[8] Terimakasih, Darel

1.4K 62 1
                                    

Life might be very difficult. But remember, every difficult things always have a special ending.
-Agatha Valerie-
○○○

Valerie duduk dengan jari yang saling bertaut dan kaki yang bergerak gelisah di atas sofa. Ia sudah kembali dari les musiknya dan kini, di dalam apartmentnya, Valerie hanya berdua dengan papanya, Vereinxaphire Elmilo.

Xaphire meletakkan secangkir teh yang sempat Valerie buatkan untuknya. Pria dengan jas abu itu menyandarkan punggungnya pada sofa. "Jadi bagaimana dengan sekolahmu?"

Demi Tuhan. Mendengar suara Xaphire membuat Valerie merinding seketika. Bukan seram, melainkan papanya itu selalu berbicara dingin padanya, seolah Valerie adalah musuh bebuyutan bagi Xaphire. "Everything goes well."

"Kamu masih mengikuti ekskul itu?"

Valerie melirik papanya sejenak, lalu mengangguk.

Xaphire menarik napasnya, meletakkan tangannya pada kedua sisi sofa. "Bukannya papa sudah bilang, kamu hanya perlu fokus sekolah dan berhenti membuang waktumu dengan kegiatan yang tidak berpendidikan seperti itu?"

Valerie tersenyum miring. Mata birunya dengan berani membalas tatapan tajam yang selalu Xaphire berikan padanya. "And i've told you if i won't."

Valerie dapat melihat jelas jakun Xaphire yang bergerak naik turun. Ia tahu bahwa Xaphire mulai terpancing.

"Berhenti dari ekskul sampah itu, dan fokus pada les musikmu." Ujar Xaphire terdengar menuntut tegas.

Valerie mendengus pelan. Meskipun Xaphire menyuruhnya berhenti sebanyak ratusan kali, ia tak akan pernah menurutinya. "Valerie punya hak untuk memilih kegiatan apa yang akan Valerie jalani. Dan papa nggak perlu repot mengurusnya. Valerie lebih tau apa yang Valerie butuhin dibanding papa."

Xaphire yang tadinya terlihat relax mulai berbeda. Tangannya yang belum keriput sedikitpun mulai mengepal hingga uratnya terlihat menonjol. "Papa hanya perlu berbicara sekali pada Christian. Tapi kenapa kamu begitu keras kepala?"

Valerie bangkit dari duduknya. "Karena Valerie bukan Christian. Valerie bukan gadis kecil yang akan terus mengikuti kemana papa menggandeng Valerie."

Xaphire berdiri. Ia melayangkan tamparan keras pada pipi Valerie. Bahkan bunyi tamparan itu terdengar lebih nyaring dibandingkan bunyi piring kaca yang dibanting. Namun Valerie tak meringis sedikitpun. Ia sudah menduganya sejak awal mereka berbicara.

"Apa tidak bisa kamu menurut dan menghargai papamu sendiri?" Ujar Xaphire penuh penekanan.

Valerie terkekeh membuat Xaphire semakin mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Seharusnya Valerie yang bilang gitu sama papa. Papa nggak pernah mengajari Valerie untuk menghargai diri Valerie sendiri. Jadi untuk apa Valerie menghargai papa?"

Xaphire meraih cangkir tehnya dan melemparkannya ke kaki Valerie, membuat punggung kaki Valerie yang tidak dilapisi apapun tergores oleh pecahan cangkir.

"Tidak bisakah kamu berubah seperti Christian? Menjadi anak penurut dan menghormati orang tuanya?!"

Valerie melangkahkan kakinya tanpa peduli pecahan beling yang diinjaknya. Ia berjalan mengitari meja yang menjadi pembatas antara dirinya dan Xaphire, lalu berdiri tepat di hadapan Xaphire tanpa sedikitpun rasa takut.

"Seandainya papa mendidik Valerie dengan sedikit lebih baik, Valerie mungkin jadi anak penurut seperti Christian. Papa inget? Gimana papa mendidik Valerie sejak delapan tahun lalu?"

"Kita sudah sering membicarakan ini, Valerie."

"Kalo gitu berhenti berharap Valerie nurut sama papa, karena sampai kapanpun Valerie nggak akan sudi untuk mengiyakan ucapan papa."

Cassiopeia [Slow Update]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz