilahkan gadis itu duduk, Darel pergi ke dapur untuk menyiapkan susu vanilla hangat untuk dirinya dan juga tamunya. Meski pikirannya masih linglung, Darel tetap menjamu gadis itu sebaik yang ia bisa.

Cassiopeia [Slow Update]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें