🌼6-Dera dan Teh Bunga Telang

457 58 14
                                    

Di dalam ruangan kecil dan setinggi kira-kira 3 meter itu ternyata disinari remang-remang cahaya matahari yang masuk dari ventilasi. Ventilasi itu merobek keempat sisi bangunan yang di atasnya terdapat tandon air, cahaya sorenya yang menelisip masuk menerangi debu-debu dan seorang gadis bercelemek putih yang berdiri di depan sebuah meja panjang.

Tangannya yang dilapisi sarung tangan karet berwarna kuning terulur di depan sebuah polybag, matanya terpejam sementara mulutnya bergerak-gerak.

Dera mengenali gadis itu sebagai Anya. Adik kelasnya satu tingkat yang harus menaikkan rerata nilai sebanyak empat poin sebagai 'kompensasi' sepuluh alfa yang dia lakukan, jika tidak ingin dia tinggal kelas dan beasiswa bantuannya dicabut.

Lewat celah pintu besi yang terbuka sedikit itu, Dera keheranan melihat apa yang akan dilakukan oleh Anya. Mulutnya hendak terbuka memanggil gadis itu, tepat saat seberkas sinar keemasan muncul dari polybag di bawah tangan gadis itu.

Bukan, cahaya itu bukan cahaya matahari, Dera tahu ia tidak salah lihat, cahaya itu memang muncuk dari polybag! Kemudian, dalam sekejap, muncul sebuah batang berwarna kehijauan dengan dua buah bunga yang sama segarnya.

Benih yang tumbuh tiba-tiba itu terlalu jelas untuk dilihat oleh mata Dera. Mulut yang semula ingin memanggil nama Anya itu justru terperangah, kemudian terkejut, dan memekik.

"Aaa!!"

Dera terhuyung, pantatnya jatuh ke dak beton lantai 3. Anya yang mendengar pekikan itu langsung membuka matanya, dan tanpa ba-bi-bu langsung berlari menuju pintu besi dan menariknya.

Mata Anya membulat, mulutnya tak bisa berkata apa-apa. Dera sama saja, rahangnya bergetar melihat sesosok gadis yang berdiri di depannya sekarang.

"Pe-Penyihir!"

"B-Bukan!" Anya membantah dengan terbata-bata. "A-aku bisa jelasin!"

🌼

Dera duduk dengan tegang di satu-satunya meja bundar yang berisi empat kursi di lantai satu. Bau harum dan manis dari bunga-bunga yang mekar di sana tidak bisa meredakan degup jantung ataupun merilekskan pikirannya dalam sekejap mata.

Srak!

Laki-laki itu terkejut tapi tak mau menoleh, ia tetap duduk tegak di kursinya, suara langkah kaki terdengar dari belakang punggungnya. Anya baru saja memasuki toko bunga dari balik tirai krem bermotif bunga yang memisahkan area toko dan rumah.

Di kedua tangan gadis itu ada sebuah nampan keramik berwarna putih polos dengan pegangan kayu. Di atasnya ada sebuah teko bening berisi cairan berwarna biru gelap, juga ada dua buah gelas yang sudah berisi es batu, dan dua buah cangkir yang masing-masingnya berisi cairan berwarna kuning dan cairan bening yang mengeluarkan sedikit gelembung.

Anya mengambil duduk tepat di depan Dera. Masih dengan hening di antara mereka, gadis itu sibuk sendiri menuang cairan berwarna biru gelap itu ke gelas panjang yang sudah berisi es batu. Lalu kembali menuang cairan bening yang bergelembung, kemudian baru ia mulai membuka percakapan.

"Suka perasan lemon atau tidak?" tanya Anya.

Dera menggeleng kaku seperti robot, Anya mendesah, agaknya ia mulai terasa risi walaupun ya ... wajar, gadis itu sudah dapat memperkirakan tentang hal ini.

"Ini teh dari bunga telang yang sudah diseduh, nenek selalu menyimpan banyak stoknya di kulkas. Jangan terlalu khawatir, lah," ucap Anya.

Gadis itu melirik ekspresi Dera yang masih kaku. Memutuskan untuk tidak peduli, Anya menuang cairan berwarna kuning yang merupakan perasan lemon ke gelasnya sendiri. Seperti pertunjukan sulap, warna teh bunga telang yang tadi berwarna kebiruan itu berubah menjadi kemerahan, lalu perlahan, berubah menjadi ungu.

Blooming Between UsWhere stories live. Discover now