🌼39-Dera dan Permintaan Maaf

212 27 0
                                    

Mulut Anya yang tadinya terbuka karena harus memasukkan sesuap nasi sup, sekarang malah terbuka makin lebar gara-gara hal lain yang ada di depan matanya sekarang. Tak dipungkiri jantungnya berdegup tidak karuan karena pintu kamar rawat inapnya tiba-tiba saja dibuka.

Yah, bahkan sepertinya bukan dia dan ayahnya saja yang kaget, tapi dua pasien lain yang ada di kamar yang sama juga terkejut dengan apa yang dilakukan Dera.

"Aku minta maaf!" teriak Dera.

"Kamu, ya!" Punggung Dera menegang. Saat ia menoleh, sudah berdiri seorang satpam lelaki berbadan kekar di belakangnya. "Ikut saya dulu!"

Dera meringis, beberapa menit berikutnya ia sibuk dimarahin satpam dan dua orang suster karena lari-larian di koridor rumah sakit, ditambah kelakuannya yang mendorong pintu terlalu keras. Lelaki itu hanya diam dan berulang kali meminta maaf karena memang ia yang salah dan sedang dalam mode bersumbu pendek.

Di menit-menit yang terasa seperti berjam-jam itu, ayah Anya datang menghampiri mereka di luar pintu rumah sakit dan mencoba membantu Dera keluar dari posisi tersebut.

"Maaf, ini saudara pasien," ujar ayah Anya.

Dera bersemu merah, ini memang benar-benar kejadian yang memalukan buatnya. Bisa-bisanya dia hilang akal hanya agar ia bisa meminta maaf dengan Anya. Kenapa dia sebegitunya dengan gadis itu?

Setelah berulang kali meminta maaf, Dera dan ayahnya Anya akhirnya diijinkan kembali masuk ke dalam rumah sakit.

Dera jadi tidak enak hati gara-gara huru-hara yang disebabkan karena kelakuannya sendiri.

"Maaf, Om," ujar Dera, terdengar ragu-ragu ingin memanggil Om atau Pak.

"Kamu ada masalah sama Anya."

Tanpa ragu-ragu, Dera mengangguk menjawab pertanyaan yang ditujukan padanya itu. Masalah yang selama ini mengganggunya, masalah yang akan dia selesaikan sore ini.

"Kamu masuk temani Anya dulu, Om mau beli cemilan." Lelaki paruh baya dengan rambut cepak itu menepuk pundak Dera sambil memberikan senyuman yang ramah. "Yah, anak muda," gumamnya sambil berlalu.

Dera mendorong pintu dan masuk, ia tak lupa meminta maaf ke pasien lain yang menggunakan kamar inap tersebut atas kelakuannya tadi sebelum ia akhirnya mengambil kursi dan duduk di samping brangkar Anya.

"Aku—"

"Aku maafin."

"Hah?" Dera mengerjap berkali-kali.

"Aku. Maafin." Anya mengulang perkataannya dengan tegas. "Aku maafin, berantem ternyata nggak serta merta bikin aku lega."

Dera menunduk. "Sama. Maaf aku terlalu sok ngatur kamu."

Anya menggeleng. "Yah, aku juga yang nggak bisa kenal dengan badanku sendiri," ujar Anya sambil meremas selimut yang menyelimuti setengah tubuhnya.

"Besok udah bisa keluar RS?" tanya Dera sambil menatap Anya yang sibuk memainkan selimut.

"Iya." Anya tersenyum, tetapi itu bukan senyuman yang menunjukkan kalau ia sedang bahagia. "Aku udah ngerepotin Ayah lagi."

Mendengar itu, Dera hanya bisa menunduk lagi. Kira-kira apa yang bisa dia lakukan? Membantu belajar pun dia juga tidak becus ....

"Aku ikut minta maaf juga soal itu."

Anya menoleh. "Kakak kebanyakan minta maaf, bahkan untuk sesuatu yang bukan salah Kakak."

"Tapi aku juga nggak bisa ngajarin kamu. Kayanya aku berhak minta maaf juga soal itu. Aku kurang kompeten."

"Kakak bukan guru," tukas Anya dengan cepat dan jelas. "Aku bisa paham."

Blooming Between UsWhere stories live. Discover now