[32] Membuka luka

1.1K 46 26
                                    

Maybe, i'm scared because you mean more to me than any other person. You are everything i think, everything i need, everything i want.
-Darel Miliano Avegas-

"Emangnya, lo sama bokap lo ada masalah apa sih, sampe lo nggak mau balik ke rumah gitu?"

Darel membersihkan luka di kaki Valerie dengan kapas yang sudah ia tambahkan obat merah.

Valerie menyipitkan matanya saat perih terasa pada area lukanya yang sedang diobati oleh Darel. "Sejak umur sepuluh tahun, gue udah jauh banget dari bokap. Lebih tepatnya, sih, pas umur gue delapan tahun. Waktu nyokap meninggal."

Darel langsung memandang Valerie yang memandangi kakinya. "Meninggal?" Tanyanya dengan alis yang terangkat.

Valerie membalas tatapan Darel dan mengangguk. "Nyokap gue meninggal waktu gue umur delapan tahun. Waktu gue masih tinggal di Brazil." Ia menghela napasnya. "Dia kecelakaan." Lanjutnya seolah tau arti dari tatapan Darel yang ingin tau lebih jauh.

Kening Darel berkerut bingung. "Bukannya nyokap lo pernah kesini, ya? Yang waktu lo pingsan disini?"

"Itu nyokap tiri gue. Bokap gue nikah lagi setelah bunda meninggal." Jelasnya yang dibalas anggukan oleh Darel.

"Terus, apa yang bikin lo jauh sama bokap lo? Lo nggak suka sama istri barunya, atau gimana?" Darel benar-benar dibuat penasaran oleh Valerie. Jujur, dirinya sangat terkejut karena ia baru mengetahui bahwa ibu kandung gadis itu telah tiada.

Valerie menatap Darel ragu. Haruskah ia bercerita lebih jauh kepada Darel mengenai masa lalunya? Selama ini, tak ada satupun yang tau mengenai bagaimana keluarga Valerie, kecuali keluarganya sendiri dan Kenya.

Darel menyadari keraguan dari gadisnya. Dengan cepat Darel mengusap lengan Valerie yang tak terhalang apapun karena Valerie hanya mengenakan bralette. "Kalau lo belum siap, nggak usah cerita. Bisa nanti, kok." Ujarnya diakhiri dengan senyuman.

Valerie kembali menghela napasnya dan balik tersenyum pada Darel. "Gue mau cerita."

Valerie kecil saat itu sedang bersenandung sembari berjalan memasuki teras rumah mewah dengan gaya eropa tropis. Tangannya memegangi tas ransel berwarna biru pastel yang bertengger di pundaknya. Derap langkahnya terdengar dari sepatu cats berwarna putih yang dikenakannya. Ia baru saja kembali dari sekolahnya. Kebetulan, setiap berangkat dan pulang, gadis kecil itu selalu diantar jemput oleh supir pribadinya yang bernama Roy.

"I'm home." Ujarnya setelah membuka pintu utama.

Memasuki ruang tamu, dirinya tak menemui kehadiran ibundanya. Biasanya, wanita itu akan langsung menyambutnya disana.

"Bunda? Bunda, i'm home." Ujarnya sedikit berteriak, namun tak juga mendapat sahutan.

Ia menaikkan bahunya acuh. Mungkin, bundanya itu sedang berada diluar rumah, pikirnya. Dengan langkah kecilnya, gadis itu berjalan semakin dalam ke rumahnya. Jarak antara tangga dengan pintu utama terbilang cukup jauh. Tangga rumahnya terletak di bagian belakang, dekat dengan dapur.

Kaki kecilnya mulai menaiki tangga. Di pertengahan, gadis itu mendengar suara keributan, seperti beberapa barang yang dijatuhkan dan juga suara orang yang saling membentak. Valerie sempat menghentikan langkahnya. Ia sedikit ragu. Takut bila itu adalah hal yang bahaya baginya. Namun entah mengapa gadis itu kemudian memilih lanjut melangkah, hingga sampailah ia di tangga teratas, dimana suara keributan itu semakin terdengar jelas. Bahkan sangat jelas.

Merasa bahwa suara itu berasal dari kamar kedua orang tuanya, gadis kecil itu lalu mendekat kesana. Dari celah pintu, ia bisa melihat beberapa pecahan kaca yang berhamburan di lantai kamar kedua orang tuanya.

Cassiopeia [Slow Update]Where stories live. Discover now