🌼35-Dera dan Pengumuman Audisi

200 24 2
                                    

Anya sibuk membolak-balik halaman dari diktat tebal yang ada di mejanya, sambil sesekali menoleh ke luar jendela toko bunga, melihat neneknya sedang berjalan-jalan santai, mondar-mandir di luar toko sambil melihat bunga-bunga yang segar karena habis disiram. Kalau ingin mengaku, gadis itu sebenarnya sedang tak mengharapkan pelanggan datang.

Jempol tangannya ia tekan-lepas di atas tombol pensil mekanik, mengeluarkan suara cetik-cetak seiring suara jam dinding. Matanya kembali ke diktat, membaca, walau tak paham apa yang sedang dia baca sekarang.

Kemudian ia balik lagi ke lembar berikutnya, berusaha menggarap soal latihan.

Gagal paham juga.

Anya menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi sekaligus membiarkan tubuhnya melorot sehingga kini pandangannya setara dengan meja, lalu, ia membuang napas.

Kenapa ya? Bisa-bisanya ia jadi sulit fokus dan merasa tidak bersemangat. Gadis itu yakin dengan dirinya sendiri kalau ia sebenarnya tidak bodoh-bodoh amat, ya dia punya kemampuan yang cukup untuk naik sedikit dari batas nilai KKM, artinya, ya sebenarnya ia cukup bisa mengendalikan diri untuk belajar.

Namun, belakangan, semakin ia berusaha berjuang sendiri, semakin ia merasa kalau yang masuk di dalam kepalanya hanyalah suara detik jam dinding. Terlebih lagi hari ini, ia malah sering mengalihkan pandangan.

Sekarang ia jadi melirik ponselnya di atas meja, menunggu barang satu atau dua pesan masuk ....

Layar ponselnya menyala.

Anya tak sibuk menutup bukunya terlebih dahulu, alih-alih langsung menyambar ponsel dan membuka kunci layar. Satu pesan dari Rana adalah salah satu pesan yang sebenarnya sangat ia tunggu sekarang. Jantungnya berdebar-debar seiring tangannya membuka aplikasi LINE dan membaca chat yang masuk.

Rana
"Surprisingly, Kak Dera lolos."

Senyum Anya mengembang lebar.

Anya
"Lawan mainnya?"

Rana
"Ya tentu saja Kak Stella."


Senyumnya kini berkurang menjadi seulas senyum simpul. Tangannya memilih-milih stiker dan mengirim satu stiker yang menurutnya paling lucu ke teman sejak SMP-nya itu sambil mengucapkan terima kasih.

Satu pesan muncul lagi di bagian atas layar ponselnya, bersamaan dengan satu pesan lagi dari Rana yang muncul dari bagian bawah. Dua pesan itu membuat senyum Anya memudar dan pundaknya turun.

🌼

Dari posisi para juri yang kini sedang memasang mata elang ke arahnya, Dera sekarang mengambil posisi menyamping, dengan salah satu tangan memegang properti yang disediakan (berupa sebuah map yang harus diartikan sebagai ijazah). Di saat-saat seperti ini, Dera telah mengingat dan bahkan mempraktikkan dengan baik apa yang sudah ia pelajari dari Rana, jauh sebelum audisi dimulai.

Dera memposisikan tubuh dan pandangannya ke arah jendela aula. Seharusnya, jika mengikuti apa yang ada di naskah, adegan yang harus ia perankan adalah adegan di mana tokoh utama pria menghadap ke luar dari arah pintu, lebih tepatnya, ia harus memandang jauh ke depan.

"Tapi, menurutku," kata Rana saat mereka sedang latihan, "agar bisa lebih menghayati, Kakak bisa coba untuk lihat ke jendela aula nanti, intinya Kakak harus melihat ke arah luar, lalu bayangkan adegan yang terjadi, setelah itu baru bermonolog."

"Lembaran baru dalam hidupku resmi dimulai. Kira-kira, apa yang akan disiapkan oleh masa depan nanti?" Dera bermonolog sambil menggenggam erat properti dengan kedua tangannya. Di wajahnya, terulas senyum simpul yang terlihat yakin.

Blooming Between UsWhere stories live. Discover now