🌼28-Dera dan Anya yang Aneh

225 33 0
                                    

Ujian-ujian yang harus dihadapi Dera semakin dekat saja. Waktu yang dihabiskan di tahun ketiga memang lebih singkat dan cenderung diburu-buru untuk harus cepat menyelesaikan ini itu. Dua minggu lewat setelah UTS dan kejadian Anya pingsan karena menerima lemparan bola.

Sudah dua minggu itu pula, setelah sampai di parkiran, ia langsung berlari ke kamar mandi terdekat. Seperti hari ini, sesampainya ia di kamar mandi, ia langsung mengeluarkan sebuah wadah berbentuk lingkaran.

Wax rambut.

Sekolah yang ia tempat sekarang memang tidak terlalu ketat mengatur gaya rambut, asal kelihatan pendek dan tidak melebihi kerah saja, itu cukup. Sisanya, ia bahkan sering menemui, bahkan termasuk teman sekelasnya sendiri, memakai pomade dan menyisir rambutnya ke belakang. Apakah guru tidak mempermasalahkan? Nyatanya tidak.

Namun, Dera tidak akan mengikuti gaya rambut yang seperti itu. Ia tidak suka terlihat mencolok, sehingga memilih wax rambut cepat kering adalah solusinya. Ia hanya akan mempertahankan messy look dari rambutnya, di saat yang bersamaan, rambutnya tidak akan terlihat terlalu basah, tapi cukup mengilat.

Dera juga tidak butuh cermin, hanya perlu oles sedikit, acak rambut, selesai! Lalu ia berjalan keluar kamar mandi, hampir menubruk sesosok figur tinggi yang juga berbelok masuk ke dalam kamar mandi.

"Ah! Sor—" Mereka berdua sama-sama berhenti berucap.

"Dera?" tanya figur itu sambil menaikkan salah satu alisnya.

"Em ... pagi?" sapa Dera seadanya.

Kai tergelak. "Baru ketemu lagi nih kita, tapi kaya ada yang beda dari lu ye?" Lelaki itu mengetukkan telunjuknya di dagu.

Gantian Dera menaikkan salah satu alisnya, ia tidak nyaman jadi pusat pandangan.

"Lu punya gebetan?"

"Hah?!" Muka Dera memanas.

Lelaki di depannya tersenyum menyeringai, lalu berjalan sambil menepuk pundak Dera. "Good luck!"

Setelah Kai menjauh, Dera tidak repot-repot berbalik punggung dan langsung berjalan menyusuri koridor.

Gimana, rasanya ditanyain punya gebetan sama rivalmu sendiri?

Namun, meski mood-nya anjlok pagi-pagi gara-gara Kai, seseorang di depannya membuatnya harus tersenyum dan mengangkat tangan dari kejauhan.

Anya yang melihat Dera mengangkat tangan ikut tersenyum canggung dan mengangguk singkat, lalu berbelok arah dan berjalan cepat—hampir berlari.

Tindakannya itu membuat Dera kebingungan.

Ah, mungkin dia memang terburu-buru.

Progress UTS Anya mampu mencapai target yang diharapkan, itu yang dilaporkan Bu Fresya. Tantangan setelahnya lebih berat lagi, karena Anya harus menaikkan rerata nilai ujian sampai 80, ditambah, waktu Dera mengawasi Anya harus berkurang karena ia akan repot dengan ujian-ujian.

Baru tiga hari setelah pekan tengah semester, di dalam toko, Anya mengatakan padanya bahwa ia akan sibuk belajar sendiri di perpustakaan.

"Eeerr ... banyak teman-temanku yang bilang kalau kesannya aku menyalahgunakan ruang perpustakaan buat ketemu sama pacar—"

"Tapi kita nggak pacaran?" potong Dera saat itu, membuat Anya meringis.

"Aku tahu. Tapi kaya Kakak bilang waktu itu, lebih baik kita yang jaga diri biar gak diomongin orang-orang, kan? Lagian aku bukannya melarang Kakak ke perpustakaan, kalau mau belajar boleh kok, tapi kita nggak barengan aja, belajarnya cukup di toko."

Blooming Between UsWhere stories live. Discover now