5. Sebuah Kebetulan(Part 1)

171 19 0
                                    

Amara tengah membuat sketsa rancangan busana terbarunya ketika pintu ruangannya terbuka.

"Hai Ra, sibuk ya?" Lia sahabatnya muncul dari balik pintu diikuti Arumi, adiknya. Amara tersenyum melihat kedatangan sahabatnya itu.

"Enggak sibuk kok, cuma lagi bikin sketsa. Ada apa nih kalian sepagi ini sudah kemari?" tanyanya heran.

"Ini Arumi maksa minta dianter ke sini, katanya mau minta tolong, " jawab Lia.

" Bilang sendiri deh sana sama Mba Ara, " lanjut Dewi sambil menyikut lengan adiknya.

" Eh kemarin aku telepon Mala, cardigan pesananku sudah disimpan kan Ra?" tanya Lia.

"Kamu tanya langsung sama Mala, tadi aku lihat dia lagi membereskan beberapa cardigan," jawab Amara.

"Kalau begitu aku ketemu Mala dulu ya, " ujar Lia seraya melangkahkan kaki keluar ruangan. Amara mengangguk lalu menghampiri Arumi yang sudah duduk di sofa.

"Ada apa Rumi?" tanyanya pada adik sahabatnya itu.

" Hmmm gini Mba Ara, aku mau minta tolong. Di kampus lagi ada acara Hari-hari Sastra. Besok ada acara bedah novel tapi penulis yang sudah kami undang tiba-tiba membatalkan kehadirannya karena ibunya meninggal. Aku mau minta tolong Mba Ara menggantikannya, " terang Arumi. Amara tertegun sejenak. Arumi seolah tahu apa yang ada dipikiran Amara.

"Aku tahu Mba Ara enggak pernah mau tampil tapi ini mendesak banget, " lanjutnya.

"Enggak ada penulis lain, Rum?Kan banyak penulis yang novel-novelnya best seller, " kata Amara. Arumi mendesah. Wajahnya terlihat murung.

"Sudah dicoba Mba, tapi enggak ada penulis yang bersedia karena mendadak. Mereka sudah punya jadwal sendiri. Duh, aku ketua panitia Mba, kan mesti bertanggung jawab. Acaranya terbuka untuk umum lagi, Mba. Para perwakilan kampus-kampus juga bersedia hadir untuk bedah novel besok. Please Mba, " ucap Arumi nyaris menangis.

Amara mau tak mau tersenyum geli mendengar penuturan Arumi. Hatinya tak tega untuk menolak permintaan gadis jangkung dihadapannya.

"Baiklah Mba bersedia. Tapi hanya untuk kali ini saja, " katanya.

"Akhirnyaaa!" Arumi bersorak kegirangan.

"Terima kasih Mba Ara, Sayang, " Arumi langsung memeluk sahabat kakaknya, membuat Amara sedikit sesak menahan tubuh jangkungnya.

"Besok acaranya jam sembilan. Aku jemput Mba Ara di apartemen ya, " Arumi melepaskan pelukkannya. Selanjutnya selama dua puluh menit mereka berdiskusi untuk acara besok.

***

Arumi menjemput Amara di apartemennya esok harinya. Amara mengenakan dress bunga-bunga di bawah lutut dipadukan dengan cardigan warna senada. Rambut sebahunya dia biarkan tergerai. Amara hanya menyapukan bedak tipis dan lipstick warna nude. Flat shoes warna putih menyempurnakan penampilannya hari ini.

"Cantik amat Mba. Kayak masih kuliah," puji Arumi. Amara hanya tertawa.

"Oiya Mba, barusan panitia kirim pesan, katanya beberapa novel Mba sudah diantar penerbit ke kampus, " ucap Arumi dari balik kemudi.

"Iya Rum, aku sengaja meminta penerbit untuk langsung mengantarkannya ke kampusmu. Sudah sampai ya?" kata Amara.

"Sudah diterima panitia. Mba tenang aja, " jawab Arumi.

"Jadi bisa sekalian book signing dong Mba?" tanya Arumi

"Dih ini anak, dikasih hati minta jantung, " kelakar Amara sambil mencubit lengan Arumi.

"Auuuw, sakit ih Mba, " jerit Arumi. Amara tertawa.

Tak lama inova putih yang dikendarai Arumi memasuki halaman kampus. Mereka berdua bergegas turun karena sebentar lagi acara akan dimulai.

***

Arman memarkirkan mobilnya di parkiran khusus buat para dosen. Hari ini jadwalnya benar-benar padat. Pagi hari dia harus mengajar di dua kelas, siang hari dia harus menguji tiga mahasiswanya dan sore hari mahasiswa bimbingannya harus ujian sidang skripsi.

Dia bergegas turun dari mobil dan melangkahkan kakinya menuju ruangan dosen Fakultas Tehnik Arsitektur. Beberapa mahasiswa tersenyum kepadanya. Arman membalas dengan senyum tipis. Beberapa kali dia harus menghentikan langkahnya untuk membalas sapaan mahasiswa dan berbincang sejenak dengan mereka. Dia memang terkenal sebagai dosen muda, tampan dan ramah. Setelah menyelesaikan pendidikan S2 di Jerman, Arman diminta oleh Om Hanif, adik ayahnya untuk menjadi dosen di Universitas miliknya. Awalnya dia ragu karena usaha kedai kopi miliknya dan juga kantor design dan interior yang baru dirintisnya sudah menyita waktunya. Namun, karena tawaran mengajar hanya seminggu dua kali, Arman menyanggupinya.

Melewati aula kampus, langkahnya terhenti. Banyak mahasiswa hilir mudik. Sepertinya ada acara di aula. Batinnya. Ketika hendak melanjutkan langkahnya, seorang mahasiswa menyapanya.

"Pak Arman, mau hadir acara bedah novel?" tanya Gita yang ternyata salah satu mahasiswinya.

"Oh enggak, hanya lihat rame aja di dalam, " jawab Arman.

"Masuk aja Pak. Ini bagian dari acaranya anak-anak fakultas ilmu budaya. Ada bedah novel best seller karya Aimee. Lima belas menit lagi dimulai, " tutur Gita.

"Saya harus mengajar sebentar lagi, " pamit Arman lalu bergegas melanjutkan langkahnya.

Di depan pintu ruangan dosen, Arman melihat Devan, rekan sesama dosen dan juga Kirana istrinya.

"Wah tumben nih Dev, ke kampus ditemanin. Hai Kiran, apa kabar?" sapa Arman.

"Ini Kiran mau ikut acara bedah novel, " jawab Devan.

"Oh yang di aula itu ya. Tadi aku lewat udah rame," kata Arman sambil membereskan beberapa berkas untuk bahan mengajar nanti.

"Memang novel apa sih, sampai rame itu. Penulis terkenal ya?" tanya Arman.

"Novel Dua Nama Dua Cinta karya Mba Aimee," jawab Kirana,istri Devan.

"Ternyata penulisnya cantik lho. Nih Pak Arman lihat deh, " Kirana menyodorkan ponselnya pada Arman. Sejenak Arman tertegun memandang foto di ponsel Kirana. Foto wanita yang baru beberapa hari ini dikenalnya.

Amara? Tanyanya dalam hati.

TAKDIR CINTA AMARAWhere stories live. Discover now