10. Perlahan Tahu

1.7K 301 2
                                    

Eldo duduk dengan gelisah di kursi halaman belakang, udara malam yang menembus Hoodie yang dia kenakan mampu membuatnya sedikit menggigil namun terasa menyejukkan. Belum lagi bau petrichor bekas hujan satu jam yang lalu masih tercium di hidungnya membuatnya tersenyum tipis.

Remaja berusia delapan belas tahun itu sangat menyukai hujan apalagi gerimis yang membuat dirinya terasa tenang pun membuatnya kembali memutar segala kenangan manis dirinya dan Nara sewaktu kecil dulu.

"Maaf ya, Ayah lama, tadi Ayah mengobati memar di dahi Reynar terlebih dahulu."

Eldo hanya tersenyum tipis mencoba menghilangkan kegugupan yang mendera tubuhnya, "Tidak apa-apa ayah."

Ketika Chandra duduk di sampingnya, kini tak ada pembicaraan yang dimulai, keduanya sibuk menyelami pikirannya masing-masing hingga suara Chandra kembali memecahkan keheningan di antara keduanya.

"Ayah tidak sengaja mendengar ucapan kamu, El." Chandra menoleh ke arah Eldo yang juga balas menatapnya dengan perasaan campur aduk; gugup, panik, dan rasa bersalah semuanya bercampur menjadi satu. "Boleh ayah tahu mengapa kamu membenci Reynar?"

"I-itu El, hmn ... I-itu," Eldo mengulum bibirnya kemudian menggigitnya sedikit kesal karena perkataan yang terasa berantakan juga bingung akan bagaimana caranya menceritakan semuanya dan alasan kebenciannya terhadap Reynar.

"Sejak pertama kali ayah mempertemukan kalian, kamu memukulnya secara tiba-tiba. Ayah pikir kalian memang sudah saling mengenal, dan ada masalah di antara kalian. Ayah tidak ikut campur atau pun marah ketika kamu memukul Reynar hingga dia masuk rumah sakit, karena ayah pikir kalian bisa menyelesaikan masalah kalian. Namun El ketika ayah mendengar ucapanmu, boleh ayah tahu alasan dibalik kebencian kamu terhadap Reynar?"

Eldo menundukkan kepalanya, ada keraguan yang dia rasakan untuk mengungkapkan alasan dibalik kebenciannya, namun kini Reynar adalah adik tirinya, pria paruh baya di hadapannya adalah ayah sekarang, jadi seharusnya tidak ada yang harus dia tutupi lagi.

"Karena Reynar...," Eldo menghela napas kasar sebelum kembali melanjutkan ucapannya, "dia telah merebut seseorang yang Eldo cintai juga membuatnya pergi selamanya karena menyelamatkan Reynar."

"Kehilangan, ya?" Usapan lembut di kepalanya membuat Eldo mendongak, senyuman teduh pria paruh baya dihadapannya membuatnya terpaku. "Eldo, om tidak memihak siapa pun, entah kamu atau pun Reynar. Kalian sudah sama-sama dewasa jadi kamu ataupun Reynar pasti tahu mana yang terbaik buat kalian tetapi...,"

Chandra menggantungkan ucapannya sejenak, mengehela napas pelan dan memberikan senyuman teduh untuk Eldo, "yang kehilangan bukan hanya kamu, El."

Memang benar, Eldo tahu Reynar juga akan merasakan kehilangan Nara mengingat bagaimana Reynar yang begitu bergantung terhadap Nara di sisinya dari semua cerita-cerita Nara. Reynar yang tidak bisa ditinggal, Reynar yang selalu membutuhkan Nara sebagai obat dari semua luka, Reynar yang membutuhkan Nara ketika dia ketakutan. Reynar pasti akan sangat kehilangan.

"Gadis itu, apakah Nara?"

Eldo mengangguk pelan.

"Dia gadis yang baik, tetapi takdir Tuhan memang tidak ada yang tahu El. Dan Reynar...," Chandra kembali menjeda kalimatnya ketika merasakan sesak di dada, suaranya yang serak kini terdengar memilukan.

"Ayah tidak tahu bagaimana harus mengobati lukanya, hanya Nara yang bisa El. Namun Nara juga kembali menorehkan luka pada Reynar yang belum sembuh. Anak itu, mungkin dia memang menyebalkan tetapi jika kamu ketahui El, ada luka yang begitu lebar dibalik tawanya. Dia sosok anak yang rapuh, segala pikiran buruk yang ia pikirkan akan menyakiti dirinya sendiri. Ayah sudah membawanya ke psikiater, tetapi trauma itu masih ada. Luka itu masih menganga. Segala kenangan buruk yang Reynar terima saat kecil tak bisa Reynar lupakan."

REYNAR || Huang Renjun [END ✔️] Where stories live. Discover now