🌼27-Dera, Kai, dan Taruh

190 33 3
                                    

Bulir-bulir keringat Anya tercetak jelas di dahinya sembari matanya terpejam dan kedua tangannya terulur ke depan. Matanya yang tadi terpejam rileks sekarang justru makin dalam terpejam, dahinya mulai berkerut-kerut seiring ia semakin memejamkan matanya seolah-olah yang ia lihat sekarang kurang gelap total.

Namun, sia-sia. Saat rapalan mantra yang ia ucapkan telah habis, rasa pusing segera menghantam kepalanya, seakan-akan seperti ada lonceng besar dipukul tepat di samping kepalanya. Telinganya berdenging dan Anya refleks berpegangan pada ujung meja sambil berusaha memfokuskan pandangannya yang bergoyang-goyang dan menduplikat semua yang ia lihat.

Beberapa saat kemudian, saat pandangannya mulai jelas kembali, ia melihat bunga yang dia (sangat) kenal di depannya. Bunga milik Dera yang berisi satu benih bunga favorit milik lelaki itu ... dan satu bunga favorit gadis pujaannya yang mirip dengan bunga favorit Anya.

Pupil mata Anya bergetar hebat, salah satu tangan menutupi mulutnya yang menganga, terkejut karena suatu hal yang tidak dapat ia kira.

Bunga yang masih tumbuh kecil-kecil dan jarang jika dibandingkan dengan pot bunga di sebelahnya itu kini mengkerut dan menghitam, layu, lalu ... salah satu kelopak bunganya gugur.

"Hah!"

"Anya!"

Sesuatu yang basah ada di dahi Anya. Begitu mata gadis itu terbuka, ia menatap langit-langit gipsum yang dicat putih, juga sebuah rel aluminium dan tirai berwarna hijau pucat di kanan-kiri ujung pandangannya.

"UKS?" gumam Anya.

Dera yang ternyata ada di sebelahnya mengangguk menjawab pertanyaan Anya.

"Kamu udah enakan? Masih pusing? Inget apa yang tadi terjadi? Nama kamu siapa?"

Gadis itu mengernyit dan ingin tergelak, tapi sentakan pening di kepalanya langsung datang begitu ia mengurutkan keningnya, walaupun rasanya tidak separah yang tadi.

"Aku nggak amnesia." Meski begitu, Anya paling tidak, masih bisa membela diri.

"Kamu cuma jawab pertanyaan terakhir," ujar Dera sambil sedikit memajukan tubuhnya.

Anya memandangi langit-langit UKS yang dicat hijau muda, seperti es krim cokelat-mint yang terlihat menyegarkan. Lalu gadis itu memejamkan mata sambil menarik napas panjang.

"Sudah nggak terlalu, kayanya udah bisa jalan lagi." Gadis itu mencoba berdiri.

"Jangan!" Dera reflek membentangkan tangannya di depan Anya.

Dera memandangi Anya dengan perasaan yang ... tidak bisa ia deskripsikan? Ia hanya merasa aneh ketika tiba-tiba saja merasa khawatir dengan Anya yang sebenarnya hanya terkena lemparan bola, ia aneh karena gadis yang pingsan itu sebenarnya hanya lah adik kelasnya, bukan seseorang yang teramat dekat dengannya ....

Gadis itu menyerah, ia kembali meluruskan punggungnya ke atas kasur dan menaikkan selimut yang sedari tadi menutupi tubuhnya sampai ke leher.

"Sekarang jam berapa?" tanya Anya ke Dera.

"Jam lima, satu jam lagi ada encore dan penutupan." Dera menjawab singkat.

Lelaki itu bisa melihat mata Anya membulat. "Terus pertandingan basket tadi gimana?!" tanya Anya, panik.

Dera menggeleng. "Kamu kenapa malah khawatirin pertandingan tadi?" Ia balik bertanya.

"Ya soalnya itu penting buat Kakak?"

"Tapi kamu lebih penting!" Lelaki itu ikut terkejut saat mendengar volume suaranya naik satu tingkat.

Ia menutup mulut dan menunduk. Meninggalkan Anya yang tenggelam ke dalam selimut setelah mendengar ucapan Dera tadi. Ucapan yang tidak ia mengerti maksudnya dan tubuhnya merespon secara aneh, mukanya mendadak panas dan perutnya geli.

Blooming Between UsWhere stories live. Discover now