13. Cincin Tunangan

107 12 1
                                    


Jangan macam-macam Mas, belum halal.

Jadi kamu minta dihalalin, nih?

Percakapannya dengan Amara di pantai sabtu itu terekam dalam pikiran Arman. Dia teringat perjodohannya dengan Renatta yang sudah diatur oleh kedua orang tua mereka. Meskipun dia sudah menolak Renatta, tapi kedua orang tua masing-masing belum mengetahuinya dan mengenalkan Amara kepada Mama dan Papanya butuh persiapan yang matang karena kedua orang tuanya menginginkan Renattalah yang menjadi pendamping hidupnya.

"Lelaki itu jika sudah punya keinginan menikah harus disegerakan," suara Aji membuyarkan lamunan Arman. Sahabat sekaligus rekan kerjanya itu seolah tahu apa yang ada dipikirannya.

"Ngaco! Siapa juga yang mau menikah?"elak Arman. Matanya kembali menekuni layar laptop di depannya. Arman terkekeh geli.

"Takut ya Amara nggak direstui oleh kedua orang tua lo?" tebak Aji. Arman memandang wajah sahabatnya.

"Sejak kapan lo jadi cenayang?" tanyanya kesal karena sahabatnya itu bisa menebak apa yang ada dipikirannya. Aji tertawa terbahak-bahak.

"Wajah lo tuh nggak bisa bohong, " ucapnya.

"Gua udah menolak Renatta waktu acara makan malam itu, " kata Arman.

"Nah, terus tunggu apa lagi?Kenalkan Amara pada nyokap dan bokap lo," ucap Aji.

Arman menggelengkan kepalanya. Lalu meluncurlah cerita tentang Amara dari mulutnya. Kini Aji memahami kenapa sahabatnya itu belum mengenalkan kekasihnya kepada kedua orang tuanya.

"Ji, apa gua kasih cincin aja dulu ya?Ya semacam lamaran nggak resmi gitu," Arman meminta saran pada sahabatnya itu.

"Naah, bisa juga kayak gitu. Ide bagus, " Aji mengacungkan jempolnya.

"Kalau begitu, nanti habis makan siang temenin gua ya?" ajak Arman.

"Kemana?Ngelamar Amara?Ogah ah gua, itu urusan lo, " tolak Aji. Arman menatap wajah pria di depannya. "Bukaaan, temenin gua beli cincin, " ucapnya. "Kalau ngelamar sih ngapain gue ngajak lo?Mengganggu saja," sambungnya. Aji tertawa terbahak-bahak.

***

Siang itu Arman pergi ke toko perhiasan ditemani Aji.

"Seharusnya lo ajak Amara bukan gua," sungut Aji. Arman terkekeh.

"Kan gue mau ngasih kejutan buat Amara, kalau gua ajak dia ya bukan kejutan namanya. Gua ajak lo buat ngasih saran, kan lo udah nikah, " terang Arman. Aji mangut-mangut mengiyakan.

Ketika sedang melihat-lihat cincin, salah seorang karyawan toko menghampiri mereka.

"Selamat datang. Silahkan Mas, anda mencari apa?" tanyanya. Arman mendongak.

"Saya mencari cincin tunangan," jawab Arman sambil melihat-lihat. Karyawan toko itu menyodorkannya berbagai jenis design. Mata Arman berhenti saat melihat cincin bermata safir biru. Desain cincin tersebut sangat indah. Dia bisa membayangkan cincin itu sangat pas di jari Amara yang lentik.

"Ini gimana Ji? Bagus enggak?" tanya Arman. Aji mengamati cincin ditangan Arman.

"Hmm, selera lo bagus juga, " Aji menyatakan persetujuannya.

"Saya mau cincin ini Mba, tapi bisa pesan ukuran 6?" tanyanya.

Karyawan toko tersebut tersenyum dan menjawab, "Mas sangat pintar memilih. Cincin ini limited edition dan sudah berukuran 6."

Arman pun bangkit dari kursinya dan langsung menuju kasir untuk membayar cincin yang dia pilih. Setelah selesai membayar, dia membawa cincinnya dan langsung keluar dari toko diikuti Aji.

***

Tanpa Arman sadari seorang perempuan menatapnya dari kafe di seberang toko perhiasan.

Keningnya berkerut. Sedang apa Mas Arman di toko perhiasan?tanyanya dalam hati. Apa dia membeli cincin untukku?Sebersit harap hinggap di hatinya. Mudah-mudahan dia menyesali perkataannya telah menolakku.Perempuan itu melanjutkan dalam hati. Pandangannya mengikuti Arman yang berjalan menuju pintu keluar mall.

"Maaf ya Rena menunggu lama. Tadi macet banget di jalan," suara perempuan membuat Renatta menoleh dan tersenyum pada wanita paruh baya yang berdiri dihadapannya. 

TAKDIR CINTA AMARAOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz