🌼8-Dera dan Keraguan

396 50 10
                                    

"Jadi, Kak Dera benar-benar ada gebetan? Apakah itu cinta yang bertepuk sebelah tangan?"

Senyum Dera kembali runtuh saat itu juga.

"Bukankah sudah kubilang kalau itu bukan urusanmu?"

Anya bungkam seketika. "Maaf."

Dera memandang ke luar toko, melihat kendaraan bermotor lalu lalang di jalanan. Sementara Anya masih menatap ke bawah, kemudian, tiba-tiba saja ia mulai mengambil langkah semakin mendesak Dera dengan membuka mulutnya.

"Jika itu adalah perasaan yang belum disampaikan, apakah Kakak tidak akan menyesal?"

Laki-laki itu berjengit. Skak mat, Dera sebenarnya menolak kenyataan itu. Kenyataan bahwa ia dan Stella sempat berpisah saat mereka masih kecil, dan selama itu pula dia merasa rindu dan ingin kembali bertemu Stella. Bahkan setelah bertemu pun, satu-satunya yang menahan Dera untuk menyapa adalah dirinya sendiri.

Kemudian, satu tahun yang lalu, di sebuah acara televisi saat Stella mengikuti lomba perwakilan remaja, Dera mendengar sendiri bahwa jelas, kemungkinan dia akan kembali berpisah dengan Stella.

"Tahun depan aku akan masuk universitas, mengikuti lomba seperti ini di usia remaja membuatku sangat bangga. Ini adalah pengalaman yang tidak akan pernah aku lupakan." Saat itu, Stella mengatakannya dengan senyuman bulan sabit.

Universitas ....

"Nenekku bahkan berkata kalau di usia muda, harusnya kita mengalami banyak hal, selain tumpukan tugas dan memupuk persahabatan, kita juga ... harusnya, memahami tentang cinta." Perkataan Anya membuat Dera kembali menarik dirinya ke masa sekarang, di dalam toko bunga yang berbau harum.

Tiba-tiba saja, seekor burung hantu keluar dari jam dinding berbentuk rumah. Dera menemukan kalau sekarang sudah pukul 7 malam, ia menoleh ke Anya.

"Sudah jam 7, aku harus pulang karena ada PR."

"Ah!" Anya berdiri canggung. "Aku minta maaf jika terlalu lancang dan sok menggurui."

Dera tidak menjawab dan berjalan ke satu-saunya pintu di sana. "Sampai bertemu besok," ujarnya.

Suara bel bergermerincing saat pintu tertutup, Anya kembali duduk dan membiarkan punggungnya melorot di sandaran kursi.

"Hah ...." Anya mendesah. "Apa tadi yang baru saja kulakukan? Dasar, Anya bodoh."

🌼

Dera tidak paham kenapa pertanyaan blak-blakan dari Anya kemarin malam, tiba-tiba jadi membuatnya kepikiran dan bangun dengan keadaan tidak terlalu bersemangat.

Ia yakin kalau ia adalah tipe cowok yang bisa cuek dan bodo amat, yang ia tidak tahu, ternyata kalau soal dia dan Stella, Dera tidak bisa sebodo amat itu.

Semalam, setelah pulang dari tempat tinggal Anya, ia menghabiskan waktu dengan mengerjakan tugas-tugas sekolah. Rasanya hanya di saat itu, ia bisa memaksa pikirannya sendiri untuk fokus ke tugas yang berlembar-lembar dengan tenggat waktu yang saling sahut-sahutan, setiap tujuh sampai empat belas hari.

Untuk hal itu, baiklah, ia patut bersyukur, setidaknya sekarang ada dua tugas mata pelajaran kejuruan yang sudah selesai dan memang harus dikumpulkan hari ini. Ada tugas besar untuk merancang bangunan publik yang harus disiapkan sketsa kasar dan daftar analisa kecil-kecilan, sementara tugas kedua adalah tugas berupa presentasi konsep desain interior.

Sejauh ini, Dera bisa survive, mari beri tepuk tangan!

Tugas kedua, bisa ditebak, tentu saja tugas kelompok dengan persentase: 15% anggota lain kerja, dan 85% sisanya kerjaan Dera.

Blooming Between UsWhere stories live. Discover now