🌼32-Dera dan Not-So-Impossible Mission

193 27 0
                                    

Kata Anya, sekarang Dera akan menjalani misi Not-So-Impossible, yang mana menurut Dera sendiri ... nggak mungkin, jelas ini impossible banget.

"Akan seperti apa, rahasia yang disimpan masa depan?" Mata Dera melihat plafon dengan ekspresi senyum tipis yang hangat dan penuh penantian, lebih tepatnya, sesuai petunjuk Rana, Dera memusatkan penglihatannya ke arah lampu agar pandangannya tidak terlihat kosong.

"Cut!" Teriakan Rana kemudian disusul dengan tepuk tangan. "Bravo! Barusan bagus! Walaupun nggak pakai 'banget', tapi cukup buat nggak di-skip sama ketua kami sebagai sutradaranya."

Dera menelan ludah dan tersenyum terpaksa. "Pujian" tadi rasanya tidak diperlukan oleh Dera sekarang gara-gara usulan ide yang diungkap Anya beberapa hari lalu. Harusnya Anya mengusulkan ide itu sehabis Ia lolos seleksi pemeran saja.

"Kenapa? Kok gitu wajahnya?" tanya Rana sambil berjalan mendekat.

Ditanyai begitu, Dera hanya mengibaskan tangan dan duduk di kursi terdekat. "Nggak ada apa-apa."

"Bohong." Rana menimpali singkat sambil meneguk sebotol air putih dingin, berbarengan dengan Dera yang tersedak minuman vitamin C beperasa jeruk.

Lalu, hening.

"Ini hari kesepuluh, seleksi baru benar-benar dimulai 4 hari lagi. Mendekati hari-hari penting seperti itu, biasanya para calon pemain tiba-tiba terserang sindrom."

"Sindrom? Sindrom apa tuh?" Dera mulai perhatian pada topik pembicaraan yang akan dilontarkan Rana.

"Habis Kakak lulus dari SMK nanti, rencana mau ngapain? Kerja atau lanjut kuliah?"

"Eh?" Yang ditanya mengerjap bingung karena tiba-tiba topik berubah. "Rencananya kuliah."

"Keren!" Rana bertepuk tangan. "Kakak udah siap-siap? Sejauh apa?"

Dera mengangguk berulang kali sambil matanya melihat lurus jauh ke depan, mulutnya mulai bercerita bagaimana ia sebenarnya sudah menyiapkan diri dengan materi-materi SMA sejak kelas sepuluh dan memulai menekuni soal-soal tes UTBK atau tes mandiri sejak kelas dua belas ini.

"Aku juga udah cari info beasiswa selain Bidikmisi, beasiswa luar negeri, sama tryout tes UTBK," jawab Dera.

Rana bertepuk tangan pelan. "Apa itu impian Kakak?"

Lelaki itu diam, pertanyaan itu rasanya sulit ia jawab sekarang. Ia sendiri tidak yakin .... Setelah hening selama beberapa detik, ia mulai berbicara dan meralat ucapannya.

"Setelah dipikir-pikir, bukan para calon pemain yang kena sindrom ini, tapi seluruh manusia di muka bumi, pasti kena sindrom ini."

"Kamu dari tadi ngomongin sindrom mulu yang aku nggak paham."

Rana mendengus kecil, lalu terkekeh singkat. "Kakak setuju kalau setiap manusia itu punya mimpi?"

Mengalihkan topik lagi?

"Iya, setuju!" jawab Dera.

"Sama. Sadar atau tidak, besar atau kecil, manusia punya mimpi, punya tujuan yang ingin diwujudkan. Mau itu penting atau remeh juga. Nah, terkadang, saat mendekati hari-hari di mana impian ini akan terwujud, manusia akan terkena sindrom 'mendadak minder'."

Dera menoleh. Jawaban dari Rana memang tepat menuju ke inti permasalahan, tapi nama sindromnya ... kok agak kurang epic, untuk ukuran topik yang diputar berkali-kali, menurutnya agak antiklimaks.

"Biasanya, sebelum hari penting itu, tiba-tiba muncul pertanyaan yang kaya begini: bisa nggak ya aku menjalani ini nanti? Bener nggak sih kalau aku memutuskan hal ini? Nanti kalau nggak lolos gimana? Yah, belum tentu lolos juga sih ... tapi kalau beneran lolos, apa aku pantas dapat hal itu?"

Blooming Between UsWo Geschichten leben. Entdecke jetzt