25. Kembali Dipatahkan

1.5K 253 9
                                    

Ketika kedua bola matanya terbuka hal yang pertama kali dirinya lihat adalah langit-langit kamar yang begitu asing. Reynar hanya berharap dia tak berada di rumah sakit. Ketika hendak beranjak ia merasakan tangan sebelah kirinya terasa berat membuatnya menoleh seketika dan mendapati kakak tirinya tengah tertidur di sampingnya seraya menggenggam tangannya.

"Lo pasti sedih, ya?"

Mata itu begitu lama memandang lekat wajah Eldo. Ia tahu, meski Eldo tak menunjukkan tangisnya dan hanya diam saja kakaknya itu pasti sedih karena merasakan kehilangan kakek. Dirinya yang baru bertemu saja merasa kehilangan, bagaimana dengan Eldo yang hidup bersama kakek sejak kecil.

Ia perlahan melepaskan tangannya dari genggaman Eldo, dan mulai beranjak dari kamar yang kini ia ketahui kamar milik Eldo ketika melihat beberapa foto Eldo yang tersimpan di laci juga dinding.

Dapur kini menjadi tujuan utamanya karena ia merasa kehausan dan kalau boleh jujur perutnya merasa lapar. Terakhir kali dirinya makan adalah kemarin malam dengan di temani Eldo, dan kini bahkan ketika hari sudah beranjak hampir sore dan hujan tak lagi turun, dirinya belum memakan apapun. Hanya meminum beberapa air saja. Ia tak tahu berapa lama ia tertidur.

Ketika sampai di dapur, Reynar langsung membuka pintu kulkas meraih sebotol air mineral dan langsung meminumnya. Rasa dingin langsung mengaliri tenggorokannya yang kering, tegukan demi tegukan membuat jakunnya bergerak naik turun hingga ketika rasa haus telah terobati menyisakan air yang kini tersisa setengah botol Reynaremilih untuk meletakkan botolnya di atas meja untuk ia minum nanti.

Kini fokusnya adalah mencari makanan yang bisa ia makan, syukur-syukur ia bisa menemukan Mie rebus yang ingin sekali ia makan.

"Di mana sih? Kok nggak ada makanan? Mana laper banget lagi."

Reynar terus mencari, mengobrak-abrik isi kulkas berharap menemukan makanan apapun namun tak juga ia dapati. Hanya beberapa sayuran yang tersimpan di sana. Reynar mendengus kesal.

"Masa gue makan sayuran sih," ucapnya menatap nanar pada sayuran  sawi hijau yang ia genggam.

"Reynar sedang apa, Sayang?"

Suara yang terdengar membuat Reynar segera menaruh kembali sayuran dalam genggamannya, kemudian berdiri untuk berhadapa. Dengan seorang wanita paruh baya yang kini menatapnya teduh meski mata itu masih terlihat sembab.

"Rey laper, Bund," ucapnya tanpa sadar seraya mengerucutkan bibirnya, membuat Almira gemas hingga tangan itu kini mencubit pipi Reynar.

"Gemesin banget, sih, anak Bunda."

"Aw... Aw... Sakit Bund."

Mendengar ringisan yang ke luar dari mulut Reynar membuat Almira segera melepaskan cubitannya, lantas terkekeh pelan ketika Reynar tambah merengut seraya mengelus kedua pipinya yang memerah.

"Maaf ya, soalnya kamu gemesin, sih. Bunda kan jadi pengen nyubit."

Almira mengusap pipi Reynar lembut, dengan sebuah senyuman yang terpatri di bibirnya membuat Reynar terpaku. Wanita di hadapannya begitu cantik meski usianya tak lagi muda.

"Katanya kamu lapar? Mau makan apa? Nanti biar Bunda buatkan."

"Mie Instan," katanya langsung dengan senyuman lebar.

"Jangan mie instan, ya. Rey kan baru ke luar dari rumah sakit."

"Ahh... Bunda nyebelin ikut-ikutan Eldo aja."

"Ikut-ikutan apa, Sayang?"

"Nggak ngebolehin Rey makan mie, padahal kan Rey pengen banget makan Mie. Tapi Eldonya nyebelin banget."

REYNAR || Huang Renjun [END ✔️] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang