[40] Gagal

116 10 4
                                    

"Pah, Valerie mungkin cuma perlu kita biarin untuk jalanin hidupnya sesuai sama apa yang dia mau."

Xaphire membanting berkas yang tadi sedang dibacanya ke atas meja kerjanya. Pria itu menatap Christian marah.

Sejak tadi, Christian terus membicarakan Valerie, meminta agar Xaphire menyerah untuk memaksa Valerie menjalani hidup yang selama ini penuh dengan tuntutan darinya. Christian ingin Valerie memiliki hidup layaknya remaja perempuan seusianya. Menikmati usia dimana ia memiliki banyak teman, melakukan banyak interaksi dengan dunia luar, melakukan apapun yang dapat membuat Valerie merasa nyaman akan kehidupannya.

Xaphire sudah mengatakan tidak pada Christian. Ia merasa apa yang ia lakukan untuk Valerie tidaklah salah. Ia hanya ingin Valerie menjadi pribadi yang tegas dan tangguh. Meskipun anaknya itu hidup serba mudah dan berkecukupan, Xaphire tak mau anak-anaknya terbuai dengan kehidupan remaja yang terlampau bebas.

Tapi, Christian terus mengelaknya. Ia terus memaksa Xaphire agar berhenti menjadi orang tua yang diktator, setidaknya untuk Valerie. Baru kali ini Christian terus membantah ucapannya.

"Kamu tidak paham? Papa bilang, papa tidak akan membiarkan Valerie melakukan banyak hal bodoh dan menyia-nyiakan masa mudanya. Papa mendidiknya seperti ini, bukan berarti papa tidak mau Valerie bahagia. Papa mau Valerie bangga dengan dirinya sendiri, atas apa yang sudah berhasil dia raih di masa mudanya. Kamu tau? Bunda kalian mau kalian tumbuh menjadi anak yang jauh lebih sukses dari papa. Lalu, bagaimana kalian bisa melakukan itu kalau kalian selalu membuang-buang kesempatan sejak awal?"

Christian menarik salah satu sudut bibirnya ke atas. Cowok itu menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan menatap serius Xaphire yang juga menatapnya. Kali ini, ia benar-benar ingin Valerie terlepas dari kerasnya pemikiran papanya itu.

"Pah, papa ìnget? Waktu kecil, Valerie nggak pernah membantah apa yang papa ucapin. Dulu Valerie selalu ceria. Selalu nunjukkin rasa sayangnya sama papa dan bunda, dengan caranya sendiri. Sampai papa dan bunda pernah bilang sama Christ, kalau Christ seharusnya mencontoh Valerie yang selalu pintar mengekspresikan dirinya. Valerie berbakat sejak kecil. Papa dan bunda selalu ikutin Valerie ke lomba yang bahkan Christpun nggak pernah sekalipun dapet tawaran dari kalian untuk ikut serta. Papa dan bunda dulu bangga sama Valerie. Selalu. Sampai Christ pernah ngerasa cemburu sama Valerie, karena kalian selalu ngucapin betapa bangganya kalian sama Valerie."

Christ menarik napasnya lalu menghembuskannya perlahan. "Gimana bisa, sekarang, papa malah seolah nggak pernah ngerasa cukup sama apa yang udah Valerie lakuin untuk papa. Valerie ngorbanin banyak hal di kehidupannya untuk mengikuti keinginan papa. Valerie bahkan ngebunuh karakternya yang ceria sejak usianya menginjak sembilan tahun supaya dia bisa jadi seperti apa yang papa mau. Papa bayangin. Anak seusia itu, seharusnya masih main sama anak-anak lainnya. Explore banyak hal yang menyenangkan, ngebuat memori indah dimasa kecilnya, supaya besar nanti, dia nggak menyesal."

"Valerie emang salah karena terkadang dia bersikap keterlaluan sama papa. Tapi apa papa sadar? Papa sama. Bahkan papa yang ngebuat Valerie jadi keras seperti sekarang. Papa selalu main tangan sama Valerie sejak Valerie berusia sepuluh tahun. Papa sering ngebentak Valerie karena Valerie yang belum bisa nerima kehadiran mama. Papa maksa Valerie dan Christ banyak hal sampai kita nggak tau lagi harus ngelakuin apa selain nurutin perintah papa."

Christian menghentikan sejenak ucapannya. Matanya merah menahan genangan air yang siap tumpah. Napasnya seketika tercekat saat mengingat bagaimana sengsaranya Valerie dan dirinya selama delapan tahun belakangan. Ia masih ingat rasanya. Sakit sekali ketika mereka harus membunuh masa kecilnya untuk memenuhi perintah Xaphire.

Cassiopeia [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang